Feminisasi pertanian
Feminisasi pertanian adalah fenomena dimana tedapat kecenderungan peningkatan peran perempuan pada sub sektor produksi pangan dan secara bersamaan menurunnya peran laki-laki pada sub sektor tersebut. Feminisasi pertanian terjadi akibat adanya peningkatan jumlah laki-laki yang pindah dari desa ke kota untuk merantau sehingga pekerjaan mereka sebagai petani ditinggalkan, kemudian peran petani tersebut digantikan oleh perempuan.[1]
Menurut Tamang dan Paudel (2016), feminisme adalah fenomena yang meningkatkan tingkat partisipasi perempuan dalam suatu proyek atau bidang pekerjaan tertentu. Dibandingkan dengan negara lain, potensi Indonesia sebagai negara agraris kurang berkembang bila dikaitkan dengan fenomena feminisasi di sektor usaha lain, seperti industri perminyakan. [2]
Dampak feminisme pertanian
suntingAdapun dampak dari fenomena feminisme pertanian yaitu terjadinya mobilitas terhadap laki-laki. Di dalam kehidupan bermasyarakat, perempuan sekarang di anggap sebagai sosok pencari nafkah. Lelaki yang bekerja dibidang pertanian sekarang dapat digantikan oleh perempuan. Wujud nyata peran perempuan didalam bidang pertanian ini seringkali menimbulkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan ketidaksertaraan gender. Sehingga, banyaknya perbandingan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam ilmu pengetahuan, informasi, dan lain sebagainya. Peran perempuan sebagai sosok pencari nafkah terkhususnya di dalam bidang pertanian ini sampai sekarang tidak dianggap meskipun hal tersebut dapat dibuktikan secara nyata.[2]
Data feminisme pertanian
suntingMenurut data Badan Pusat Statistik tahun 2020, sektor penyerapan tenaga kerja terbesar di Indonesia adalah ekonomi pertanian yang memiliki tingkat pertumbuhan sekitar 29,04%. Total PDB pertanian saat ini sekitar 13,5% di tingkat nasional. Angka di atas memang sudah tinggi di Indonesia, namun sektor industri yang lebih kompetitif dapat menyebabkan PDB naik lebih tinggi lagi. Dengan kata lain, tidak ada korelasi antara jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan dan hasil di sektor pertanian. Akibatnya, upah pekerja rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih tinggi daripada pekerja yang bekerja di sektor industri. Menurut perkiraan resmi untuk tahun 2018, terdapat 8.051.328 petani, atau sekitar 24,04% dari seluruh petani di Indonesia. Kuantitas tersebut menunjukkan bahwa jumlah petani perempuan profesional di Indonesia hampir sama dengan jumlah petani laki-laki. [2]
Referensi
sunting- ^ Santosa, TarinaElsanti (2016-01-22). "Feminisasi Pertanian pada Usahatani Tembakau (Studi Kasus di Desa Kendal, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung" (dalam bahasa Inggris). Universitas Brawijaya. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-18. Diakses tanggal 2023-03-18.
- ^ a b c Maulana, Rizky; Yulianti, Yayuk. "FEMINISASI PERTANIAN DAN DEKONTRUKSI GENDER PADA PERTANIAN PERHUTANAN MALANG SELATAN". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-19. Diakses tanggal 2023-03-18.