Dendang perintang waktu

Dendang perintang waktu merupakan sastra lisan Minangkabau, bukan pertunjukkan yang ada di wilayah Solok, Sumatera Barat. Sastra lisan ini dinamai dendang perintang waktu karena kegiatannya bertujuan untuk merintang waktu atau mengisi waktu serta menghibur diri para pekerja, yaitu dengan aktivitas berdendang. Dendang ini dilaksanakan ketika sedang bekerja seperti di sawah, di rimba, atau di dapur ketika sedang masak untuk kenduri. Pendendang biasanya dari kalangan orang yang pandai berdendang dan disebut gilo-gilo aia atau gilo-gilo baso oleh masyarakatnya.[1]

Pendendang umumnya perempuan. Di sawah, mereka berdendang sembari menamam dan menyiangi padi. Pantun yang didendangkan bila tidak berupa pantun ratapan, berupa pantun romantis. Tidak jarang orang yang lalu pun didendangi. Bila yang lewat laki-laki, biasanya tak direspon, bila perempuan biasanya dibalas dengan sorakan. Meski demikian, mereka tidak mendendangi orang-orang yang memiliki hubungan kekeluargaan ipar dan bisan, juga tidak mendendangi guru agamanya. Sementara di dapur, berdendang dilakukan malam hari sembari mengaduk santan atau memasak untuk kenduri. Di rimba, dendang dilakukan ketika sedang mencari kayu.[1]

Tidak jarang terdapat pula pendendang laki-laki. Laki-laki biasanya berdendang ketika waktu istirahat dan diiringi saluang bila ada yang membawa.[2]

Namun, dendang perintang ini telah langka seiring munculnya radio dan tape recorder sebagai hiburan untuk merintang waktu.[2]

Catatan kaki

sunting

Referesi

sunting
  • Amir, Adriyetti; Anwar, Khairil (2006). Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press. ISBN 979109708-9.