Penyu sisik
Eretmochelys imbricata di laut Útila, Honduras.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Eretmochelys
Spesies:
E. imbricata
Nama binomial
Eretmochelys imbricata
Subspesies

E. imbricata bissa (Rüppell, 1835)
E. imbricata imbricata (Linnaeus, 1766)

Wilayah penyebaran penyu sisik
Sinonim

E. imbricata squamata sinonim junior

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini adalah satu-satunya spesies dalam genusnya. Spesies ini memiliki persebaran di seluruh dunia, dengan dua subspesies terdapat di Atlantik dan Pasifik. E. imbricata imbricata adalah subspesies di Atlantik, sedangkan E. imbricata bissa adalah subspesies di wilayah Indo-Pasifik.[2]

Penampilan penyu sisik mirip dengan penyu lainnya. Penyu ini umumnya memiliki bentuk tubuh yang datar, dengan sebuah karapaks sebagai pelindung, dan sirip menyerupai lengan yang beradaptasi untuk berenang di samudra terbuka. Perbedaan E. imbricata dari penyu lainnya yang sangat mudah dibedakan adalah paruhnya yang melengkung dengan bibir atas yang menonjol, dan tampilan pinggiran cangkangnya yang seperti gergaji. Cangkang penyu sisik dapat berubah warna, sesuai dengan temperatur air. Walaupun penyu ini menghabiskan separuh hidupnya di samudra terbuka, sesekali mereka juga mendatangi laguna yang dangkal dan terumbu karang.

Praktik memancing yang dilakukan oleh manusia menyebabkan populasi E. imbricata terancam punah.[3] World Conservation Union mengklasifikasikan penyu sisik sebagai spesies kritis.[1] Cangkang penyu sisik adalah sumber utama dari material cangkang kura-kura yang digunakan untuk bahan dekorasi atau hiasan. Convention on International Trade in Endangered Species melarang penangkapan dan penjualan penyu sisik maupun produk-produk yang berasal darinya.[4]

Anatomi dan morfologi

sunting

E. imbricata memiliki tampilan menyerupai kura-kura laut. Seperti anggota keluarganya yang lain, penyu tersebut memiliki bentuk tubuh yang datar dengan sepasang tungkai depan sebagai pendayung untuk berenang dalam air. Penyu ini perlu sesekali naik ke permukaan air untuk bernapas karena bernapas dengan paru-paru.[5]

 
Pinggiran karapaks yang bergerigi dan skat-skat yang saling tumpang tindih bisa ditemukan pada individu ini

Rata-rata penyu sisik dewasa diketahui dapat tumbuh sampai sepanjang 1 meter dan berat sekitar 80 kg. Penyu sisik terbesar yang pernah ditangkap memiliki berat 127 kg.[6] Cangkang penyu, atau karapaks, memiliki susunan latar belakang kuning dengan kombinasi garis-garis terang dan gelap yang tak beraturan yang didominasi oleh warna hitam dan bintik-bintik berwarna cokelat yang memancar ke arah samping.[7]

Terdapat beberapa karakteristik penyu sisik yang membedakannya dari spesies penyu lainnya. Salah satunya adalah bentuk kepala yang memanjang dengan rahang yang cukup besar dan mulut meruncing menyerupai paruh burung elang, sehingga disebut hawksbill turtle dalam bahasa Inggris. Paruhnya lebih tajam dan menonjol ketimbang jenis penyu lainnya. Lengan penyu sisik memiliki dua cakar yang terlihat pada setiap sirip.[5]

 
Paruh penyu sisik dilihat dari jarak dekat

Salah satu karakteristik penyu sisik yang sangat mudah terlihat adalah susunan skatyang menghiasi karapaksnya. Karapaks pada penyu sisik memiliki lima skat tengah dan empat pasang skat lateral, dengan bagian belakang skat yang saling tumpang tindih sedemikian rupa sehingga pinggiran belakang karapaksnya terlihat bergerigi, mirip dengan tepi gergaji atau pisau bistik. Karapaks penyu tersebut diketahui dapat mencapai panjang 1 m (3 kaki).[8]

Pasir yang dilalui penyu sisik membentuk pola asimetris, karena mereka merangkak di atas tanah dengan cara berjalan alternatif. Berbeda dengan penyu hijau dan penyu belimbing yang merangkak secara simetris.[9][10]

Karena memakan cnidaria yang berbisa, daging penyu sisik mengandung racun.[11]

Persebaran

sunting

Penyu sisik dapat ditemukan di beberapa tempat yang umumnya berada di daerah tropis Samudra Hindia, Pasifik, dan Atlantik. Dari seluruh spesies penyu, E. imbricata adalah satu-satunya spesies yang paling terikat dengan perairan tropis yang hangat. Dua subpopulasi utama yang diketahui adalah subpopulasi Atlantik dan Indo-Pasifik.[12]

 
Model lainnya dari kemungkinan distribusi E. imbricata: Lingkaran merah menunjukan tempat sarang utama yang diketahui. Lingkaran kuning adalah tempat sarang minor.

Subpopulasi Atlantik

sunting
 
Seekor penyu sisik di Saba, Antilles Belanda

Di Atlantik, rentang populasi penyu sisik berada di barat Teluk Meksiko dan tenggara Tanjung Harapan di Afrika Selatan.[12][13][14] Mereka hidup di lepas pantai Brasil (khususnya Bahia) hingga selatan Florida dan perairan lepas Virginia.[6] Sebaran spesies tersebut dapat meluas hingga bagian utara Long Island Sound dan Massachusetts[15] di bagian barat Atlantik dan perairan dingin Selat Inggris di bagian timur (penampakan spesies paling utara sampai saat ini).

Di Karibia, pantai-pantai yang dijadikan sebagai sarang utama berada di Antilles Kecil, Barbados,[16] Guadeloupe,[17] Tortuguero di Kosta Rika,[18] dan di Yucatan. Penyu sisik juga mencari makan di lepas pantai Kuba[19] dan di sekitar Pulau Mona dekat Puerto Riko,[20] serta di berbagai tempat lainnya.

Subpopulasi Indo-Pasifik

sunting

Di Samudra Hindia, penyu sisik umumnya terdapat di pesisir timur Afrika, termasuk laut yang berada di sekitar Madagaskar dan kelompok pulau-pulau terdekat, dan di seluruh pesisir selatan Asia, termasuk Teluk Persia, Laut Merah, dan pesisir Anak benua India dan Asia Tenggara. Mereka muncul di sepanjang Kepulauan Melayu dan sebelah utara Australia. Di Pasifik, penyu sisik hanya terdapat di wilayah samudra tropis dan subtropis. Di bagian barat, hewan tersebut terdapat di sebelah barat daya Semenanjung Korea dan Kepulauan Jepang sampai sebelah utara Selandia Baru.[butuh rujukan]

Filipina memiliki beberapa sarang penyu sisik, termasuk pulau Boracay.[21] Sekelompok kecil pulau-pulau di sebelah barat daya kepulauan Filipina dinamakan Kepulauan Penyu karena dua spesies penyu bersarang di sana: penyu sisik dan penyu hijau.[22] Di Hawaii, penyu sisik kebanyakan bersarang di pulau-pulau utama yakni Oahu, Maui, Molokai, dan Hawaii.[23] Di Australia, penyu sisik diketahui bersarang di Pulau Milman di Karang Penghalang Besar.[24] Penyu sisik bersarang di sebelah barat Pulau Cousine di Seychelles, tempat spesies tersebut telah dilindungi secara hukum sejak 1994, dan beberapa populasi telah dipulihkan.[25] Pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil di Seychelles, seperti Aldabra, merupakan tempat makan yang populer bagi penyu sisik yang belum dewasa.[10][26]

Subpopulasi Pasifik Timur

sunting

Di bagian timur Pasifik, penyu sisik diketahui berada di Semenanjung Baja di sebelah selatan Meksiko sampai pesisir selatan Peru.[12] Meskipun demikian, pada tahun 2007, sebagian besar spesies tersebut telah dianggap punah di wilayah tersebut.[27] Sejak ditemukannya sisa-sisa tempat bertelur dan mencari makan penyu sisik di Meksiko, El Salvador, Nikaragua, dan Ekuador, peluang untuk meneliti dan mengkonservasi spesies ini semakin besar. Berbeda dengan kebiasaan mereka di tempat lainnya di dunia, di mana penyu sisik biasanya tinggal di terumbu karang dan wilayah berbatu, di bagian timur Pasifik, penyu sisik umumnya mencari makan dan bertelur di muara hutan bakau, misalnya di Bahia de Jiquilisco (El Salvador), Teluk Fonseca (Nikaragua, El Salvador, dan Honduras), Estero Padre Ramos (Nikaragua), dan Teluk Guayaquil (Ekuador).[28] Insiatif multinasional, seperti Eastern Pacific Hawksbill Initiative Diarsipkan 2013-12-02 di Wayback Machine., baru-baru ini menggalakkan upaya penelitian dan pengonservasian populasi penyu sisik yang masih kurang dipahami pada saat ini.

Ekologi

sunting

Habitat

sunting

Penyu sisik dewasa biasanya ditemukan di terumbu karang tropis. Mereka biasanya terlihat sedang beristirahat di gua-gua dan sekitaran terumbu karang sepanjang hari. Sebagai spesies yang bermigrasi sangat jauh, mereka dapat mendiami berbagai habitat, dari samudra terbuka sampai laguna dan rawa hutan bakau di muara.[8][29] Sedikit yang diketahui mengenai preferensi habitat kehidupan awal E. imbricata; seperti penyu muda lainnya, mereka digolongkan sebagai pelagis sempurna, yang tetap berada di laut sampai masa dewasa.[30]

Makanan

sunting
 
E. imbricata di sebuah terumbu karang di Venezuela

Penyu sisik adalah omnivora, dengan spons laut sebagai makanan utamanya. Di Karibia, 70–95% penyu sisik menjadikan spons sebagai makanannya. Namun, seperti kebanyakan spongivora, mereka hanya memakan spesies tertentu dan tidak memakan yang lainnya. Populasi di Karibia utamanya memakan mangsa yang berasal dari ordo Astroforida, Spiroforida, dan Hadromerida dalam kelas Demospongiae.[31]

Selain memakan spons, penyu sisik juga memakan alga, cnidaria, Ctenofora, dan ubur-ubur lainnya, serta anemon laut.[8] Mereka juga memakan ubur-ubur berbahaya seperti ubur-ubur api (Physalia physalis) dari kelas hydrozoa. Penyu sisik menutup mata untuk melindungi mata mereka ketika memakan cnidaria. Sengatan dari ubur-ubur api tak mempan terhadap lapisan kepala penyu tersebut.[6]

Penyu sisik memiliki ketangguhan dan ketahanan yang tinggi terhadap mangsa mereka. Beberapa spons yang mereka makan, seperti Aaptos aaptos, Chondrilla nucula, Tethya actinia, Spheciospongia vesparium, dan Suberites domuncula, sangat (sering kali mematikan) beracun bagi organisme lainnya. Selain itu, penyu sisik memilih untuk mengonsumsi spesies spons yang mengandung silika spikula dalam jumlah signifikan, misalnya Ancorina, Geodia (G. gibberosa[6]), Ecionemia, dan Placospongia.[31]

Sejarah Kehidupan

sunting
 
E. imbricata muda dari Pulau Réunion.

Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah kehidupan penyu sisik.[32] Sejarah kehidupan mereka dapat dibagi menjadi tiga fase, yakni fase pelagis, dari mulai menetas (tukik) sampai berukuran sepanjang 20 cm; fase bentik, ketika penyu yang belum dewasa mulai mencari tempat makan; dan fase reproduksi, ketika penyu telah mencapai kematangan seksual.[33][34] Fase pelagis kemungkinan berakhir pada usia 1 sampai 4 tahun.[35][36] Penyu sisik akan menunjukan tingkat kesetiaan pada kelompoknya setelah mencapai fase bentik,[37] meskipun perpindahan ke habitat lainnya yang serupa juga bisa terjadi.[38]

Perkembangbiakan

sunting

Penyu sisik kawin sebanyak dua kali dalam setahun di laguna terpencil yang berada di lepas pantai tempat mereka bersarang di pulau-pulau yang terpantau oleh kelompoknya. Musim berkembang biak penyu sisik Atlantik belangsung pada bulan April sampai November. Populasi Samudra Hindia, seperti populasi penyu sisik Seychelles, berkembang biak dari bulan September sampai Februari.[10] Setelah kawin, penyu sisik betina akan menyeret tubuhnya sampai ke pantai saat malam hari. Penyu betina membersihkan area di sekelilingnya dan membuat lubang yang digunakan untuk menyimpan telur dengan menggunakan sirip belakangnya, kemudian mengeluarkan telur-telur tersebut dari tubuhnya dan menutupinya dengan pasir. Sarang E. imbricata di Karibia dan Florida biasanya berisi sekitar 140 telur. Setelah proses yang panjang, betina tersebut kemudian kembali ke laut.[8][13]

Bayi penyu, yaitu tukik, biasanya memiliki berat kurang dari 24 gram, akan merangkak keluar dari lubangnya pada malam hari sekitar dua bulan kemudian. Tukik yang baru menetas berwarna gelap, dengan karapaks berbentuk hati berukuran panjang sekitar 25 cm (9,8 in). Mereka secara naluriah merangkak menuju laut saat tertarik dengan pantulan cahaya bulan di atas air (bisa juga sumber pencahayaan lain seperti lampu jalan dan penerangan). Ketika bergerak di bawah naungan kegelapan, bayi penyu yang tidak mencapai air pada saat fajar bisa dimangsa oleh burung pantai, kepiting pantai, dan predator lainnya.[8]

 
Bayi penyu sisik, atau tukik, di Puerto Riko

Kehidupan awal

sunting

Sejarah kehidupan penyu sisik saat masih muda tidak diketahui. Saat mencapai laut, tukik dianggap telah memasuki tahap hidup pelagik (seperti penyu laut lainnya) untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Meskipun tingkat pertumbuhan penyu sisik tidak diketahui, ketika penyu remaja mencapai ukuran 35 cm (14 in), mereka beralih dari gaya hidup pelagik menuju ke kehidupan di terumbu karang.[butuh rujukan]

Masa Dewasa

sunting

Penyu sisik memasuki masa dewasa setelah berusia 30 tahun.[13] Mereka dipercaya dapat hidup selama 30 sampai 50 tahun di alam liar.[39] Seperti penyu lainnya, sebagian besar hidup penyu sisik dihabiskan dengan menyendiri; mereka bertemu hanya untuk mendapatkan pasangan. Minat hewan tersebut terhadap migrasi sangat tinggi.[32] Karena karapaks mereka keras, predator penyu sisik dewasa hanya hiu, buaya muara, gurita, dan beberapa spesies ikan pelagik.[32]

Serangkaian tanda biotik dan abiotik, seperti genetik individu, baik secara kuantitas maupun kualitas[40] atau kepadatan populasi, dapat memicu pematangan organ reproduksi dan produksi gamet, dan dengan demikian bisa menentukan kematangan seksual. Seperti kebanyakan reptil, seluruh penyu laut dari agregasi yang sama tidak bisa mencapai kematangan seksual pada ukuran dan usia yang sama.[41] Masa kedewasaan terjadi antara usia 10[42] sampai 25 tahun[43] untuk penyu sisik Karibia. Penyu yang bersarang di wilayah Indo-Pasifik mengalami masa dewasa minimal pada usia 30 sampai 35 tahun.[44][45]

Sejarah Evolusi

sunting

Sebagai penyu laut, E. imbricata memiliki beberapa ciri-ciri anatomi dan ekologi yang unik. Hewan ini adalah satu-satunya reptil yang berasal dari spongivora. Karenanya, proses evolusinya agak tidak jelas. Analisis molekuler menggolongkan Eretmochelys ke dalam tribus taksonomi Carettini, yang meliputi penyu tempayan karnivora dan penyu belimbing, bukannya tribus Chelonini, yang meliputi penyu hijau herbivora. Penyu sisik kemungkinan berevolusi dari hewan purba yang karnivora.[46]

Sejarah Etimologi dan Taksonomi

sunting
 
Penyu sisik (kanan atas) dalam sebuah gambar dari tahun 1904 karya Ernst Haeckel

Linnaeus awalnya menamakan penyu sisik sebagai Testudo imbricata pada tahun 1766, dalam Systema Naturae edisi ke-12.[47] Pada tahun 1843, seorang ahli zoologi Austria yang bernama Leopold Fitzinger memasukkan hewan tersebut dalam genus Eretmochelys.[48] Pada tahun 1857, spesies tersebut selama beberapa saat disalahartikan sebagai Eretmochelys imbricata squamata.[49]

Dua subspesies dimasukkan dalam takson E. imbricata. E. i. bissa (Rüppell, 1835) merujuk pada populasi yang berada di Samudra Pasifik.[50] Populasi yang berada Atlantik adalah subspesies yang terpisah, yakni E. i. imbricata (Linnaeus, 1766). Subspesies tersebut tergolong dalam takson Atlantik, karena jenis spesimen Linnaeus berasal dari Atlantik.[51]

Fitzinger menggunakan nama genus Eretmochelys, gabungan dari kata eretmo dan chelys dalam bahasa Yunani, yang masing-masingnya berarti "dayung" dan "penyu". Nama tersebut merujuk pada sirip penyu bagian depan yang menyerupai dayung. Nama spesies imbricata berasal dari bahasa Latin, yang artinya lapisan. Penamaan ini sangat tepat untuk mendeskripsikan skat bagian belakang pada penyu tersebut yang bertumpang tindih. Nama subspesies penyu sisik Pasifik, bissa, adalah bahasa Latin untuk "ganda". Subspesies tersebut awalnya dinamakan Caretta bissa; istilah tersebut dipakai karena hewan tersebut adalah spesies kedua dalam genus tersebut.[52] Caretta adalah genus penyu sisik yang berukuran lebih besar, yakni penyu tempayan.

Pemanfaatan oleh Manusia

sunting
 
Uang wanita bangsa Palau (toluk)

Di berbagai belahan dunia, penyu sisik ditangkap oleh manusia secara ilegal dengan cara memburunya.[53] Di beberapa bagian dunia, penyu sisik dikonsumsi sebagai makanan lezat. Sejak abad ke-5 SM, penyu, termasuk penyu sisik, dikonsumsi sebagai makanan lezat di Tiongkok.[54]

Beberapa kebudayaan juga menggunakan cangkang penyu untuk hiasan. Cangkang penyu sisik yang indah telah dimanfaatkan sejak zaman Mesir, dan material tersebut dikenal sebagai cangkang kura-kura, yang umumnya berasal dari penyu sisik.[55] Di Tiongkok, di mana hewan tersebut dikenal sebagai tai mei, penyu sisik disebut sebagai "penyu bercangkang kura-kura", penamaan utama untuk cangkang tersebut, yang digunakan untuk membuat dan mendekorasi berbagai barang-barang kecil, seperti halnya di negara-negara Barat.[54] Di Jepang, skat cangkang penyu sisik juga dimanfaatkan, yang disebut bekko dalam bahasa Jepang. Hewan ini dimanfaatkan untuk pembuatan barang-barang pribadi, seperti kerangka kacamata dan bahan pembuatan shamisen (alat musik tradisional Jepang yang memiliki tiga dawai).[55] Pada tahun 1994, Jepang menghentikan impor cangkang penyu sisik dari negara lain. Sebelumnya, rata-rata cangkang penyu sisik yang dijual di Jepang mencapai 30.000 kg (66.000 pon) per tahun.[19][56] Di negara-negara Barat, cangkang penyu sisi telah dimanfaatkan oleh bangsa Yunani Kuno dan Romawi Kuno untuk membuat perhiasan seperti sisir, sikat, dan cincin.[57] Sebagian besar penjualan cangkang penyu sisik berasal dari Karibia. Pada tahun 2006, cangkang yang tersedia diproses secara teratur, sering kali dalam jumlah besar, di berbagai negara termasuk Republik Dominika dan Kolombia.[58]

Konservasi

sunting
 
Seekor penyu sisik di Tobago
 
Penangkaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu

Sebuah konsensus telah menunjukkan bahwa penyu laut, termasuk E. imbricata, berjumlah sangat sedikit. Spesies tersebut terancam karena pertumbuhan dan kedewasaan mereka rendah, serta tingkat reproduksi mereka rendah. Kebanyakan penyu dewasa telah dibunuh oleh manusia, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Selain itu, manusia dan hewan mengancam tempat sarang mereka, dan mamalia kecil membawa pergi telur-telur tersebut.[8] Di Kepulauan Virgin AS, garangan menyerbu telur-telur milik penyu sisik (bersama dengan milik penyu lainnya, seperti Dermochelys coriacea) setelah mereka letakkan.[59]

Pada tahun 1982, IUCN Red List untuk Spesies Terancam pertama kali memasukkan E. imbricata sebagai spesies terancam.[60] Status terancam tersebut berkali-kali dikatakan dalam beberapa pengumuman pada 1986,[61] 1988,[62] 1990,[63] dan 1994[64] sampai hewan tersebut dipindahkan dalam status kritis pada 1996.[1] Sebelumnya, dua petisi menetapkan statusnya sebagai spesies terancam yang mengklaim bahwa penyu tersebut (bersama dengan tiga spesies lainnya) memiliki beberapa ketetapan signifikan terkait populasi tersebut di dunia. Petisi tersebut ditolak berdasarkan analisis mereka terhadap data yang diajukan oleh Marine Turtle Specialist Group (MTSG). Data tersebut diberikan oleh MTSG yang menunjukkan populasi penyu sisik di dunia telah menurun sebanyak 80% dalam tiga generasi terbaru, dan tidak ada peningkatan signifikan pada jumlah populasi-nya pada tahun 1996. Namun status CR A2 ditolak karena IUCN tidak menemukan data yang cukup untuk menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah lebih dari 80% pada masa depan.[65]

Spesies tersebut (bersama dengan seluruh anggota keluarga Cheloniidae) masuk pada Lampiran I dari Convention on International Trade in Endangered Species.[4] Mengimpor atau mengekspor produk penyu, atau membunuh, menangkap, atau mengusik penyu sisik adalah tindakan yang dianggap ilegal.[53]

Keterlibatan masyarakat lokal dalam upaya konservasi juga telah meningkat pada beberapa tahun terakhir.[butuh rujukan]

United States Fish and Wildlife Service dan National Marine Fisheries Service mengklasifikasikan penyu sisik sebagai spesies terancam dibawah Undang-Undang mengenai Spesies Terancam[66] sejak 1970. Pemerintahan AS mendirikan beberapa rencana pemulihan[67] untuk melindungi E. imbricata.[68]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Mortimer, J.A & Donnelly, M. (2008). "Eretmochelys imbricata". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 12 Juni 2011. 
  2. ^ "Eretmochelys imbricata". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 5 Februari 2007. 
  3. ^ (Indonesia) Tentang Penyu - Yayasan Penyu.org
  4. ^ a b CITES (2006-06-14). "Appendices" (SHTML). Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-03. Diakses tanggal 2007-02-05. 
  5. ^ a b Fajar, Jay (2014-11-10). "Penyu Sisik, Penyu Pengembara Yang Terancam Punah". Mongabay.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-05. 
  6. ^ a b c d "Species Booklet: Hawksbill sea turtle". Virginia Fish and Wildlife Information Service. Virginia Department of Game & Inland Fisheries. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-24. Diakses tanggal 2007-02-06. 
  7. ^ "Hawksbill turtle – Eretmochelys imbricata: More information". Wildscreen. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-28. Diakses tanggal 2007-02-05. 
  8. ^ a b c d e f "Eretmochelys imbricata, Hawksbill Sea Turtle". MarineBio.org. Diakses tanggal 2007-02-05. 
  9. ^ "The Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata)". turtles.org. Diakses tanggal 2007-02-22. 
  10. ^ a b c "Hawksbill". SeychellesTurtles.org - Strategic Management of Turtles. Marine Conservation Society, Seychelles. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-17. Diakses tanggal 2007-02-22. 
  11. ^ "The Hawksbill Turtle: Eretmochelys imbricata". Auckland Zoo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-09. Diakses tanggal 2007-07-14. 
  12. ^ a b c "Species Fact Sheet: Eretmochelys imbricata (Linnaeus, 1766)". FIGIS - Fisheries Global Information System. United Nations. 2006. Diakses tanggal 2009-06-14. 
  13. ^ a b c "Hawksbill Sea Turtle (Eretmochelys imbricata)". North Florida Field Office. United States Fish and Wildlife Service. 2005-12-09. Diakses tanggal 2007-02-18. 
  14. ^ Formia, Angela (2003). "Sea Turtle Conservation along the Atlantic Coast of Africa". Marine Turtle Newsletter. IUCN Marine Turtle Specialist Group. 100: 33–37. Diakses tanggal 2007-02-18. 
  15. ^ Pope, C. H. (1939). Turtles of the United States and Canada. New York: Alfred A. Knopf. 
  16. ^ Beggs, Jennifer A. (2007). "Increase in hawksbill sea turtle Eretmochelys imbricata nesting in Barbados, West Indies" (PDF). Endangered Species Research. ESR. 3: 159–168. doi:10.3354/esr003159. Diakses tanggal 2010-12-06. 
  17. ^ Kamel, Stephanie J. (2009). "Nesting Ecology of the Hawksbill Turtle, Eretmochelys imbricata, in Guadeloupe, French West Indies from 2000–07" (PDF). Journal of Herpetology. 43 (3): 367–376. doi:10.1670/07-231R2.1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-03-26. Diakses tanggal 2010-12-06. 
  18. ^ Bjorndal, Karen A. (December 1993). "Decline of the Nesting Population of Hawksbill Turtles at Tortuguero, Costa Rica". Conservation Biology. Blackwell Publishing. 7 (4): 925–927. doi:10.1046/j.1523-1739.1993.740925.x. JSTOR 2386826. 
  19. ^ a b Heppel, Selina S. (June 1996). "Analysis of a Fisheries Model for Harvest of Hawksbill Sea Turtles (Eretmochelys imbricata)". Conservation Biology. Blackwell Publishing. 10 (3): 874–880. doi:10.1046/j.1523-1739.1996.10030874.x. JSTOR 2387111. 
  20. ^ Bowen, B. W. (May 1996). "Origin of Hawksbill Turtles in a Karibia Feeding Area as Indicated by Genetic Markers". Ecological Applications. The Ecological Society of America. 6 (2): 566–572. doi:10.2307/2269392. JSTOR 2269392. 
  21. ^ Colacion, Artem (2005-03-10). "Uriel's journey home — a Young pawikan's story in Boracay". The Philippine STAR. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-06-11. Diakses tanggal 2007-02-06. 
  22. ^ "Ocean Ambassadors - Philippine Turtle Islands". Coastal Resource & Fisheries Management of the Philippines. OneOcean.org. Diakses tanggal 2007-02-06. 
  23. ^ Hoover, John P. (2008). The Ultimate Guide to Hawaiian Reef Fishes, Sea Turtles, Dolphins, Whales, and Seals. Mutual Publishing. ISBN 978-1-56647-887-8. 
  24. ^ Loop, K. A. (1995). "Nesting by the hawsbill turtle (Eretmochelys imbricata) on Milman Island, Great Barrier Reef, Australia". Wildlife Research. CSIRO Publishing. 22 (2): 241–251. doi:10.1071/WR9950241. Diakses tanggal 2007-02-21. 
  25. ^ Allen, ZC (April 2010). "Hawksbill turtle monitoring in Cousin Island" (PDF). Endangered Species Research. 11 (3): 195–200. doi:10.3354/esr00281. Diakses tanggal 23 April 2012. 
  26. ^ Hitchins, P. M. (2004-04-27). "Nesting success of hawksbill turtles (Eretmochelys imbricata) on Cousine Island, Seychelles". Journal of Zoology. Cambridge University Press, The Zoological Society of London. 264 (2): 383–389. doi:10.1017/S0952836904005904. Diakses tanggal 2007-02-21. 
  27. ^ Gaos, Alexander (2010). "Signs of Hope in the Eastern Pacific: International collaboration reveals encouraging status of hawksbill turtles in the eastern Pacific" (PDF). Oryx. 44 (4): 595. doi:10.1017/S0030605310000773. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-30. Diakses tanggal 2014-04-20. 
  28. ^ Gaos, Alexander (2011). "Shifting the life-history paradigm: discovery of novel habitat use by hawksbill turtles" (PDF). Biol Lett. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-12-03. Diakses tanggal 2014-04-22. 
  29. ^ Lutz, P. L. (1997). The Biology of Sea Turtles. Boca Raton, Florida: CRC Press. ISBN 0-8493-8422-2. 
  30. ^ Houghton, Jonathan D. R. (2003). "Habitat utilization by juvenile hawksbill turtles (Eretmochelys imbricata, Linnaeus, 1766) around a shallow water coral reef" (PDF). Journal of Natural History. 37 (10): 1269–1280. doi:10.1080/00222930110104276. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-15. Diakses tanggal 2007-03-17. 
  31. ^ a b Meylan, Anne (1988-01-22). "Spongivory in Hawksbill Turtles: A Diet of Glass". Science. American Association for the Advancement of Science. 239 (4838): 393–395. doi:10.1126/science.239.4838.393. JSTOR 1700236. PMID 17836872. 
  32. ^ a b c Edelman, Michael (2004). "Eretmochelys imbricata: Information". Animal Diversity Web. University of Michigan Museum of Zoology. Diakses tanggal 2007-02-04. 
  33. ^ Boulon, R. (1994). Growth Rates of Wild Juvenile Hawksbill Turtles, Eretmochelys imbricata, in St. Thomas, United States Virgin Islands. Copeia, 1994: 3 pp 811-814
  34. ^ Van Dam, R.P. & C.E. Diez. 1997b. Diving behavior of immature hawksbill turtles (Eretmochelys imbricata) in a Karibia reef habitat. Coral Reefs 16: 133-138.
  35. ^ WITZELL, W. N. 1983. Synopsis of biological data on the hawksbill turtle, Eretmochelys imbricata (Linnaeus 1766). FAO Fisheries Synopsis 137:1-78.
  36. ^ MUSICK, J.A. & C. J. LIMPUS. 1997. Habitat utilization and migration in juvenile sea turtles. In: P. L. Lutz & J. A. Musick (Eds). The Biology of Sea Turtles. CRC Press, Boca Raton. pp. 137-163.
  37. ^ LIMPUS, C.J. 1992. The hawksbill turtle, Eretmochelys imbricata, in Queensland: Population structure within a southern Great Barrier Reef feeding ground. Wildlife Research, 19, 489-506.
  38. ^ BOULON, R.H. 1989. Virgin Island turtle tags recovered outside the U. S. Virgin Islands. In: S.A. Eckert, K.L. Eckert & T.H. Richardson (Compilers). Proceedings of the Ninth Annual Workshop on Sea Turtle Conservation and Biology. U.S. Dept. of Commerce. NOAA Tech. Memo. NMFS-SEFC-232. pp 207.
  39. ^ "Atlantic Hawksbill Sea Turtle Fact Sheet". New York State Department of Environmental Conservation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-27. Diakses tanggal 2009-06-10. 
  40. ^ León, Y.M. and C.E. Diez, 1999. Population structure of hawksbill turtles on a foraging ground in Dominican Republic (Chelonian Conservation and Biology; 1999, v. 3, no. 2, p. 230-236)
  41. ^ LIMPUS, C.J., P.J. COUPER & M.A. READ. 1994. The green turtle, Chelonia mydas, in Queensland: population structure in a warm temperate feeding area. Memoirs of the Queensland Museum 35: 139-154.
  42. ^ Moncada, F. Carrillo, E., Saenz, A., and Nodarse, G. (1999). Reproduction and Nesting of the Hawksbill Turtle, Eretmochelys imbricata, in the Cuban Archipelago. Chelonian Conservation and Biology, 3(2):257–263
  43. ^ Diez, C. E. & Van Dam, R. P. (2002). Habitat effect on hawksbill turtle growth rates on feeding grounds at Mona and Monito Islands, Puerto Rico. Marine Ecology Progress Series. 234:301-309.
  44. ^ Limpus, C.J. and Miller, J.D. 2000. Final Report for Australian Hawksbill Turtle Population Dynamics Project. A Project Funded by the Japan Bekko Association to Queensland Parks and Wildlife Service. Dr. Colin J. Limpus and Dr. Jeffrey D. Miller, Planning and Research Division, Queensland Parks and Wildlife Service, P.O. Box 155, Brisbane Albert Street, Qld 4002, Australia.
  45. ^ Mortimer, J.A., Collie, J.,Jupiter, T. Chapman, R. Liljevik, A. and Betsy, B. 2003. Growth rates of immature hawksbills (Eretmochelys imbricata) at Aldabra Atoll, Seychelles (Western Indian Ocean). In: J.A. Seminoff (ed.), Proceedings of the Twenty-Second Annual Symposium on Sea Turtle Biology and Conservation, pp. 247.
  46. ^ Bowen, Brian W. (15 June 1993). "A Molecular Phylogeny for Marine Turtles: Trait Mapping, Rate Assessment, and Conservation Relevance". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. National Academy of Sciences. 90 (12): 5574–5577. doi:10.1073/pnas.90.12.5574. PMC 46763 . PMID 8516304. 
  47. ^ "Testudo imbricata Linnaeus, 1766". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 5 Februari 2007. 
  48. ^ "Eretmochelys Fitzinger, 1843". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 5 Februari 2007. 
  49. ^ "Eretmochelys imbricata squamata Agassiz, 1857". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 5 February 2007. 
  50. ^ "Eretmochelys imbricata bissa (Rüppell, 1835)". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 5 Februari 2007. 
  51. ^ "Eretmochelys imbricata imbricata (Linnaeus, 1766)". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 5 Februari 2007. 
  52. ^ Beltz, Ellin. "Translations and Original Descriptions: Turtles". Scientific and Common Names of the Reptiles and Amphibians of North America - Explained. ebeltz.net. Diakses tanggal 2007-02-06. 
  53. ^ a b UNEP-WCMC. "Eretmochelys imbricata". UNEP-WCMC Species Database: CITES-Listed Species. United Nations Environment Programme - World Conservation Monitoring Centre. A-301.003.003.001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2007-02-05. 
  54. ^ a b Schafer, Edward H. (1962). "Eating Turtles in Ancient China". Journal of the American Oriental Society. American Oriental Society. 82 (1): 73–74. doi:10.2307/595986. JSTOR 595986. 
  55. ^ a b [1] Diarsipkan 2010-11-28 di Wayback Machine. STRP Hawksbill Sea Turtle
  56. ^ Strieker, Gary (2001-04-10). "Tortoiseshell ban threatens Japanese tradition". CNN.com/sci-tech. Cable News Network LP, LLLP. Diakses tanggal 2007-03-02. 
  57. ^ Casson, Lionel (1982). "Periplus Maris Erythraei: Notes on the Text". The Journal of Hellenic Studies. The Society for the Promotion of Hellenic Studies. 102: 204–206. doi:10.2307/631139. JSTOR 631139. 
  58. ^ "Turtles of the Karibia: the curse of illegal trade". Newsroom. World Wide Fund for Nature. 2006-10-01. Diakses tanggal 2007-02-27. 
  59. ^ Nellis, David W. (June 1983). "Mongoose Predation on Sea Turtle Eggs and Nests" (PDF). Biotropica. The Association for Tropical Biology and Conservation. 15 (2): 159–160. doi:10.2307/2387964. JSTOR 2387964. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-04-05. Diakses tanggal 2007-02-16. 
  60. ^ Groombridge, B. (1982). The IUCN Amphibia-Reptilia Red Data Book, Part 1: Testudines, Crocodylia, Rhynocehapalia. Gland, Switzerland: IUCN. 
  61. ^ IUCN Conservation Monitoring Centre (1986). 1986 IUCN Red List of Threatened Animals. Gland, Switzerland and Cambridge, UK: IUCN. ISBN 2-88032-605-2. 
  62. ^ IUCN Conservation Monitoring Centre (1988). 1988 IUCN Red List of Threatened Animals. Gland, Switzerland and Cambridge, UK: IUCN. 
  63. ^ IUCN (1990). 1990 IUCN Red List of Threatened Animals. Gland, Switzerland and Cambridge, UK.: IUCN. 
  64. ^ Groombridge, B. (1994). 1994 IUCN Red List of Threatened Animals. Gland, Switzerland: IUCN. ISBN 2-8317-0194-5. 
  65. ^ Red List Standards & Petitions Subcommittee (2001-10-18). "Ruling of the IUCN Red List Standards and Petitions Subcommittee on Petitions against the 1996 Listings of Four Marine Turtle Species, 18 October 2001" (PDF). International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-12-06. Diakses tanggal 2007-02-05. 
  66. ^ Endangered Species Act
  67. ^ recovery plans
  68. ^ "Species Profile: Hawksbill sea turtle (Eretmochelys imbricata)". USFWS Threatened and Endangered Species System (TESS). United States Fish and Wildlife Service. 1970-06-02. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-05-10. Diakses tanggal 2007-02-05. 

Pranala luar

sunting