Ejaan Republik

(Dialihkan dari Ejaan Suwandi)

Ejaan Republik (ditulis juga sebagai Edjaan Republik atau Edjaan Soewandi) adalah ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia yang berlaku sejak 19 Maret 1947.[1] Ejaan ini biasa dikenal sebagai ejaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, yang mengumumkan berlakunya ejaan tersebut. Ejaan ini menggantikan ejaan warisan masa kolonial yang sebelumnya digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, yang mulai berlaku sejak tahun 1901. Terdapat beberapa ciri penanda lingual dalam Ejaan Soewandi, yaitu:[1]

  • penggantian huruf oe menjadi u,
  • bunyi sentak ditulis dengan k
  • kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
  • tidak dibedakan antara penulisan di sebagai awalan dan di sebagai kata depan.

Sejarah

sunting

Ejaan ini muncul karena dilatarbelakangi adanya keinginan para cendekiawan dan budayawan Indonesia yang hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia I, untuk melepaskan pengaruh kolonial Belanda terhadap bahasa Indonesia. Saat itu, Soewandi selaku Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan memutuskan untuk mengganti Ejaan van Ophuijsen. Ejaan pengganti itu disebut Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Disebut Ejaan Republik karena ejaan tersebut lahir setelah kemerdekaan Republik Indonesia.[1]

Ejaan ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian hai itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dan mengubahnya dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Sudaryanto, Hermanto (2018). "Pemakaian Ejaan dalam Bahasa Indonesia/Melayu pada Iklan Tempo Doeloe dan Implikasinya bagi Perkuliahan Bahasa Indonesia". Transformatika. 2 (1): 60. ISSN 2549-5941. 

Pranala luar

sunting