Ekonomi Kuwait sebagian besar bergantung pada sektor perdagangan pada abad ke-18 sampai abad ke-19 Masehi. Hingga tahun 1950-an, kegiatan ekonomi Kuwait masih berpusat pada perdagangan mutiara. Setelah paruh kedua abad ke-20 Masehi, Kuwait memulai kegiatan ekspor minyak bumi bersamaan dengan penemuan ladang minyak. Ekspor minyak bumi hampir menjadi sumber pendapatan negara secara keseluruhan. Kuwait juga melakukan kegiatan impor khususnya untuk kebutuhan primer berupa produk makanan, minuman, produk tekstil, alas kaki, obat-obatan dan alat medis. Kegiatan impor juga diadakan untuk membeli mesin dan suku cadang, peralatan listrik, kendaraan, produk besi, produk kimia, dan alat ukur untuk industri. Barang-barang lain yang juga diimpor oleh Kuwait adalah produk emas, mebel, bahan pembuatan parfum, telepon seluler, alat optik, alat video dan alat foto.[1]

Sejarah

sunting

Masa Monopoli Inggris (Abad ke-19 dan ke-20 Masehi)

sunting

Pada awal abad ke-19 Masehi, Kuwait merupakan sebuah wilayah kecil di Teluk Persia yang berada dalam kekuasaan Kesultanan Ustmaniyah. Pemerintah pusat dari Kesultananan Ustmaniyah kurang memperhatikan wilayah kekuasannya di kawasan ini, termasuk Kuwait. Dampaknya, Inggris menguasai wilayah pesisir Teluk Persia. Oman, Yaman, Kesultanan Masqat, Qatar, Bahrain dan Kuwait menjadi negara otonom dengan status protektorat Inggris. Jaminan keamanan diberikan oleh Inggris kepada negara-negara Teluk Persia yang merdeka. Pernyataan pengawasan keamanan oleh Inggris ditandatangi oleh para Syekh dalam kurun tahun 1820an. Dampak dari pernyataan tersebut menyebabkan negara-negara di Teluk Persia termasuk Bahrain harus memberikan kebebasan dagang kepada Inggris di wilayahnya. Inggris kemudian mendapatkan keuntungan besar melalui monopoli perdagangan di kawasan ini. Monopoli ini berlangsung hingga negara-negara di Teluk Persia menyatakan kemerdekaan sejak tahun 1961. Setelah merdeka, negara-negara Teluk Persia termasuk Kuwait masih mengadakan kegiatan perdagangan sebagai kegiatan ekonomi yang utama.[2]

Kerja sama

sunting

Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk

sunting

Kuwait telah bergabung dalam Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk. Dewan ini merupakan aliansi politik dan ekonomi dari enam negara Timur Tengah yaitu Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Oman. Aliansi ini terbentuk di Riyadh pada bulan Mei 1981. Tujuan utama pembentukannya adalah untuk mencapai persatuan di antara anggotanya berdasarkan tujuan bersama mereka. Pembentukan dewan ini dilandasi oleh kesamaan identitas politik dan budaya. Semua negara anggotanya merupakan negara Islam.[3]

Dalam Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk, Kuwait juga telah mengadakan dan menyetujui penyatuan mata uang. Upaya pembuatan mata uang bersama ini telah diadakan pada pertemuan dua hari tanggal 14 dan 15 Desember 2009 di Kuwait. Masing-masing negara anggota akan mendirikan bank sentral untuk menangani mata uang bersama ini. Dalam prosesnya, Kuwait telah memberikan kepastian mengenai ratifikasi pakta dan persetujuan secara resmi.[4]

Semua anggota Dewan Kerjasama Teluk merupakan negara dengan sistem pemerintahan kerajaan. Arab Saudi mengusulkan perubahan nama dan arah kerja sama Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk pada tahun 2011. Selain kerjasama ekonomi dan politik, dewan ini akan mengadakan kerjasama militer. Namanya pun diusulkan diubah menjadi Persatuan Teluk. Tujuan baru yang diusulkan adalah menandingi kekuatan dan pengaruh Iran dalam kawasan tersebut. Kuwait turut memberikan dukungan dalam usulan tersebut.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ "Perdagangan Indonesia Kuwait". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 11 Juli 2021. 
  2. ^ Latifah, N.A. dan Mulyono J. (2019). "Timur Tengah dan Ekonomi Syariah: Studi Empiris Terhadap Perkembangan Ekonomi Syariah di Timur Tengah". Al-Falah: Journal of Islamic Economics. 4 (1): 73–74. doi:10.29240/alfalah.v4i1.591. 
  3. ^ Pusat Kebijakan Kerjasama Internasional (2015). Laporan Akhir: Analisis Potensi Perdagangan Indonesia di Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PDF). Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-08-03. Diakses tanggal 2021-07-11. 
  4. ^ Falahi, Ziyad (2012). "Prospek Regionalisme Timur-Tengah Pasca-Arab Spring: Telaah terhadap Identitas Kolektif Liga Arab". Jurnal Kajian Wilayah. 3 (2): 194. ISSN 2087-2119. 
  5. ^ Paryadi, Deky (2018). "Dampak Kerja Sama Perdagangan Indonesia dengan Negara Gulf Cooperation Council (GCC)". Kajian Ekonomi & Keuangan. 2 (3): 211. doi:10.31685/kek.v2i3.378.