E.C. van Daalen
Eeldert Christiaan van Daalen (31 Mei 1822 – 6 Maret 1879) adalah kolonel Belanda yang berfungsi sebagai panglima tertinggi Perang Aceh Pertama setelah gugurnya Jend. Johan Harmen Rudolf Köhler.
Ekspedisi ke Kalimantan Barat
suntingVan Daalen bertindak sebagai kapiten selama ekspedisi ke Kalimantan Barat antara tahun 1850-1854. Orang Tionghoa yang banyak berdiam di daerah tersebut telah bersatu membentuk kongsi dan pemerintahan sendiri bernama Republik Lanfang, dan tidak mengakui pemerintah Belanda. Ekspedisi tersebut ditujukan untuk membasmi mereka. Van Daalen memimpin sebuah kompi yang bergerak menuju Singkawang dan atas peranannya tersebut, ia dianugerahi gelar ksatria dalam Militaire Willems-Orde kls. 4.[1]
Kegagalan Perang Aceh I
suntingSebagai kolonel, Van Daalen turut serta dalam Perang Aceh I. Setelah gugurnya Jend. Johan Harmen Rudolf Kohler pada tanggal 14 April 1873, ia harus mengambil alih komando sebagai perwira paling senior. Pada saat itu, ekspedisi tersebut mengalami kegagalan. Orang Aceh tampak dipersenjatai dengan baik dan memiliki semangat yang lebih baik daripada orang Belanda. Militer Belanda menyerbu dengan sengit saat maju, begitupun di malam hari. Daerah tersebut dirasakan tidak aman dan pasukan Belanda tampak tak memiliki rencana perang yang teratur. Pada awal ekspedisi, pasukan Belanda dapat maju tanpa banyak perlawanan menuju kotaraja. Begitu mereka menguasai suatu daerah, penduduknya langsung menyerah. Kini, banyak perlawanan dan pasukan Belanda kehilangan banyak waktu untuk menaklukkan Masjid Raya Baiturrahman di dekat istana. Pada saat itulah, Köhler terbunuh.
Pada akhirnya, salah satu bagian dari pasukan dapat mendekati ibu kota 2 hari kemudian, di bawah pimpinan Van Daalen. Di bawah pimpinan May. Frans Petrus Cavalje, istana diserang, namun perlawanan semakin sengit. Dalam setengah jam saja, lebih dari 100 jiwa terbunuh dan terluka. Beberapa jam setelah kembali ke bivak, mereka menerima pesan bahwa jalan penghubung menuju pantai telah diblokir oleh pejuang Aceh. Van Daalen lalu menyerukan para ketua dari semua korps bawahan untuk bersatu atas perintahnya melihat keadaan yang berlangsung. Keputusan umum taktis yang diambil adalah pasukan kembali ke pesisir. Van Daalen melapor pada komisaris pemerintah Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen bahwa korps ekspedisi itu terlalu lemah untuk melanjutkan serangan. Yang kurang adalah artileri dan ponton; peralatan lain banyak yang rusak. Koopman, komandan AL yang telah mendaratkan pasukan juga menyarankan untuk kembali berhubung tibanya musim hujan, kontak saat itu antara pasukan dengan pantai menjadi sulit. Setelah kembalinya pasukan ekspedisi itu ke Jawa, Conrad Busken Huet mengarang tulisan berjudul Moessonkolonels dari kejadian itu.[2]
Pada tanggal 23 April 1873, Nieuwenhuijzen mendapat izin untuk membawa kembali pasukan ke Jawa dari GubJend. James Loudon melalui telegram. Dari anggota pasukan sebanyak 3.000 jiwa itu, ada 4 perwira dan 52 prajurit yang terbunuh serta 27 perwira dan 412 prajurit yang terluka.[3]
Penyelidikan atas Perang Aceh I
suntingGubJend. Loudon menyalahkan kegagalan ekspedisi itu kepada Kol. Van Daalen dan komisaris pemerintah Nieuwenhuijzen. Awalnya, ia mengizinkan semua perwira medan yang ikut dalam ekspedisi tersebut diinterogasi. Hanya Panglima Van Daalen yang tidak dipanggil. Setelah itu, Loudon meminta sebuah komisi menerbitkan laporan sebanyak 1.500 halaman yang menyelidiki kesalahan tersebut. Nieuwenhuijzen menolak untuk turut mengerjakannya. Selama penyelidikan itu berjalan, Van Daalen, yang tengah menerima komandan Divisi Militer I di Jawa, mendapat kenaikan pangkat menjadi mayor jenderal. Lalu, ia diberhentikan dengan hormat dari militer dan diberikan pensiun. Banding pun diajukan. Van Daalen yang tersinggung atas kejadian sebelum ini bertolak ke Belanda pada bulan Juni 1874[4] dan menetap di Den Haag hingga akhir hayatnya 5 tahun kemudian.
Sebaliknya, laporan tersebut selesai pada tanggal 30 Juni 1874; Nieuwenhuijzen dan Van Daalen kembali ke Belanda. Pada tahun 1881, laporan itu dipublikasikan.[5]
Keluarga
suntingVan Daalen menikah dengan Maria Carolina Colbier (meninggal pada tahun 1892).
Salah satu keponakan EC. van Daalen, Kapt. Gotfried Coenraad Ernst van Daalen menolak berjabat tangan dengan Loudon pada bulan Mei 1874. Loudon membebastugaskan Van Daalen (meskipun secara terhormat) dan membatalkan Militaire Willems-Orde yang sebelumnya dijanjikan. Putranya yang juga bernama Gotfried Coenraad Ernst van Daalen berperang sebagai jenderal di Aceh dan menjadi Gubernur Aceh antara tahun 1905-1908.
Keponakan lain, Hermanus Bernardus van Daalen, adalah ketua editor Java-bode dan salah satu lawan GubJend. Loudon yang paling sengit. Pada tanggal 1 Maret 1873, ia menyatakan di korannya bahwa kegagalan Perang Aceh I bukan semata-mata karena Loudon.[6]
Rujukan
sunting- ^ Surat Keputusan no. 103 tgl. 21 Oktober 1854, diterbitkan di Nederlandsche Staatscourant tgl. 28-10-1854.
- ^ Van 't Veer, hal. 90.
- ^ Van 't Veer, hal. 54.
- ^ Dalam iklan di surat kabar antara lain Bataviaasch Handelsblad tgl. 5-6-1874, ia mengumumkan keberangkatannya dan mengucapkan selamat tinggal kepada sahabat dan kenalannya.
- ^ Fasseur C. 1997. De opkomst en ondergang van een modelambtenaar. Dalam: Indischgasten (hal. 172). Amsterdam: Bert Bakker.
- ^ Artikel itu kemudian dikompilasi dalam 1 selebaran. Baca teks tersebut di sini[pranala nonaktif permanen].
- Borel GFW. 1880. Drogredenen zijn geen waarheid: naar aanleiding van het werk van den Luitenant Generaal Van Swieten over onze vestiging in Atjeh. Den Haag: Henri J. Stemberg.
- Booms ASH. 1902. Neerlands Roem in Insulinde. Den Haag: W.P. van Stockum en Zoon.
- Kepper G. 1876. De oorlog tussen Nederland en Atchin. Rotterdam: Nijgh & van Ditmar.
- Van 't Veer P. 1980. De Atjeh-oorlog (jilid 3). Amsterdam: De Arbeiderspers/Wetenschappelijke Uitgeverij.