Disinformasi pada abad ke-19

Disinformasi pada abad ke-19 terutama dilakukan dengan penyebaran berita palsu. Pada akhir abad ke-19, berbagai berita palsu memuat konten sensasional untuk manipulasi opini publik.

Pengistilahan

sunting

Pada akhir abad ke-19, istilah yang berkaitan dengan disinformasi yaitu 'berita palsu'. Istilah ini mulai digunakan untuk pemaknaan disinformasi sekitar akhir abad ke-19.[1] Penyebaran berita palsu telah dimulai sejak penemuan mesin cetak pada tahun 1439 M. Namun penggunaan istilahnya sendiri baru dimasukkan dalam leksikon bahasa Inggris di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19, yaitu 'fake news'. Kata 'fake' yang berarti palsu juga baru mulai dikenal dalam kosakata bahasa Inggris pada akhir abad ke-18. Sebelum abad ke-19, berita palsu merupakan sebutan untuk kebohongan yang dicetak oleh mesin cetak.[2]

Praktik

sunting

Pada akhir abad ke-19, konten dari berita palsu digunakan untuk manipulasi opini publik. Berbagai laporan palsu dibuat untuk menyatakan tentang suatu peristiwa yang memuat konten sensasional.[3] Disinformasi berupa berita palsu mulai terjadi pada akhir abad ke-19 dengan model jurnalisme kuning.[4] Di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 berkembang jurnalisme kuning yang menyajikan informasi bagi pandangan, kebijakan, tindakan, kepribadian, dan kehidupan politisi dan juru bicara dari suatu partai politik maupun lawan politiknya. Informasi yang disajikan untuk partai politik yang didukung berisi preferensi dan identitas sosial pemilih yang bersifat menyenangkan pemilih dan menguntungkan partai politik. Sementara itu, informasi yang disajikan untuk lawan politik bersifat salah atau sepihak dengan tujuan menjelekkan atau memperlemah kewibawaan lawan politik. Pemalsuan informasi terutama dilakukan dengan penggunaan gambar yang bersifat menyesatkan pembaca berita dan penggunaan kutipan palsu dalam pemberitaan. Jurnalisme kuning menjadi tradisi pemberitaan yang berlanjut hingga awal abad ke-20 terutama di Amerika Serikat.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ Colomina, C., Margalef, H. S., dan Youngs, R. (April 2021). The Immpact of Disinformation on Democratic Processes and Human Rights in the World (PDF) (dalam bahasa Inggris). Brussels: Uni Eropa. hlm. 4. doi:10.2861/59161. ISBN 978-92-846-8014-6. 
  2. ^ Allan, I., dkk. Althuis, J., dan Haiden, L., ed. Fake News: A Roadmap (PDF) (dalam bahasa Inggris). Riga dan London: NATO Strategic Communications Centre of Excellence dan The King’s Centre for Strategic Communications. hlm. 15. ISBN 978-9934-564-23-9. 
  3. ^ a b Novaes, C. D., & de Ridder, J. (2021). "Is Fake News Old News?". Dalam S. Bernecker, A. K. Flowerree, & T. Grundmann. The Epistemology of Fake News (PDF) (dalam bahasa Inggris). hlm. 168. doi:10.1093/oso/9780198863977.003.0008. 
  4. ^ Terzis, G., dkk., ed. (2020). Disinformation and Digital Media as a Challenge for Democracy (PDF) (dalam bahasa Inggris). Cambridge: Intersentia. hlm. xxix. ISBN 978-1-78068-975-3.