Fotografi jalanan (bahasa Inggris: street photography) adalah salah satu aliran dalam fotografi. Fotografi jalanan umumnya memuat objek yang diambil di ruang terbuka publik dalam kondisi candid atau tanpa pengarahan. Belum ada kesepakatan mengenai padanan yang baku untuk street photography dalam bahasa Indonesia, namun istilah fotografi jalanan sering dipakai dalam beberapa kesempatan. Foto-foto dalam street photography dapat mengambil lokasi dari berbagai ruang publik seperti jalan, pasar, mal, terminal, stasiun kereta api, dan sebagainya.

Copenhagen 1987, contoh fotografi jalanan

Fotografi jalanan termasuk gaya yang paling tua sudah mulai di Malaysia oleh Lambert dan beberapa fotografer di era penjajahan belanda di Indonesia. Istilah ini lebih tepat berdekatan dengan fotografi jurnalistik. Walaupun awal perkembangannya ada aliran surealisme seperti Bill Brandt, Henri Cartier Bresson. Walaupun gaya Bresson berubah setelah masuk Magnum menjadi gaya yang lebih mudah dimengerti dan bisa masuk kategori foto kehidupan sehari-hari di jalan raya. Paduan ganjil antara subyek yang difoto misalkan ada maneken atau ada patung malaikat di taman atau di tempat yang semestinya bukan tempat maneken atau patung malaikat tersebut. Sehingga saat di foto terlihat paduan yang ganjil dan sering disebut surealisme. Pengaruh surealisme ini besar pada foto jalanan.

Fotografer yang memotret di jalan tidak semuanya akan terlihat surealisme, bahkan ada fotografer yang puluhan tahun bereksperimen di jalan dan foto-fotonya tidak mencerminkan jurnalistik atau bukan untuk dipasang di majalah atau surat kabar. Harry Callahan memotret jalanan dan dipengaruhi oleh pelukis Balthus, dia bereksperimen dengan memotret gap antar bangungan, jendela, memotret jalananan di malam hari, memotret cropping pejalan kaki, dan banyak eksperimen lainnya. Begitu pula dengan fotografer Jeff Wall yang mengatur 3 model untuk berperan sebagai peristiwa rasialisme di jalan. Foto jalanan biasanya tidak diatur (setting).

Foto-foto yang diambil pada aliran fotografi ini umumnya memakai teknik Straight photography. Foto menggambarkan kondisi apa adanya dengan meminimalkan manipulasi objek. Dalam perkembangannya, fotografi jalanan banyak memasukkan unsur-unsur seperti surealisme, humor, dan kejutan dalam komposisinya. Untuk mendapatkan unsur-unsur tersebut dalam suatu foto, perlu dicari saat yang paling tepat dengan posisi objek yang unik.

Sejarah

sunting

Aliran fotografi ini berawal dari Eropa, saat Eugene Atget mulai mengabadikan suasana jalanan kota Paris sekitar tahun 1890-an hingga 1920-an. Foto-foto Atget banyak mengambil objek arsitektural, dan hanya sedikit sekali mengambil manusia sebagai subjek foto. Hal ini berbeda sekali dengan fotografi jalanan kontemporer yang dikenal sekarang, yang hampir selalu menyertakan manusia sebagai subjek fotonya. Henri Cartier-Bresson mulai memasukkan unsur manusia dan komposisi surealismenya dalam foto-fotonya yang diambil sejak awal tahun 1940-an, hingga akhirnya aliran inilah yang makin berkembang hingga bentuk fotografi jalanan yang populer hingga sekarang.

Di Indonesia, aliran fotografi ini masih tergolong muda dibandingkan aliran lainnya. Fotografi jalanan baru mulai berkembang di Indonesia pada sekitar tahun 1990-an, dan makin populer pada dekade pertama tahun 2000-an seiring berkembangnya teknologi fotografi digital.

Bacaan lanjut

sunting

Pranala luar

sunting