Francesco Redi

dokter asal Keharyapatihan Toscana

Francesco Redi adalah seorang dokter, ahli bedah, dan ilmuwan yang terkenal dengan eksperimennya yang menentang teori generasi spontan (Spontaneous Generation).[1] Sebagai seorang dokter dan ahli bedah, dia melayani bangsawan Tuscany seperti Ferdinand II dan Casimo III.[1] Redi juga dikenal sebagai seorang penulis soneta, salah satu karyanya yang terkenal berjudul Bacco in Toscano (1685).[1]

Francesco Redi
Lahir(1626-02-18)18 Februari 1626
Arezzo
Meninggal1 Maret 1697(1697-03-01) (umur 71)
Pisa
KebangsaanTuscany
AlmamaterUniversitas Pisa
Karier ilmiah
BidangMedicine, entomology
InstitusiFlorence

Biografi

sunting

Redi lahir dari pasangan bangsawan Cecelia de'Ghinci dan Gregorio Redi. Ayahnya adalah dokter yang bekerja untuk Adipati (Grand Duke) Ferdinand II dan putranya, Casimo III.[2] Pada masa mudanya, Redi dididik oleh imam Yesuit yang ajarannya berpegangan pada filosofi Aristoteles.[2] Setelah dewasa, Redi menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Pisa dan juga menjadi dokter di pengadilan setelah mendapatkan panggilan dari Adipati yang baru saja jatuh dari kudanya.[2] Setelah mengunjungi Roma, Naples, Bologna, Padua, dan Venice, Redi memulai praktik sebagai dokter di Florence.[3] Dari tahun 1657 hingga 1667, Redi menjadi anggota dari Akademi Eksperimen (Accademia del Cimento).[3] Selama berkarya di pengadilan, Redi menjadi sosok yang dihormati dan dicintai, kemudian dia juga menjadi pengawas apotek.[2] Selain itu, Redi juga membagi pengetahuannya dengan para pelajar.[2]

Ketika Casimo III naik menggantikan posisi ayahnya, Redi tetap bekerja pada posisinya sambil mengerjakan eksperimen untuk meningkatkan kemampuan praktik medis dan bedahnya.[3] Selanjutnya, dia juga menjadi anggota aktif "Trusca", "Arcadia", membantu penyusunan kamus Tuscan, mengajar bahasa Tuscan di Florence (1666).[3] Beberapa karya sastra yang ditulis oleh Redi selama hidupnya adalah Letters, puji-pujian Bacco in Toscana, dan Arianna Inferma.[3] Karya sastranya yang paling puitis, Bacco in Toscana dianggap sebagai salah satu karya sastra terbaik pada abad ke-17.[3] Mendekati akhir hidupnya, kondisi kesehatan Redi semakin menurun hingga akhirnya meninggal tiba-tiba dalam tidurnya pada 1 Maret 1697 di Pisa.[2]

Penemuan

sunting

Meskipun hidup di era yang penuh ajaran Aristoteles, pemikiran Redi dipengaruhi oleh teori Galileo serta Bruno dan Kepler. Selain itu, Redi juga membaca tulisan Giuseppe Aromatari dari Assisi dan William Harvey yang membantah teori generasi spontan (abiogenesis). Aromatari dan Harvey mengemukakan teori yang menyatakan bahwa serangga, cacing, dan katak tumbuh dari benih atau telur yang terlalu kecil untuk dilihat. Pada masa itu, belatung dipercaya muncul dari daging busuk sesuai teori generasi spontan yang dipengaruhi oleh ajaran Aristoteles. Redi tertarik untuk mencari tahu tentang kebenaran hal tersebut, dia menyimpan berbagai macam daging ke dalam tabung satu per satu dan mengamati belatung yang memakan daging busuk dan menemukan bahwa belatung tersebut berkembang menjadi lalat. Sebelum belatung muncul, dia mengamati bahwa lalat terlebih dahulu mengerumuni daging busuk tersebut dan dari sana, ditarik kesimpulan bahwa ada sesuatu yang menyebabkan terjadi produksi belatung.[2]

 
Percobaan yang dilakukan Francesco Redi.

Pada tahun 1688, Redi mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul "Percobaan pada asal usul serangga".[3] Eksperimen dalam buku tersebut berhasil mematahkan teori abiogenesis (kehidupan berasal dari materi mati) dan memunculkan teori biogenesis.[3] Pernyataan Omne vivum ex ovo (Semua kehidupan berasal dari telur) dicetuskan berdasarkan percobaan yang dilakukan Redi.[3] Teori biogenesis mengemukakan bahwa kehidupan berasal dari kehidupan sebelumnya. Dalam percobaannya, dia menggunakan dua wadah berisi daging, yang pertama dibiarkan terbuka, sedangkan yang lainnya ditutup.[4] Pada wadah yang terbuka, belatung tumbuh pada daging sedangkan pada wadah lainnya tidak ada pertumbuhan belatung.[4] Konsep biogenesis tersebut belum sepenuhnya dapat diterima hingga muncul percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1859.[2]

Semasa hidupnya, Redi juga mematahkan kesalahpahaman dan kepercayaan tentang ular berbisa. Eksperimen yang dilakukannya menunjukkan bahwa empedu ular berbisa tidak beracun, menelan bisa atau gigi ular tidak berbahaya, namun apabila bisa tersebut masuk melalui luka terbuka atau diinjeksikan ke bawah kulit maka akan berakibat fatal. Selain itu, Redi juga menyatakan bahwa bisa ular adalah cairan kuning yang diproduksi oleh kelenjar pada bagian kepala ular dan diinjeksikan hanya melalui dua gigi, bukan diproduksi oleh roh liar. Dia juga mematahkan mitos yang menyatakan bahwa kekuatan bisa ular dipengaruhi oleh makanannya, ular meminum anggur, dan beberapa mitos yang salah lainnya. Namun, pemikirannya tidak sepenuhnya diterima hingga publikasi yang dilakukan oleh Felice Fontana pada tahun 1781, dimana kesimpulan Redi dapat diterima sepenuhnya.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c (Inggris) Susan M. Dixon (2006). Between the Real and the Ideal: The Accademia Degli Arcadi and Its Garden in Eighteenth-century Rome. University of Delaware Press. ISBN 978-0-87413-937-2. Page.124
  2. ^ a b c d e f g h i "World of Biology on Francesco Redi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-21. Diakses tanggal 2010-08-27. 
  3. ^ a b c d e f g h i (Inggris) "Francesco Redi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-28. Diakses tanggal 23 Mei 2010. 
  4. ^ a b (Inggris) Michelle Gunter, Colleen Pintozzi Dawn Heineman (2005). Passing the Ohio Graduation Test in Science. American Book Company. ISBN 978-1-932410-94-5. Page.356