Etanol

salah satu jenis alkohol
(Dialihkan dari Etil alkohol)

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.

Etanol
Nama
Nama IUPAC
Etanol
Nama lain
Etil alkohol; hidroksietana; alkohol; alkohol murni; etil hidrat; alkohol absolut
Penanda
Model 3D (JSmol)
3DMet {{{3DMet}}}
ChemSpider
Nomor EC
Nomor RTECS {{{value}}}
  • InChI=1/C2H6O/c1-2-3/h3H,2H2,1H3
  • CCO
Sifat
C2H5OH
Massa molar 46,06844 g/mol[1]
Penampilan cairan tak berwarna dengan bau yang khas[2]
Densitas 0,7893 g/cm3[3]
Titik lebur −114,14[3]
Titik didih 78,29[3]
tercampur penuh[2]
Tekanan uap 58 kPa (20 °C) [2]
Keasaman (pKa) 15,9
Viskositas 1,200 cP (20 °C)
1,69 D (gas)
Bahaya
Mudah terbakar (F)
Frasa-R R11
Frasa-S S2 S7 S16
Titik nyala 13 °C (55.4 °F)[4]
Senyawa terkait
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
Referensi

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).

Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri sering kali dihasilkan dari etilena.[5]

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

Sejarah

sunting
 
Etanol sering digunakan sebagai bahan bakar

Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.[6]

Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang.

Lavoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Saussure berhasil menentukan rumus kimia etanol. Lima puluh tahun kemudian (1858), Couper mempublikasikan rumus kimia etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus kimianya.[7]

Etanol pertama kali dibuat secara sintetik pada tahun 1826 secara terpisah oleh Henry Hennel dari Britania Raya dan S.G. Sérullas dari Prancis. Pada tahun 1828, Michael Faraday berhasil membuat etanol dari hidrasi etilena yang dikatalisis oleh asam. Proses ini mirip dengan proses sintesis etanol industri modern.[8]

Etanol telah digunakan sebagai bahan bakar lampu di Amerika Serikat sejak tahun 1840, namun pajak yang dikenakan pada alkohol industri semasa Perang Saudara Amerika membuat penggunaannya tidak ekonomis. Pajak ini dihapuskan pada tahun 1906,[9] dan sejak tahun 1908 otomobil Ford Model T telah dapat dijalankan menggunakan etanol.[10] Namun, dengan adanya pelarangan minuman beralkohol pada tahun 1920, para penjual bahan bakar etanol dituduh berkomplot dengan penghasil minuman alkohol ilegal, dan bahan bakar etanol kemudian ditinggalkan penggunaannya sampai dengan akhir abad ke-20.

Sifat-sifat fisika

sunting
Sifat-sifat termofisika dari campuran antara etanol dengan air dan dodekana
     
Volume berlebih campuran etanol dengan air (kontraksi volume) Kalor pencampuran campuran etanol dengan air Kesetimbangan uap-cair campuran etanol dengan air (termasuk pula azeotrop)
   
Kesetimbangan padat-cair dari campuran etanol dan air (termasuk eutektikum) Celah ketercampuran (miscibility gap) pada campuran dodekana dan etanol]]

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap daripada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena.[11][12] Ia juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.[12]

Campuran etanol-air memiliki volume yang lebih kecil daripada jumlah kedua cairan tersebut secara terpisah. Campuran etanal dan air dengan volume yang sama akan menghasilkan campuran yang volumenya hanya 1,92 kali jumlah volume awal.[11][13] Pencampuran etanol dan air bersifat eksotermik dengan energi sekitar 777 J/mol dibebaskan pada 298 K.[14]

Campuran etanol dan air akan membentuk azeotrop dengan perbandingkan kira-kira 89 mol% etanol dan 11 mol% air.[15] Perbandingan ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% volume etanol dan 4% volume air pada tekanan normal dan T = 351 K. Komposisi azeotropik ini sangat tergantung pada suhu dan tekanan. Ia akan menghilang pada temperatur di bawah 303 K.[16]

 
Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C

Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis, sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium klorida, amonium bromida, dan natrium bromida.[12] Natrium klorida dan kalium klorida sedikit larut dalam etanol.[12] Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon nonpolar, ia juga larut dalam senyawa nonpolar, meliput kebanyakan minyak atsiri[17] dan banyak perasa, pewarna, dan obat.

Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air secara drastis. Campuran etanol dengan air yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah terbakar dan mudah menyala. Campuran yang kurang dari 50% etanol juga dapat menyala apabila larutan tersebut dipanaskan terlebih dahulu.

Indeks refraksi etanol adalah 1,36242 (pada λ=589,3 nm dan 18,35 °C).[11]

Sifat-sifat kimia

sunting
 
Spektrum Inframerah Tengah Etanol. Spektrum ini diperoleh menggunakan spektrometer FTIR Bruker Tensor 27, dengan Teknik Pengambilan Sampel ATR dengan parameter berikut: Resolusi: 2cm^-1 Sampel: 24 pindaian Latar Belakang: 24 pindaian Spektrum ATR Sumber inframerah MIR Beamsplitter: KBr Detektor: RT-DLaTGS Aksesori: Pike MIRacle Diamond Seperti yang Anda lihat ada pita lebar antara 3400-3200cm^-1, pita itu terkait dengan -OH (Gugus hidroksil)

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan berkutat pada gugus hidroksilnya.

Reaksi asam-basa

sunting

Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Ia hampir netral dalam air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding dengan pH air murni yang sebesar 7,00. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basanya, ion etoksida (CH3CH2O), dengan mereaksikannya dengan logam alkali seperti natrium:

2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2

ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:

CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2.

Reaksi seperti ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air lebih asam daripada etanol, sehingga pembentukan hidroksida lebih difavoritkan daripada pembentuk etoksida.

Halogenasi

sunting

Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil halida seperti etil klorida dan etil bromida:

CH3CH2OH + HClCH3CH2Cl + H2O

Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida.[18] Hidrogen klorida dengan keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.[18][19]

CH3CH2OH + HBrCH3CH2Br + H2O

Reaksi dengan HBr memerlukan proses refluks dengan katalis asam sulfat.[18]

Etil halida juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan alkohol dengan agen halogenasi yang khusus, seperti tionil klorida untuk pembuatan etil klorida, ataupun fosforus tribromida untuk pembuatan etil bromida.[18][19]

CH3CH2OH + SOCl2 → CH3CH2Cl + SO2 + HCl

Pembentukan ester

sunting

Kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan asam karboksilat dan menghasilkan senyawa etil eter dan air:

RCOOH + HOCH2CH3RCOOCH2CH3 + H2O.

Agar reaksi ini menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, air perlu dipisahkan dari campuran reaksi seketika ia terbentuk.

Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik. Dietil sulfat dan trietil fosfat dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam sulfat dan asam fosfat. Senyawa yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat berguna sebagai agen etilasi dalam sintesis organik.

Dehidrasi

sunting

Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:

2 CH3CH2OH → CH3CH2OCH2CH3 + H2O (pada 120'C)
CH3CH2OH → H2C=CH2 + H2O (pada 180'C)

Oksidasi

sunting

Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Proses ini akan sangat sulit menghasilkan asetaldehida oleh karena terjadinya overoksidasi. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida tanpa oksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan piridinium kloro kromat (Pyridinium chloro chromate, PCC).[18]

C2H5OH + 2[O] → CH3COOH + H2O

Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh manusia sebagai asetil-koA.

Pembakaran

sunting

Pembakaran etanol akan menghasilkan karbon dioksida dan air:

C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l);(ΔHr = −1409 kJ/mol[20])

Pembuatan

sunting
 
94% etanol terdenaturasi dalam sebuah botol untuk kegunaan rumah tangga

Etanol dapat diproduksi secara petrokimia melalui hidrasi etilena ataupun secara biologis melalaui fermentasi gula dengan ragi.[21]

Hidrasi etilena

sunting

Etanol yang digunakan untuk kebutuhan industri sering kali dibuat dari senyawa petrokimia, utamanya adalah melalui hidrasi etilena:

C2H4(g) + H2O(g) → CH3CH2OH(l).

Katalisa yang digunakan umumnya adalah asam fosfat.[22] Katalis ini digunakan pertama kali untuk produksi skala besar etanol oleh Shell Oil Company pada tahun 1947.[23] Reaksi ini dijalankan dengan tekanan uap berlebih pada suhu 300 °C.

Proses lama yang pernah digunakan pada tahun 1930 oleh Union Carbide[24] adalah dengan menghidrasi etilena secara tidak langsung dengan mereaksikannya dengan asam sulfat pekat untuk mendapatkan etil sulfat. Etil sulfat kemudian dihidrolisis dan menghasilkan etanol:[18]

C2H4 + H2SO4CH3CH2SO4H
CH3CH2SO4H + H2O → CH3CH2OH + H2SO4

Fermentasi

sunting

Etanol untuk kegunaan konsumsi manusia (seperti minuman beralkohol) dan kegunaan bahan bakar diproduksi dengan cara fermentasi. Spesies ragi tertentu (misalnya Saccharomyces cerevisiae) mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida:

C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2.

Proses membiakkan ragi untuk mendapatkan alkohol disebut sebagai fermentasi. Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi. Pada jenis ragi yang paling toleran terhadap etanol, ragi tersebut hanya dapat bertahan pada lingkungan 15% etanol berdasarkan volume.[25]

Untuk menghasilkan etanol dari bahan-bahan pati, misalnya serealia, pati tersebut haruslah diubah terlebih dahulu menjadi gula. Dalam pembuatan bir, ini dapat dilakukan dengan merendam biji gandum dalam air dan membiarkannya berkecambah. Biji gandum yang beru berkecambah tersebut akan menghasilkan enzim amilase. Biji kecambah gandum ditumbuk, dan amilase yang ada akan mengubah pati menjadi gula.

Untuk etanol bahan bakar, hidrolisis pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan lebih cepat menggunakan asam sulfat encer, menambahkan fungi penghasil amilase, atapun kombinasi dua cara tersebut.[26]

Sifat medis

sunting

Etanol telah banyak dibuktikan menyebabkan kelainan pada metabolisme lipoprotein, sintesis kolesterol dan penurunan sintesis asam empedu, asam kolat, fosfolipid, serta penurunan aktivitas enzim d alfa-hidroksilase.[27]

Penggunaan

sunting
  • Pelarut
  • Campuran minuman (intoksikan)
  • Sintesis bahan kimia lain

Referensi

sunting
  1. ^ National Center for Biotechnology Information. PubChem Compound Database; CID=702
  2. ^ a b c "Ethanol (anhydrous)", ILO-ICSC 
  3. ^ a b c Haynes, W.M., ed. (2010–2011), CRC Handbook of Chemistry and Physics (edisi ke-91st), Boca Raton, FL: CRC Press Inc., hlm. 3–232 
  4. ^ Fire Protection Guide to Hazardous Materials (edisi ke-14th), Quincy, MA: National Fire Protection Association, 2010, hlm. 325–57 
  5. ^ Myers, Richard L.; Myers, Rusty L. (2007). The 100 most important chemical compounds: a reference guide. Westport, Conn.: Greenwood Press. hlm. 122. ISBN 0313337586. 
  6. ^ Roach, J. (18 Juli 2005) "9,000-Year-Old Beer Re-Created From Chinese Recipe." National Geographic News., diakses 14 November 2005.
  7. ^ Couper, A.S. (1858). "On a new chemical theory." Philosophical magazine 16, 104–116. Online reprint
  8. ^ Hennell, H. (1828). "On the mutual action of sulfuric acid and alcohol, and on the nature of the process by which ether is formed". Philosophical Transactions. 118 (365–71): 365. doi:10.1098/rstl.1828.0021. 
  9. ^ Robert Siegel (2007-02-15). "Ethanol, Once Bypassed, Now Surging Ahead". NPR. Diakses tanggal 2007-09-22. 
  10. ^ Joseph DiPardo. "Outlook for Biomass Ethanol Production and Demand" (PDF). United States Department of Energy. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-11-27. Diakses tanggal 2007-09-22. 
  11. ^ a b c CRC Handbook of Chemistry, 44th ed.
  12. ^ a b c d Windholz, Martha (1976). The Merck index: an encyclopedia of chemicals and drugs (edisi ke-9th). Rahway, N.J., U.S.A: Merck. ISBN 0-911910-26-3. 
  13. ^ "Ethanol". Encyclopedia of chemical technology. 9. 1991. hlm. 813. 
  14. ^ Costigan MJ, Hodges LJ, Marsh KN, Stokes RH, Tuxford CW (1980). "The Isothermal Displacement Calorimeter: Design Modifications for Measuring Exothermic Enthalpies of Mixing". Aust J Chem. 33 (10): 2103–19. doi:10.1071/CH9802103. 
  15. ^ Lei Z, Wang H, Zhou R, Duan Z (2002). "Influence of salt added to solvent on extractive distillation". Chem Eng J. 87: 149–56. doi:10.1016/S1385-8947(01)00211-X. 
  16. ^ Pemberton RC, Mash CJ (1978). "Thermodynamic properties of aqueous non-electrolyte mixtures II. Vapour pressures and excess Gibbs energies for water + ethanol at 303.15 to 363.15 K determined by an accurate static method". J Chem Thermodyn. 10 (9): 867–88. doi:10.1016/0021-9614(78)90160-X. 
  17. ^ Merck Index of Chemicals and Drugs, 9th ed.; monographs 6575 through 6669
  18. ^ a b c d e f Streitweiser, Andrew Jr.; Heathcock, Clayton H. (1976). Introduction to Organic Chemistry. MacMillan. ISBN 0-02-418010-6. 
  19. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama m_and_b
  20. ^ Frederick D. Rossini (1937). "Heats of Formation of Simple Organic Molecules". Ind. Eng. Chem. 29 (12): 1424–1430. doi:10.1021/ie50336a024. 
  21. ^ Mills, G.A.; Ecklund, E.E. "Mills GA, Ecklund EE (1987). "Alcohols as Components of Transportation Fuels". Annual Review of Energy. 12: 47–80. doi:10.1146/annurev.eg.12.110187.000403. [pranala nonaktif permanen]
  22. ^ Roberts, John D.; Caserio, Marjorie C. (1977). Basic Principles of Organic Chemistry. W. A. Benjamin, Inc. ISBN 0-8053-8329-8. 
  23. ^ "Ethanol". Encyclopedia of chemical technology. 9. 1991. hlm. 82–. 
  24. ^ Lodgsdon, J.E. (1994). p. 817
  25. ^ Morais PB, Rosa CA, Linardi VR, Carazza F, Nonato EA (1996). "Production of fuel alcohol by Saccharomyces strains from tropical habitats". Biotechnology Letters. 18 (11): 1351–6. doi:10.1007/BF00129969.  [pranala nonaktif permanen]
  26. ^ Badger, P.C. "Ethanol From Cellulose: A General Review." p. 17–21. In: J. Janick and A. Whipkey (eds.), Trends in new crops and new uses. ASHS Press, 2002, Alexandria, VA. Retrieved on September 2, 2007.
  27. ^ (Inggris) "Effects of acute and chronic ethanol intake on bile acid metabolism". Monroe P, Vlahcevic ZR, Swell L. Diakses tanggal 2010-11-18. 

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting