El Al Penerbangan 1862
Pada tanggal 4 Oktober 1992, El Al Penerbangan 1862, sebuah pesawat kargo Boeing 747 yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan Israel El Al, jatuh ke kompleks apartemen Groeneveen dan Klein-Kruitberg di lingkungan permukiman Bijlmermeer (biasa disebut "Bijlmer"), yang berada di wilayah Amsterdam-Zuidoost, Amsterdam, Belanda. Dikarenakan lokasinya di Bijlmermeer, lokasi jatuhnya pesawat dikenal dalam bahasa Belanda sebagai Bijlmerramp (Musibah Bijlmer).
Ringkasan kecelakaan | |
---|---|
Tanggal | 4 Oktober 1992 |
Ringkasan | Jatuh setelah dua mesin terlepas dan kehilangan kontrol |
Lokasi | Amsterdam-Zuidoost, Amsterdam, Belanda 52°19′8″N 4°58′30″E / 52.31889°N 4.97500°E |
Orang dalam pesawat | 4 |
Penumpang | 1 |
Awak | 3 |
Cedera | 26 (di darat) |
Tewas | 4 (+ 39 di darat) |
Selamat | 0 |
Jenis pesawat | Boeing 747-258F |
Operator | El Al |
Registrasi | 4X-AXG |
Asal | Bandara John F. Kennedy New York, Amerika Serikat |
Perhentian | Bandara Schiphol Amsterdam, Belanda |
Tujuan | Bandara Ben Gurion Tel Aviv, Israel |
Sebanyak 43 orang dinyatakan tewas menurut laporan resmi, termasuk ketiga awak kokpit, seorang penumpang yang duduk di jump seat, dan 39 orang di darat.[1][2] Di samping korban tewas, 11 orang mengalami luka serius dan 15 orang mendapat luka ringan.[1][2][3] Jumlah pasti banyaknya korban tewas di darat tidak dapat dipastikan, karena apartemen tersebut menjadi tempat tinggal sejumlah imigran tanpa dokumen.[4] Kecelakaan ini merupakan kecelakaan penerbangan terburuk yang terjadi di Belanda.[2]
Kronologi
suntingPada tanggal 4 Oktober 1992, sebuah pesawat kargo Boeing 747-258F,[a] registrasi 4X-AXG, terbang dari Bandar Udara Internasional John F. Kennedy, New York, Amerika Serikat menuju Bandar Udara Internasional Ben Gurion, Tel Aviv, Israel, dengan perhentian di Bandar Udara Schiphol, Amsterdam, Belanda. Selama penerbangan dari New York menuju Amsterdam, terdapat tiga masalah yang diketahui: fluktuasi pada pengaturan kecepatan autopilot, masalah radio, dan fluktuasi tegangan generator elektrik pada mesin nomor tiga, mesin bagian dalam pada sayap kanan yang kemudian terlepas dari pesawat dan memulai rangkaian kecelakaan.[butuh rujukan]
Pesawat mendarat di Schiphol pukul 14:40 untuk menaikkan sejumlah muatan kargo dan pergantian awak penerbangan.[1] Pesawat juga mengisi bahan bakar dan sejumlah masalah yang diketahui juga diperbaiki, setidaknya untuk sementara waktu. Awak penerbangan terdiri dari Kapten Yitzhak Fuchs, Kopilot Arnon Ohad, dan Juru mesin Gedalya Sofer. Kapten Fuchs merupakan pilot berpengalaman, ia pernah terbang sebagai pilot pesawat tempur-pembom di Angkatan Udara Israel pada tahun 1950-an.[5] Kapten Fuchs telah mengumpulkan lebih dari 25,000 jam terbang, termasuk 9,500 jam di Boeing 747.[1] Kopilot Ohad memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kedua rekannya dengan 4,288 jam terbang, termasuk 612 jam di Boeing 747.[1] Juru mesin Sofer merupakan awak yang paling berpengalaman dalam penerbangan ini, dengan lebih dari 26,000 jam terbang, termasuk 15,000 jam di Boeing 747.[1] Seorang penumpang tunggal bernama Anat Solomon juga ikut dalam penerbangan; ia merupakan karyawan El Al di Amsterdam dan sedang dalam perjalanan untuk menikahi pasangannya yang sesama karyawan El Al.[6]
Penerbangan
suntingEl Al 1862 dijadwalkan berangkat pukul 17:30, namun keberangkatannya tertunda sampai pukul 18:20. Pesawat lepas landas dari landasan pacu 01L (saat ini dikenal sebagai landasan pacu 36C) mengarah ke utara pada pukul 18:22. Setelah lepas landas, pesawat berbelok ke kanan mengikuti rute keberangkatan. Sesaat setelah berbelok, pada pukul 18:27, di atas Gooimeer, sebuah danau di dekat Amsterdam, saksi mata yang berada di darat mendengar suara ledakan keras dan melihat sejumlah puing berjatuhan, jejak kepulan asap dan kilatan api sekilas pada sayap kanan ketika pesawat mengudara di ketinggian 1.950 meter (6.400 kaki).[1] Mesin nomor tiga terlepas dari sayap kanan pesawat, terhempas ke depan, merusak flap sayap, lalu terhempas ke belakang dan menghantam mesin nomor empat, merobek dan melepaskannya dari sayap. Kedua mesin terlepas dari pesawat dan juga merusak bilah depan sayap sepanjang 10 meter (33 kaki). Ledakan keras tersebut menarik perhatian sejumlah pelayar kapal kecil di Gooimeer. Para pelayar memberitahu Penjaga Pantai Belanda tentang dua benda yang mereka lihat berjatuhan dari langit. Seorang pelayar yang merupakan petugas kepolisian mengatakan ia awalnya mengira dua benda yang berjatuhan tersebut adalah penerjun payung, namun begitu benda tersebut mendekati daratan ia melihat bahwa kedua benda tersebut adalah mesin pesawat.[7]
Kopilot membuat panggilan mayday kepada pemandu lalu lintas udara (ATC) dan memberitahu bahwa mereka ingin kembali ke Schiphol.[b] Pukul 18:28:45, kopilot melaporkan: "El Al 1862, lost number three and number four engine, number three and number four engine." (El Al 1862, kehilangan mesin nomor tiga dan nomor empat, mesin nomor tiga dan nomor empat.) Baik ATC dan awak penerbangan belum mengetahui seberapa parah keadaan daruratnya. Meskipun awak penerbangan mengetahui mereka telah kehilangan daya dari mesin pesawat, mereka tidak melihat bahwa dua mesin pesawat telah benar-benar terlepas dan sayapnya rusak.[c] Mesin bagian luar pada sayap Boeing 747 bisa terlihat dari kokpit dengan susah payah dan mesin bagian dalam tidak dapat terlihat sama sekali. Mengingat pilihan yang dibuat oleh awak penerbangan setelah kehilangan tenaga mesin, komisi penyelidikan parlemen Belanda yang kemudian menyelidiki kecelakaan ini menyimpulkan bahwa awak pesawat tidak mengetahui bahwa kedua mesin telah lepas dari sayap kanan.
Pada malam terjadinya kecelakaan, landasan yang digunakan untuk pendaratan di Schiphol adalah landasan pacu 06. Awak penerbangan meminta landasan pacu 27 – landasan pacu terpanjang di Schiphol – untuk melakukan pendaratan darurat, meskipun itu berarti pesawat harus mendarat dengan angin dari belakang berkecepatan 21 knot.[d]
Pesawat masih terlalu tinggi untuk mendarat ketika berputar-putar kembali menuju bandara. Pesawat terpaksa terus berputar di langit Amsterdam sampai bisa menurunkan ketinggian yang diperlukan untuk melakukan pendekatan akhir menjelang mendarat. Pada putaran kedua, flap sayap diturunkan. Trailing edge flap bagian dalam juga diturunkan karena masih dapat digerakkan oleh sistem hidraulik mesin nomor satu yang masih berfungsi, namun trailing edge flap bagian luar tidak dapat diturunkan karena digerakkan oleh sistem hidraulik mesin nomor empat yang rusak ketika mesinnya terlepas dari sayap. Konfigurasi flap yang tidak sama pada kedua sayap menyebabkan pesawat mendongak lebih tinggi dari biasanya selama pesawat menurunkan ketinggian. Slats pada sayap kiri bisa digerakkan, namun pada sayap kanan tidak bisa karena rusak berat ketika kedua mesin terlepas, yang juga sangat mengganggu aliran udara di atas sayap kanan. Perbedaan konfigurasi pada kedua sayap menyebabkan sayap kiri memiliki daya angkat yang lebih besar dari sayap kanan yang telah rusak, terutama ketika pesawat mendongak naik selagi kecepatan pesawat di udara menurun. Meningkatnya daya angkat pada sayap kiri meningkatkan kecenderungan pesawat untuk berguling ke kanan, karena aileron sayap kanan yang tidak berfungsi dan daya dorong dari kedua mesin di sayap kiri yang dinaikkan dalam upaya untuk mengurangi pengaruh pesawat turun terlalu cepat. Selagi pesawat melambat, kemampuan awak pesawat atas kendali yang ada untuk melawan pengaruh pesawat berguling ke kanan semakin berkurang. Awak pesawat pada akhirnya kehilangan hampir seluruh kemampuan untuk mencegah pesawat berguling ke kanan. Pesawat berguling ke kanan hampir sejauh 90 derajat sebelum menghantam kompleks apartemen.[1]
Pada pukul 18:35:25, kopilot memberitahu ATC: "Going down, 1862, going down, going down, copied, going down." (Jatuh, 1862, jatuh, jatuh, dimengerti, jatuh.) Kapten pesawat terdengar memberi instruksi dalam bahasa Ibrani kepada kopilot untuk menaikkan flap dan menurunkan roda pendaratan.[1]
Kecelakaan
suntingPukul 18:35:42 waktu setempat, pesawat jatuh menukik tajam dan menghantam dua kompleks apartemen di lingkungan permukiman Bijlmermeer, Amsterdam, di bagian sudut dimana komplek gedung Groeneveen dan Klein-Kruitberg saling bertemu. Pesawat meledak dan membuat bola api besar yang menyebabkan gedung apartemen runtuh sebagian ke dalam dan menghancurkan sejumlah unit apartemen. Kokpit pesawat terlempar ke bagian timur gedung apartemen, diantara gedung apartemen dan sebuah viaduk dari jalur 53 Amsterdam Metro; ekor pesawat terputus dan terlempar ke belakang oleh kuatnya ledakan.[butuh rujukan]
Pada saat-saat terakhir penerbangan, beberapa pertugas pemandu lalu lintas udara melakukan sejumlah upaya darurat untuk menghubungi pesawat. Pemandu kedatangan penerbangan Schiphol bekerja dari sebuah gedung tertutup di Schiphol timur, tidak jauh dari menara pemandu. Pukul 18:35:45, menara pemandu melaporkan kepada pemandu kedatangan: "Het is gebeurd" ("Sudah terjadi (jatuh)"). Pada saat itu kepulan asap besar yang membumbung dari lokasi kecelakaan terlihat dari menara pemandu. Pesawat telah hilang dari radar pemandu kedatangan. Para petugas pemandu kedatangan melaporkan bahwa pesawat terakhir kali tampak berada di 15 kilometer (9,3 mi; 8,1 nmi) barat Weesp dan personel darurat segera dikirimkan ke lokasi.[butuh rujukan]
Pada waktu terjadinya kecelakaan, dua petugas kepolisian sedang berada di Bijlmermeer untuk memeriksa laporan perampokan. Mereka melihat pesawat itu jatuh dan segera membunyikan alarm peringatan. Mobil pemadam kebarakaran dan penyelamat pertama sampai di lokasi kecelakaan sesaat setelah pesawat jatuh. Beberapa rumah sakit terdekat diminta untuk bersiap menghadapi ratusan korban. Kompleks apartemen tersebut sebagian besar ditinggali oleh imigran dari Ghana, Suriname, dan Aruba, dua negara terakhir merupakan bekas jajahan Belanda, dan banyaknya korban tewas sulit untuk dipastikan dalam beberapa jam setelah kecelakaan.[8][9]
Pasca kecelakaan
suntingDetik-detik jatuhnya pesawat juga disaksikan oleh petugas dari sebuah stasiun pemadam kebakaran di jalan Flierbosdreef. Pertolongan pertama segera datang ketika api sebesar ukuran lapangan sepak bola atau 120 meter (130 yd; 390 ft) dengan cepat menyambar kesepuluh lantai gedung apartemen. Tidak ada korban selamat yang ditemukan di titik pusat tabrakan, hanya mereka yang berhasil menyelamatkan diri dari gedung apartemen yang bisa selamat dari musibah.[10] Beberapa saksi mata juga melaporkan mereka melihat sejumlah orang melompat dari gedung apartemen untuk menyelamatkan diri dari kobaran api.[11]
Ratusan orang kehilangan tempat tinggal akibat musibah tersebut; Pemerintah menggunakan bus-bus kota untuk membawa korban selamat ke tempat pengungsian sementara. Pemadam kebakaran dan kepolisian juga terpaksa menangani banyaknya laporan pencurian di daerah tersebut.[10]
Perdana Menteri Ruud Lubbers dan Ratu Beatrix mengunjungi lokasi kecelakaan pada sore keesokan harinya. Perdana Menteri Lubbers mengatakan, "Musibah ini telah mengguncang seluruh negeri."[9]
Beberapa hari setelah musibah tersebut, sejumlah jasad korban ditemukan di lokasi kecelakaan. Walikota Amsterdam memerintahkan pembersihan reruntuhan bangunan dan puing-puing pesawat dari lokasi kejadian, dan para penyelidik menemukan baut pengunci dari penyangga mesin yang terlepas di sebuah tempat pembuangan akhir. Dua mesin yang lepas dari pesawat beserta bagian bilah tepi depan dari sayap kanan sepanjang 30 kaki (9 meter) ditemukan di Gooimeer.[7] Sisa-sisa puing pesawat kemudian dibawa ke Schiphol untuk dianalisa.
Perekam data penerbangan (FDR) pesawat ditemukan dalam kondisi rusak berat, dengan pita rekamannya terpotong menjadi empat bagian, khususnya pada bagian pita yang memuat rekaman data dua menit 30 detik terakhir penerbangan. Perekam data tersebut diterbangkan ke Amerika Serikat untuk dibuka dan berhasil diekstraksi untuk dianalisa.[7] Meskipun pencarian intensif terhadap perekam suara kokpit (CVR) telah dilakukan, rekaman suara kokpit tidak pernah ditemukan, walaupun pihak dari El Al mengklaim bahwa rekaman suara kokpit terpasang di dalam pesawat.[1]
Penyebab
suntingKetika terjadi beban berlebih pada mesin atau penyangga mesin pada Boeing 747, baut pengunci yang menahan nasel mesin ke sayap pesawat didesain agar retak dengan rapi, supaya mesin dapat terlepas dari pesawat tanpa merusak sayap atau tangki bahan bakar di sayap. Pada umumnya, pesawat terbang didesain agar dapat tetap terbang seandainya terjadi kegagalan mesin atau mesinnya terlepas, supaya pesawat dapat mendarat dengan selamat. Kerusakan pada sayap atau tangki bahan bakar di sayap pesawat dapat berakibat malapetaka. Badan Keselamatan Penerbangan Belanda menemukan bahwa baut pengunci di pesawat ini bukannya langsung gagal menahan beban, tetapi mengalami keretakan akibat kelelahan terlebih dahulu sebelum gagal menahan beban.[7] Badan Keselamatan Penerbangan Belanda menyimpulkan urutan kemungkinan peristiwa lepasnya mesin nomor tiga dari pesawat:
- Kegagalan bertahap oleh kelelahan material dan kemudian kegagalan beban berlebih dari baut pengunci spar tengah bagian dalam di bagian sayap yang berlapis tipis.
- Kegagalan beban berlebih pada lug luar pada penyangga spar tengah bagian dalam sayap.
- Kegagalan beban berlebih pada baut pengunci spar tengah di bagian luar bagian sayap yang berlapis tipis dan mengalami keretakan akibat kelelahan.
- Kegagalan beban berlebih pada baut pengunci spar tengah di bagian dalam bagian sayap yang berlapis tipis.[1]
Urutan kegagalan yang berturut-turut ini menyebabkan mesin nomor tiga beserta penyangganya terlepas. Arah terhempasnya mesin nomor tiga dan penyangganya setelah terlepas dari sayap mengarah ke mesin nomor empat sehingga mesin nomor empat beserta penyangganya ikut terlepas dari sayap. Lepasnya kedua mesin tersebut juga menyebabkan kerusakan serius pada bilah depan di sayap kanan.[7] Hilangnya tenaga hidraulik dan rusaknya sayap kanan menghambat pengoperasian flaps yang kemudian dicoba oleh awak pesawat untuk diturunkan.
Sebuah penelitian mengindikasikan bahwa awak pesawat pada awalnya mampu mempertahkan pesawat di udara karena pesawat melaju dengan kecepatan tinggi (280 knot), meskipun kerusakan pada sayap kanan, yang menyebabkan pengurangan daya angkat, membuat pesawat lebih sulit untuk diseimbangkan. Pada kecepatan 280 knot (520 km/h; 320 mph), masih ada daya angkat yang cukup di sayap kanan untuk menjaga pesawat tetap terbang. Namun ketika pesawat harus mengurangi kecepatan untuk mendarat, daya angkat pada sayap kanan tidak cukup untuk mempertahankan keseimbangan, sulit bagi pesawat agar dapat mendarat dengan aman. Pesawat kemudian berguling tajam ke kanan dengan kemungkinan selamat yang sangat kecil.[1]
Kemungkinan penyebab pasti dari kecelakaan menurut laporan resmi adalah:[1]
Desain dan sertifikasi penyangga mesin Boeing 747 ditemukan tidak memadai untuk memenuhi standar keamanan yang diperlukan. Selain itu sistem yang seharusnya memastikan integritas struktural melalui proses inspeksi telah gagal. Hal ini pada akhirnya menyebabkan – kemungkinan dipicu oleh kelelahan material baut pengunci pada spar tengah – mesin nomor tiga beserta penyangganya terlepas dari sayap yang memungkinkan mesin nomor empat beserta penyangganya ikut terlepas, bagian dari bilah depan sayap menjadi rusak dan hilangnya atau terbatasnya kendali sejumlah sistem. Hal ini kemudian membuat awak pesawat memiliki kendali yang sangat terbatas. Kendali yang terbatas membuat pendaratan yang aman menjadi sangat, bahkan hampir tidak memungkinkan.
Korban
suntingSebanyak 43 orang dinyatakan tewas dalam musibah ini: empat orang yang berada di dalam pesawat (tiga awak pesawat dan satu penumpang khusus) dan 39 orang di darat.[1] Angka ini lebih rendah dari yang diperkirakan: kepolisian awalnya memperkirakan lebih dari 200 orang tewas[11] dan Walikota Amsterdam Ed van Thijn mengatakan bahwa 240 orang dinyatakan hilang.[8][9] Dua puluh enam orang menderita luka dengan 11 diantaranya cukup serius untuk mendapat penanganan rumah sakit.[1]
Sebuah informasi mengungkap kepercayaan yang masih bertahan bahwa angka sebenarnya dari korban tewas dalam musibah ini jauh lebih tinggi dari laporan resmi. Bijlmermeer merupakan daerah yang menjadi tempat tinggal sejumlah imigran ilegal, khususnya dari Ghana dan Suriname, dan beberapa anggota komunitas Ghana menyatakan mereka kehilangan sejumlah penghuni tanpa dokumen resmi yang tidak dihitung sebagai korban tewas.[12]
Memorial
suntingSebuah memorial yang didesain oleh arsitek Herman Hertzberger dan Georges Descombes dibangun di dekat lokasi jatuhnya pesawat dengan nama-nama korban.[13] Bunga-bunga diletakkan di sebuah pohon yang berhasil bertahan dari musibah ini, disebut sebagai "pohon yang melihat semuanya" (de boom die alles zag). Sebuah memorial terbuka bagi umum digelar setiap tahun untuk mengenang musibah ini; tidak ada pesawat yang melintas di atas daerah ini selama satu jam untuk menghormati para korban.[4][14]
Masalah kesehatan
suntingBagian ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Oktober 2019) |
Pelayanan kesehatan mental setelah kecelakaan disediakan kepada semua penghuni dan petugas penyelamat yang terdampak. Sekitar setahun setelah musibah, banyak penghuni dan petugas penyelamat yang mulai mendatangi dokter dengan keluhan kesehatan fisik, yang oleh para pasien disebabkan oleh kecelakaan ini. Insomnia, pernapasan kronis, infeksi, rasa nyeri dan ketidaknyamanan umum, impotensi, perut kembung, dan keluhan usus semuanya dilaporkan. Sekitar 67% dari pasien yang melapor ditemukan terinfeksi dengan mycoplasma, dan menderita gejala yang mirip dengan Sindrom Perang Teluk atau Sindrom keletihan kronis.
Pejabat pemerintah Belanda dari Departemen Transportasi dan Kesehatan Masyarakat menegaskan bahwa pada saat kecelakaan, diketahui tidak ada risiko kesehatan dari muatan kargo di pesawat; Els Borst, menteri kesehatan masyarakat, menyatakan bahwa "geen extreem giftige, zeer gevaarlijke of radioactieve stoffen" ("tidak ada bahan yang sangat beracun, berbahaya, atau radioaktif") di dalam muatan pesawat. Pada bulan Oktober 1993, yayasan penelitian energi nuklir Laka melaporkan bahwa bagian ekor pesawat mengandung uranium terdeplesi seberat 282 kilogram (622 pon) sebagai bahan pengurang berat pesawat, seperti pada Boeing 747 pada umumnya saat itu; hal ini tidak diketahui selama proses penyelamatan dan penemuan di lokasi kecelakaan.[15][16]
Penelitian terhadap gejala yang dirasakan korban selamat dan petugas penyelamat sempat disarankan, tetapi selama beberapa tahun saran ini diabaikan karena tidak ada alasan praktis untuk mengaitkan keluhan kesehatan dari korban selamat dan lokasi kecelakaan Bijlmer. Pada tahun 1997, seorang ahli yang bersaksi di parlemen Israel menyatakan bahwa zat dari bahan berbahaya akan dilepaskan selama proses deplesi uranium di bagian ekor Boeing 747.
Penelitian pertama terhadap gejala yang dilaporkan korban selamat, yang dilakukan oleh Academisch Medisch Centrum dari Universitas Amsterdam, dimulai pada bulan Mei 1998. AMC menyimpulkan bahwa puluhan kasus penyakit autoimun di antara korban selamat dapat dihubungkan dengan peristiwa kecelakaan tersebut dan pemberitahuan kesehatan disebarkan ke seluruh dokter di penjuru Belanda dengan permintaan perhatian lebih kepada pasien dengan gejala penyakit autoimun, khususnya jika pasien memiliki hubungan dengan lokasi kecelakaan Bijlmer. Penelitian lain, yang dilakukan oleh Institut Nasional untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan (Rijksinstituut voor Volksgezondheid en Milieu) yang berada di bawah Kementerian Kesehatan, Kesejahteraan dan Olahraga, menyimpulkan bahwa meskipun bahan beracun telah dilepaskan ke udara pada saat kecelakaan, kecil kemungkinan timbul risiko tambahan terhadap kanker, sekitar satu atau dua tambahan kasus dari sepuluh ribu orang yang terpapar. RIVM juga menyimpulkan bahwa kecil kemungkinan adanya korban mengalami keracunan uranium.
Muatan kargo
suntingBeberapa saat setalah kecelakaan, diberitahukan bahwa pesawat mengangkut ragam buah-buahan, parfum, dan komponen komputer. Menteri Hanja Maij-Weggen menegaskan bahwa ia yakin pesawat tidak mengangkut muatan kargo militer.
Keluhan kesehatan oleh korban selamat setelah kecelakaan menimbulkan banyaknya pertanyaan tentang muatan kargo. Pada tahun 1998, juru bicara maskapai El Al Nachman Klieman memberikan pernyataan publik bahwa pesawat juga mengangkut 190 liter dimetil metilfosfonat dan sebuah bahan kimia tingkat dua yang pada banyak penggunaannya dapat digunakan sebagai bahan sintetik dari gas saraf Sarin. Israel menyatakan bahwa bahan-bahan tersebut tidak beracun, telah digunakan untuk menguji penyaring yang melindungi dari senjata kimia, dan telah terdaftar di daftar muatan kargo sesuai dengan peraturan internasional. Kementerian Luar Negeri Belanda mengkonfirmasi bahwa mereka telah mengetahui keberadaan bahan kimia di dalam pesawat. Pengiriman itu berasal dari sebuah pabrik kimia di Amerika Serikat dan ditujukan kepada Institut Riset Biologi Israel di bawah lisensi Departemen Perdagangan Amerika Serikat.[17][18] Menurut situs senjata berbahan kimia CBWInfo, banyaknya bahan yang ada di dalam muatan kargo pesawat "terlalu sedikit untuk mempersiapkan banyaknya Sarin yang dibutuhkan untuk keperluan militer, tetapi banyak tersebut akan konsisten dengan membuat jumlah kecil untuk menguji metode pendeteksi dan pakaian pelindung."[19][20]
Kecelakaan terkait dan dampak
suntingKecelakaan ini merupakan satu dari sejumlah kecelakaan yang disebabkan oleh masalah pada penyangga mesin Boeing 707 and 747 yang secara desain sangat identik:[1]
- Pada bulan April 1968, sebuah mesin dan penyangganya terlepas dari sebuah Boeing 707 yang beroperasi sebagai BOAC Penerbangan 712, mengakibatkan lima orang tewas.
- Pada tanggal 16 Januari 1987, Transbrasil Boeing 707 yang membawa 150 orang dengan registrasi PT-TCP kehilangan mesin nomor 2-nya. Pesawat berhasil mendarat tanpa masalah lain dan kemudian diterbangkan dengan tiga mesin untuk diperbaiki.
- Pada bulan Desember 1991, China Airlines Penerbangan 358 jatuh ketika mesin nomor 3 dan 4-nya terlepas tidak lama setelah lepas landas dari Taipei dan menyebabkan lima orang tewas.[1][21]
- Pada bulan Januari 1992, sebuah penerbangan kargo Tampa Colombia dengan Boeing 707 terpaksa kembali ke Miami setelah mesin nomor tiga-nya terlepas tidak lama setelah lepas landas.[1][22]
- Pada bulan Maret 1992, skenario yang mirip – terlepasnya mesin nomor 3 dan 4 – dari sebuah Boeing 707 yang dioperasikan Trans-Air cargo. Pada peristiwa ini, awak pesawat berhasil mendarat dengan selamat di Pangkalan Udara Istres di selatan Prancis.[1][23]
- Pada bulan Maret 1993, sebuah penerbangan kargo Japan Airlines yang dioperasikan oleh Evergreen International Airlines dengan Boeing 747 terpaksa kembali ke Anchorage setelah mesin nomor 2-nya terlepas.[1][24]
Setelah peristiwa kecelakaan ini, Boeing mengeluarkan arahan perbaikan kepada seluruh pengguna Boeing 747 terkait baut pengunci di penyangga mesin. Mesin dan penyangganya harus dilepas dan dilakukan pemeriksaan terhadap kecacatan di baut penguncinya. Jika terdapat keretakan, baut tersebut harus segera diganti.
Tayangan
suntingKecelakaan ini dibuat menjadi tayangan dokumenter di National Geographic Channel yaitu Seconds from Disaster episode "Amsterdam Air Crash" dan Air Crash Investigation episode "High Rise Catastrophe". Episode "High Rise Catastrophe", yang juga ditayangkan oleh Discovery Channel, menampilkan grafik komputer yang salah dalam mengecat pesawat dengan livery pesawat penumpang El Al, padahal pada kenyataannya, pesawat yang jatuh tersebut tidak memiliki livery bendera Israel dan tulisan El Al, hanya kata "Cargo" yang ditampilkan di kedua sisi pesawat yang sebenarnya.
Sebuah film yang dirilis pada tahun 2013, In Het Niets (secara harfiah artinya "Dalam Ketiadaan"), menceritakan sebuah kisah fiksi tentang dua imigran ilegal dari Ghana yang tinggal di gedung apartemen tersebut pada saat terjadinya musibah.[25]
Lihat juga
sunting- Daftar kecelakaan dan insiden pesawat penumpang
- Keselamatan penerbangan
- American Airlines Penerbangan 191
- China Airlines Penerbangan 358
- Kecelakaan An-26 Juba 2020
- Surinam Airways Penerbangan 764 - Kecelakaan pesawat yang termasuk sejumlah orang dari Bijlmer
Catatan
sunting- ^ Pesawat yang digunakan adalah Boeing 747-200F (khusus kargo); Boeing memberi kode pelanggan unik untuk setiap perusahaan yang membeli setiap pesawatnya, yang diaplikasikan sebagai sisipan pada nomor model pada saat pesawat dibuat. Kode pelanggan untuk El Al adalah "58", maka setiap 747-200F milik El Al adalah "747-258F".
- ^ Awalnya, kopilot merupakan awak yang menerbangkan pesawat dan kapten yang melakukan panggilan ATC. Tugas ini segera bertukar peran setelah mesin terlepas.[1]
- ^ Dalam penerbangan, kata "hilang" dalam konteks ini berarti "kegagalan mesin", merujuk kepada mesin yang berhenti memberi daya dorong, bukan menunjukkan bahwa mesin secara fisik terlepas dari pesawat.
- ^ Angin pada awalnya berada di 40 derajat dengan kecepatan 21 knot, lalu 50 derajat dengan kecepatan 22 knot. Landasan pacu 27 mengarah sejajar ke barat.
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u "Aircraft accident report 92-11 : El Al Flight 1862 Boeing 747-258F 4X-AXG Bijlmermeer, Amsterdam 4 Oktober 1992" (PDF). Nederlands Aviation Safety Board. 24 Februari 1994. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juni 2008.
- ^ a b c "ASN Aircraft accident Boeing 747-258F 4X-AXG Bijlmermeer, Amsterdam". aviation-safety.net. Aviation Safety Network. Diakses tanggal 25 Desember 2020.
- ^ "Two engines separate from the right wing and result in loss of control and crash of Boeing 747 freighter" (PDF). flightsafety.org. Flight Safety Foundation.
- ^ a b "20 jaar Bijlmerramp" (dalam bahasa Belanda). Nederlandse Omroep Stichting (NOS). 4 Oktober 2012. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
- ^ Aloni, Shlomo. "Last of the fighting 'Wooden Wonders': The DH Mosquito in Israeli service" September/Oktober 1999 article with photo in Air Enthusiast No. 83.
- ^ Socolovsky, Jerome (6 Oktober 1992). "Sole El Al Passenger Was Going Home To Get Married With AM-Netherlands-Crash, Bjt". AP NEWS. Associated Press. Diakses tanggal 9 November 2019.
- ^ a b c d e "Amsterdam Air Crash" Seconds From Disaster Season 2, Episode 15
- ^ a b "The El Al Crash; In the Netherlands, The Struggle of Immigrants And Sudden Disaster". The New York Times. 11 Oktober 1992. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
- ^ a b c Montgomery, Paul L. (6 Oktober 1992). "Dutch Search for Their Dead Where El Al Plane Fell". The New York Times. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
- ^ a b "Bijlmerramp". National Fire Service Documentation Centre (dalam bahasa Belanda). Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Januari 2015. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
- ^ a b "El Al jumbo crashes in Amsterdam". BBC News. 4 Oktober 1992. Diakses tanggal 6 Januari 2015.
- ^ "The Bijlmer". Amsterdam Tourism. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Januari 2015. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
- ^ "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 Mei 2008. Diakses tanggal 26 Maret 2008.
- ^ "Bijlmerramp voor zestiende keer herdacht" [Musibah Bijlmer diperingati untuk keenam belas kalinya] (dalam bahasa Belanda). 4 Oktober 2008. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
- ^ Uijt de Haag P.A. and Smetsers R.C. and Witlox H.W. and Krus H.W. and Eisenga A.H. (28 Agustus 2000). "Evaluating the risk from depleted uranium after the Boeing 747-258F crash in Amsterdam, 1992" (PDF). Journal of Hazardous Materials. 76 (1): 39–58. doi:10.1016/S0304-3894(00)00183-7. PMID 10863013. Diakses tanggal 16 Mei 2007.
- ^ Henk van der Keur (Mei 1999). "Uranium Pollution from the Amsterdam 1992 Plane Crash". Laka Foundation. Diakses tanggal 16 Mei 2007.
- ^ "Israel says El Al crash chemical 'non-toxic'". BBC. 2 Oktober 1998. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Agustus 2003. Diakses tanggal 2 Juli 2006.
- ^ Greenberg, Joel (2 Oktober 1998). "Nerve-Gas Element Was in El Al Plane Lost in 1992 Crash". New York Times. Diakses tanggal 11 Oktober 2007.
- ^ "Nerve Agent Precursor: Dimethyl Methyl Phosphonate". Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 September 2013.
- ^ Van Den Burg, Harm; Knip, Karel (30 September 1998). "Grondstof gifgas in Boeing El Al" [Bahan baku gas beracun di Boeing El Al]. NRC Handelsblad (dalam bahasa Belanda). Rotterdam. Diakses tanggal 9 November 2019.
- ^ "Accident description, Sunday 29 December 1991, China Airlines Boeing 747-2R7F". ASN. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
- ^ "Accident description, Saturday 25 April 1992, Tampa Columbia Boeing 707-324C". ASN. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
- ^ "Accident description, Tuesday 31 Maret 1992, Trans-Air Service Boeing 707-321C". ASN. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
- ^ "Accident description, Wednesday 31 Maret 1993, Japan Air Lines Boeing 747-121". ASN. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
- ^ "Emotionele vertoning film Bijlmerramp" [Tayangan emosional dari Musibah Bijlmer] (dalam bahasa Belanda). Amstel Television 5. 23 Oktober 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Februari 2015. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
Bacaan lebih lanjut
sunting- Theo Bean, Een gat in mijn hart: een boek gebaseerd op tekeningen en teksten van kinderen na de vliegramp in de Bijlmermeer van 4 oktober 1992. Zwolle: Waanders, 1993.
- Vincent Dekker, Going down, going down: De ware toedracht van de Bijlmerramp. Amsterdam: Pandora, 1999.
- Een beladen vlucht: eindrapport Bijlmer enquête. Sdu Uitgevers, 1999.
- Pierre Heijboer, Doemvlucht: de verzwegen geheimen van de Bijlmerramp. Utrecht: Het Spectrum, 2002.
- R. J. H. Wanhill and A. Oldersma, Kelelahan dan Keretakan di Penyangga Mesin Pesawat, Nationaal Lucht- en Ruimtevaartlaboratorium (NLR TP 96719). (Arsip)
Pranala luar
suntingFoto pesawat sebelum jatuh di Airliners.net | |
Foto kecelakaan di AirDisaster.com |
- (Inggris) Laporan kecelakaan dari Badan Keselamatan Penerbangan Belanda[pranala nonaktif permanen] (Arsip)
- (Inggris) Penjelasan El Al Penerbangan 1862 menurut Corrosion Doctor
- (Inggris) Tampilan lokasi kecelakaan di Google Maps
- (Inggris) Transkrip rekaman dari menara pemandu lalu lintas bandara Schiphol