Egrang adalah sebuah permainan tradisional yang menggunakan sepasang bambu untuk berjalan. Bambu dibentuk seperti tongkat yang memiliki tumpuan kaki yang terbuat dari kayu. Egrang umumnya dimainkan oleh anak-anak. Egrang juga bisa digunakan dalam atraksi. Permainan egrang berguna dalam pelatihan pengendalian diri dengan menjaga keseimbangan, ke fokusan dan meningkatkan rasa percaya diri sekaligus hiburan untuk anak anak maupun dewasa.[1]

Egrang yang dimainkan oleh warga Dayak Deah di Kalimantan Selatan yang disebut kenje.

Penamaan

sunting

Egrang khususnya di Indonesia memiliki banyak penamaan di berbagai daerah.[2] Penamaan egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung. Arti nama ini adalah terompah pancung yang dibuat dengan bahan bambu bulat yang panjang. Di Provinsi Sumatera Barat, egrang disebut dengan tengkak-tengkak. Nama ini berasal dari kata dasar tengkak yang berarti pincang. Dalam bahasa Bengkulu, tengkak berarti sepatu yang terbuat dari bambu. Lalu, di Provinsi Jawa Tengah, egrang dikenal dengan nama jangkungan. Nama ini diperoleh dari nama burung dengan kaki yang panjang. Egrang juga dikenal di Provinsi Kalimantan Selatan dengan nama batungkau.[3] Di Sulawesi Selatan, egrang dikenal dengan nama longga atau dongga yang terinspirasi dari cerita rakyat di Sulawesi Selatan, yakni hantu Longga/Dongga.

Peralatan

sunting

Pada anak-anak di dalam masyarakat Jawa, dikenal dua jenis peralatan permainan egrang. Peralatan ini yaitu bambu atau tempurung kelapa. Pada permainan egrang dengan tempurung kelapa, kaki diikat dengan tali plastik dan permainan dilakukan dengan salah satu kaki dalam posisi diangkat lebih tinggi dari kaki yang satunya.[4]

Lapangan

sunting

Standar ukuran lapangan untuk kompetisi permainan egrang adalah 50 meter untuk panjang lintasan dengan lebar lintasan 7,5 meter. Jumlah peserta di dalam lintasan hanya lima, sehingga masing-masing mempunyai lintasan selebar 1,5 meter.[5]

Manfaat

sunting

Pada masa lalu diketahui bahwa permainan egrang digunakan sebagai sarana berlatih berdiri atau bertahan lama pada tumpuan bambu. Keterampilan dari egrang kemudian dimanfaatkan untuk menyeberangi sungai dengan berjalan. Egrang juga dipakai untuk berlari dengan cepat.[6]

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Wibisono, G., dkk. (2019). "Analisis Gerak Permainan Tradisional Egrang pada Anak Usia 10–12 Tahun" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Kesehatan: Transformasi Bidang Kesehatan di Era Industri 4.0. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana: 37. ISBN 978-602-5881-60-2. 
  2. ^ Milak, A. S., dkk. "Penerapan Artificial Intelligence pada Non-Player Character Menggunakan Algoritma Collision Avoidance System dan Random Number Generator pada Game 2D Balap Egrang" (PDF). Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. 7 (5): 986. ISSN 2355-7699. 
  3. ^ Kasnadi dan Sutejo (2017). Setiawan, Agus, ed. Kitab Permainan Tradisional (PDF). Bantul: Terakata. hlm. 187. ISBN 978-602-74426-9-6. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-02-27. Diakses tanggal 2022-02-27. 
  4. ^ Azis, Akhmad Rifqi (2016). Aziz, A. R., dkk., ed. "Pemanfaatan Permainan Tradisional Egrang Batok Kelapa untuk Mengembangkan Kemampuan Motorik Kasar dan Kecerdasan Motorik Kasar dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Nasionalisme Melalui Konseling Bwerbasis Kearfian Lokal Sejak Usia Dini: 5. ISBN 978-602-95864-3-5. 
  5. ^ Kurniawan, Ari Wibowo (2019). Olahraga dan Permainan Tradisional (PDF). Malang: Penerbit Wineka Media. hlm. 61. ISBN 978-602-5973-94-9. 
  6. ^ Ardini, P. P., dan Lestariningrum, A. (2018). Bermain dan Permainan Anak Usia Dini (PDF). Nganjuk: Adjie Media Nusantara. hlm. 64. ISBN 978-602-5605-23-9. 

Lihat Juga

sunting

Catatan

sunting