Desa Dering adalah sebutan untuk salah satu program pemerintah besutan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) Republik Indonesia. Komponen pelayanan proyek ini di antaranya adalah layanan teleponi dasar (basic telephony) seperti telepon dan SMS (Short Message Service). Sasaran yang dituju oleh program ini adalah desa-desa sasaran yang meliputi desa tertinggal, rintisan, perbatasan, terpencil, daerah yang tidak layak dinilai secara ekonomi serta daerah yang belum terjangkau akses teknologi komunikasi.[1] Program ini dijalankan sebagai bagian dari proyek Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation/ USO), sebuah program pelayanan komunikasi dari Kemkominfo melalui Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI).[1] Telkomsel telah mengimplementasikan program ini pada 25.000 desa dan berakhir pada 31 Maret 2014.[2]

Lokasi fasilitas dan target

sunting

Setiap perangkat telepon Desa Dering diletakkan di pusat aktivitas, kegiatan, atau perekonomian di tingkat desa seperti Sekolah, Puskesmas, koperasi, atau di kios.[1] Seluruh perangkat tersebut beroperasi minimal delapan jam sehari dan dapat digunakan lebih dari jadwal apabila masyarakat dalam keadaan darurat.[1] Pemerintah menetapkan target pencapaian Desa Dering sebanyak 40.025 desa. Hanya saja hingga tahun 2012 program ini masih menyisakan 65% desa yang belum menerima akses pelayanan ini.[3] Oleh karena itu, Kemkominfo bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan pendataan terkait kondisi perangkat, penggunaan, dan pengelola mesin telepon di setiap desa target.[4] Perusahaan pengelola yang bertanggungjawab atas infrastruktur Desa Dering adalah PT Telkomsel.[4]

Kendala

sunting

Pada penerapannya, Desa Dering masih memiliki kendala di antaranya adalah kurangnya peminat dan lemahnya koordinasi antar birokrat di tingkat daerah.[5] Peminat yang kurang terjadi di beberapa desa salah satunya adalah kawasan desa-desa di Kabupaten Beltim yang membawahi Desa Selingsing, Desa Kelubi, Desa Mengkubang, Desa Tanjung Batu Itam, dan Desa Jangkar Asam.[5] Hal ini disebabkan karena masyarakat di daerah tersebut mayoritas telah menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi.[5] Selain itu, koordinasi antar pemerintah daerah masih lemah sehingga pelayanan tersendat-sendat dan perangkat menumpuk contohnya seperti yang terjadi di Kabupaten Sleman.[6]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c d "Kemkominfo Masih Kejar Target Desa Dering". ANTARA News. Antara News. 30/5/2012. 
  2. ^ (Indonesia) Telkomsel. "Laporan Tahunan 2014" (PDF). 
  3. ^ "Pendataan Desa Dering dan PLIK". BPS Tolikarakab. 30/5/2012. 
  4. ^ a b "Tingkatkan Data PLIK dan Desa Dering, Kemenkominfo Adakan Kerjasam dengna BPS". Suluh Papua. 30/5/2012. 
  5. ^ a b c Rusmiadi (13/11/2013). "Layanan Telepon Desa Dering Kurang Diminati Masyarakat". Tribunnews.com. Tribun News. 
  6. ^ "Tingkatkan Data PLIK dan Desa Dering, Kemenkominfo Adakan Kerjasam dengna BPS". Hubkominfo. [pranala nonaktif permanen]