Bahasa Melayu Medan

bagian dari rumpun bahasa Austronesia
(Dialihkan dari Dialek medan)

Bahasa Melayu Medan (disebut sebagai cakap Melayu Medan oleh penuturnya) adalah sebuah dialek bahasa Melayu yang digunakan oleh masyarakat Kota Medan yang multietnis, khususnya suku Melayu Deli. Dialek ini merupakan turunan dari bahasa Melayu Deli. Aspek ini didasarkan pada banyaknya kemiripan tata bahasa dan kosakata dengan bahasa Melayu Deli.[2][3]

Bahasa Melayu Medan
cakap Melayu Medan
چاكڤ ملايو ميدن
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
EtnisPenduduk Medan (terutama Melayu Deli)
Penutur
2.500.000 (2023)[a]
    • Melayu Medan
Kode bahasa
ISO 639-3
GlottologTidak ada
Lokasi penuturan
Peta ini menggunakan properti koordinat yang mewajibkan Anda untuk mengaktifkan JavaScript maupun Scribunto eksternal. Titik mungkin saja tidak tertampil di peramban Anda maupun saat Anda menekan gambar ini.
Kisaran lokasi Melayu Medan dituturkan
Kisaran lokasi Melayu Medan dituturkan
Lokasi penuturan
Kisaran lokasi Melayu Medan dituturkan
Kisaran lokasi Melayu Medan dituturkan
Lokasi penuturan
Kisaran lokasi Melayu Medan dituturkan
Kisaran lokasi Melayu Medan dituturkan
Lokasi penuturan
Peta
Peta
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini.
Koordinat: 3°35′22″N 98°40′26″E / 3.58944°N 98.67389°E / 3.58944; 98.67389 Sunting ini di Wikidata
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Sejarah

sunting

Kota Medan adalah kota multietnis dengan 14 suku bangsa yang tercatat mendiami Kota Medan. Kota ini dibangun oleh tokoh dari suku Karo, yakni Guru Patimpus. Namun dalam sejarahnya, bahasa Karo tidak pernah dijadikan bahasa utama di Kota Medan. Kota ini berdiri di wilayah kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Saat ini, penduduk Kota Medan mayoritas adalah suku Jawa. Selain itu, terdapat juga orang Batak yang dikenal dengan misnomernya, yakni orang Medan (meskipun orang Batak tersebut tidak berasal dari Kota Medan, masyarakat awam tetap mengenalnya sebagai orang Medan).

Masing-masing suku bangsa yang tinggal di Kota Medan hingga saat ini tetap mempertahankan bahasa ibu mereka dan masih menggunakannya untuk berkomunikasi diantara mereka saja. Hal itu terjadi karena migrasi berskala besar pada zaman kolonial Belanda. Mereka umumnya berasal dari etnis Jawa, Tionghoa, Pakistan, Tamil, Banjar, Arab, dan Minangkabau.

Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar utama bagi masyarakat heterogen ini kemudian dalam perkembangannya mendapatkan banyak serapan kosakata dari Bahasa-bahasa tersebut yang kemudian digunakan secara umum diantara penduduk Kota Medan dan dikenal sebagai bahasa Melayu Medan.[4][5]

Contoh penggunaan

sunting

Kata "apa" dalam dialek Medan banyak digunakan dengan makna yang beragam. Tentu saja pemaknaannya sangat bergantung kepada konteksnya.[6] Sebagai contoh, pada kalimat:

"Eh, apa! cok ko apakan dulu apanya itu, biar apa sikit. Tapi jangan apa kali, nanti apa pulak dia."

Bisa jadi kasusnya adalah, seorang ibu meminta tolong kepada anaknya yang sudah besar untuk mengurangi level putaran kipas angin yang sedang mengarah kepada adiknya agar tidak membuat adiknya masuk angin.

"Eh, apa! (si ibu lupa nama anaknya yang besar, atau hanya ada anak yang besar itu saja di deket si ibu) cok ko (kamu) apakan (kecilkan) dulu apanya itu (kipas angin – karena kipas angin sedang berputar terlalu kecang), biar apa (berkurang kecepatannya) sikit (sedikit). Tapi jangan apa (kecil) kali, nanti apa (terbangun) pulak dia."

Contoh:

"Apanya kemana ne?"

Bisa jadi situasinya adalah seorang ayah bertanya kepada anggota keluarganya dengan memegang botol saus tanpa tutup, "Apanya kemana ne?"

Contoh:

"Cok apakan dulu apa ini."

Bisa jadi situasinya adalah, seorang ibu meminta tolong kepada anaknya sambil menunjukkan kaleng sarden dan pembuka kalengnya, "Cok apakah dulu apa ini."

Pengucapan

sunting

Berikut ini cara pengucapan dalam bahasa Melayu Medan yang terbagi dengan beberapa kondisi berbeda.[5]

Pengucapan beberapa kata berakhiran vokal juga ditambah huruf [k] mati.[5]

  • beli diucapkan belik
  • bunyi diucapkan bunyik
  • cari diucapkan carik
  • coba diucapkan cobak
  • mama diucapkan mamak
  • nasi diucapkan nasik

Huruf [k] dihilangkan di tengah kata tanpa huruf vokal setelahnya.[5]

  • sukses diucapkan su'ses
  • bakti diucapkan ba'ti
  • bakso diucapkan ba'so
  • takdir diucapkan ta'dir

Kata yang terdapat huruf [a] dan [i] berdekatan, huruf [i]-nya bisa diganti jadi huruf [e], atau [a] dan [i]-nya diubah jadi [e].[5]

  • baik menjadi baek
  • balik menjadi balek
  • naik menjadi naek
  • kedai menjadi kede
  • sungai menjadi sunge
  • cabai menjadi cabe

Kata yang terdapat huruf [a] dan [u] berdekatan bisa dihilangkan atau diganti dengan huruf [o].

  • bangau menjadi bango
  • atau menjadi ato
  • danau menjadi dano
  • merantau menjadi meranto
  • hijau menjadi ijo
  • kau menjadi ko
  • kerbau menjadi kerbo
  • mau menjadi mo
  • kemarau menjadi kemaro

Catatan

sunting
  1. ^ Jumlah penuturnya disesuaikan dengan jumlah penduduk di Kota Medan pada tahun 2023.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ "Kota Medan Dalam Angka 2023" (pdf). BPS Medan. 28 Februari 2023. hlm. 56. Diakses tanggal 15 April 2023. 
  2. ^ "Kata-kata 'aneh' ini cuma orang Medan yang tahu artinya". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-30. 
  3. ^ nefan (2020-07-01). "Bahasa Medan Bukan Batak, Ini Contohnya". Minews ID. Diakses tanggal 2020-09-30. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ SeMedan.com (2016-02-10). "Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Terbaru Unik Lucu (1)". SeMedan.com. Diakses tanggal 2020-09-30. 
  5. ^ a b c d e Purba, Amran (Desember 2007). "DIALEK MEDAN: KOSAKATA DAN LAFALNYA". www.badanbahasa.kemendikbud.go.id. Diakses tanggal 2 Oktober 2020. 
  6. ^ Molana, Datuk Haris. "Kenapa Orang Medan Suka Cakap 'Apa-Biar Gak Itu Kali'? Ini Penjelasannya". detiknews. Diakses tanggal 2020-10-02.