Dasril Ahmad
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada November 2022. |
Sumber referensi dari artikel ini belum dipastikan dan mungkin isinya tidak benar. |
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Drs. Dasril Ahmad (lahir 25 Desember 1957) merupakan salah satu kritikus sastra yang ada di Sumatera Barat yang terus aktif sebagai pengamat, pegiat, penulis kritik karya sastra dan esai. Selain menulis, ia kerap juga ditunjuk menjadi juri dalam lomba dan sayembara sastra, baik di kalangan pelajar maupun umum di Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga yang bukan penulis. Ia adalah anak kedua dari enam bersaudara, ayahnya bernama Ahmad Sutan Kayo (alm.) yang dulu seorang prajurit TNI AD, dan ibunya bernama Rosma (almh), seorang ibu rumah tangga. Ia dulu bersekolah di jurusan mesin STM Negeri 2 Padang, tamat pada tahun 1976. Setelah itu, Dasril Ahmad bekerja di unit pengangkutan (tepatnya pada bengkel truk pengangkutan) PT Igasar Semen Padang selama dua tahun (1977—1979). Pada tahun 1979, terbuka pula peluang menjadi karyawan PT Semen Padang. Ia pun masuk seleksi dan berhasil lulus untuk ditempatkan pada jabatan Operator III di Mekanical Departement Pabrik Indarung II, PT Semen Padang. Namun, dunia kerja di pabrik semen tertua di Indonesia itu hanya dijalaninya selama 13 tahun (1979 – 1992).[1]
Karier menulis
suntingTentang dunia tulis menulis dan sastra, sejak kecil ia tidaklah pernah berencana dan bercita-cita menjadi penulis. Mengingat kondisi ekonomi orang tuanya, ia pun tidak hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, melainkan langsung memasuki dunia kerja. Pada saat itu, lulusan sekolah teknik menengah rupanya lebih berpeluang dapat bekerja langsung dibanding dengan lulusan sekolah menengah umum. Namun demikian, sebelum tamat, yaitu pada masa sekolah menengah itulah pada tahun 1974 ia pun mulai berkenalan dengan kegiatan tulis-menulis melalui sebuah komunitas yang bernama “Perkumpulan Sahabat Pena Indonesia” (PSPI) cabang Padang. Bergabungnya Dasril dengan komunitas itu ternyata menjadi gerbang masuk yang memperkenalkannya dengan dunia tulis menulis yang sejak kecil tidak terlintas dalam cita-citanya. Perkumpulan itu memiliki kegiatan berkorespondensi antarsahabat pena melalui surat menyurat. Kegiatan itu telah melatihnya berolah kata dan imajinasi sehingga memberinya bekal berharga dalam kepenulisan kreatif selanjutnya.
Wadah sahabat pena itu membuatnya sering menulis dengan gaya penulisan yang indah seperti gaya bercerita cerpen maupun tulisan-tuisan yang bagai puisi bernuansa romantis gaya anak ramaja ketika itu. Baginya, kegitan menulis dalam wadah sahabat pena itu telah mengantarnya tertarik dan menekuni dunia tulis menulis, terutama kreativitas bersastra. Ia pun tidak menyia-nyiakan berkah menulis itu. Kreativitas mulai bersastraya pun ia salurkan siiring dengan kemunculan sebuah ruang kreativitas sastra remaja di Harian Haluan yang bernama “Remaja Minggu Ini” (RMI) sejak edisi pertama, Minggu, 4 April 1976. Ruang kreativitas sastra remaja itu diasuh oleh penyair Rusli Marzuki Saria, yang mengutamakan karya para penulis muda dan pemula untuk puisi, cerpen, esai, dan kritik sastra. RMI Haluan sangatlah berperan penting dalam kemunculan bakat para penulis muda dan pemula ketika itu di wilayah Sumbar dan Riau, yang salah satunya adalah Dasril Ahmad. Ia masih ingat bahwa tulisannya yang pertama muncul di RMI adalah sebuah esai yang berjudul “Yang Diperlukan untuk Mengembangkan Bakat” (RMI Haluan, Minggu, 21 November 1976). Dapat dikatakan, bahwa Dasril Ahmad merupakan salah satu dari “angkatan” pertama penulis RMI yang diasuh oleh Rusli Marzuki Saria yang juga akrab dengan panggilan “Papa” itu.
Pendidikan
suntingPada tahun 1981, Dasril Ahmad merasakan kebutuhan untuk tekun dan serius dalam memahami dunia sastra sehingga pada tahun itu ia pun memutuskan untuk kuliah di perguruan tinggi, yaitu pada di jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra, Universitas Bung Hatta, Padang. Ia pun tercatat sebagai mahasiswa angkatan pertama di jurusan itu. Kerajinannya dalam menulis di koran Haluan sejak 1976 ternyata sangat membantunya dan membuatnya dikenal baik di kampus. Hal itu menjadi rekomendasi bagi dirinya untuk mengikuti kegiatan sastra, menulis, diskusi, dan pertemuan ilmiah sastra. Misalnya saat masih kuliah ia pun diundang sebagai pembicara dalam forum diskusi dan ceramah sastra di sekolah-sekolah. Beberapa kesempatan menjadi pemakalah mislanya dalam Diskusi Panel dengan makalah “Semangat Minangkabau dalam Sajak-Sajak Chairil Anwar” di FPBS IKIP Padang (1983); pemakalah pada Diskusi Sastra tentang “Perkembangan Penulisan Puisi di Kalangan Remaja di Sumatera Barat” di Universitas Bung Hatta (1985); pemakalah pada “Temu Kritikus Sastra Sumbar-Riau 1986” di Taman Budaya Padang (1986); dan bersama organisasi Himpunan Mahasiswa Sastra Sumatera Barat (HMSSB), ia memberikan Ceramah Sastra tentang “Penulisan Esei dan Kritik Sastra” ke SLTA se-Sumatera Barat (1987). Pada tahun ketiga kuliah (semester enam), sebuah tawaran istimewa disodorkan oleh dosennya Drs. Mursal Esten (alm) untuk jadi asisten dosen mata kuliah kritik sastra. Namun sayang, ketika itu ia masih terikat waktu bekerja di PT Semen Padang sehingga sehingga tawaran bagus tersebut tidak bisa dipenuhi.
Ketika masih kuliah dan hingga setelah tamat, ia juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Sastra Sumatera Barat (HMSSB) dari tahun 1985 sampai dengan tahun 1990.[2] Pada tahun 1987 ia pun menyelesaikan studi di Fakultas Sastra Universitas Bung Hatta dengan skripsi “Pengaruh Kaba Minangkabau terhadap Puisi-Puisi Rusli Marzuki Saria” (1985, skripsi). Salah satu kegiatannya setelah masa kuliah adalah ia pernah mejadi redaktur (tamu) untuk rubrik puisi pada ruangan Remaja Minggu Ini (RMI) harian Haluan (1991-1992).
Karier lainnya
suntingSebuah langkah penting diambilnya. Teringat dengan tawaran dosennya dulu, ia tetap menjaga asa untuk menerapkan ilmunya di almamater sangat bersar, yaitu ia ingin mengajar sastra. Dengan tekad yang besar dan tentu merupakan sebuah pilihan yang pelik, ia pun nekad mengajukan pengunduran diri dari kemapanan bekerja di PT Semen Padang pada tahun 1992. Namun, gayung tidak bersambut, setelah mundur dari pekerjaan lamanya, malah permohonnanya untuk mengajar di alamaternya tidak pula terkabul karena alasan kuota dosen sastra Indonesia yang tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa ketika itu. Namun begitu, Dasril Ahmad masih tetap bersyukur karena ia masih diterima di universuitas itu sebagai staf administrasi dengan status pegawai kontrak sejak tahun 1999. Dalam pada itu, sebelum diangkat sebagai pegawai kontrak di Universitas Bung Hatta ia pun pernah juga menjadi dosen luar biasa di Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang pada tahun 1998 dan pada Fakultas Sastra Universitas Bung Hatta pada tahun 1998—1999. Bekerja sebagai pegawai kontrak di Universitas Bung Hatta ia jalani cukup lama, yaitu selama 10 tahun (1999—2009). Pada tahun 2009 statusnya diangkat menjadi pegawai tetap Universitas Bung Hatta, namun itu hanya dinikmatinya selama tiga tahun menjelang tiba usia pensiunnya pada tahun 2012.
Dunia Sastra
suntingParjalanan karier Dasril Ahmad yang lebih memilih dan konsiten aktivitas di dunia sastra terlihat dalam beberapa jejak kegiatannya. Selain disebutkan tadi, ia telah menulis sejak tahun 1976. Ia telah menerbitkan tulisannya di berbagai media cetak terbitan di Padang, Jakarta, dan Kuala Lumpur, Malaysia. Tulisan-tulisannya berupa esei, kritik, cerpen, wawancara, dan artikel kebudayaan antara lain dimuat di Harian Haluan, Singgalang, Semangat, dan Padang Ekspres (Padang), Pelita, Berita Buana, Terbit, Merdeka, Suara Karya, Tempo, Mingguan Mutiara, majalah sastra Horison (Jakarta), dan majalah Dewan Sastera, Kuala Lumpur, Malaysia.
Di samping menulis, ia sejak lama telah aktif mengikuti berbagai diskusi dan seminar sastra-budaya yang diadakan di Indonesia. Di antaranya adalah “Temu Sastrawan dan Kritikus 1984” dan “Forum Puisi Indonesia 1987” di TIM Jakarta, “Pertemuan Bahasa dan Sastra Wilayah Barat” (1986) di Pekanbaru, dan berbagai seminar bahasa, sastra dan budaya lainnya di Sumatera Barat. Ia juga pernah menyajikan makalah pada forum “Temu Kritikus Muda Sumbar-Riau 1986”, “Temu Kritikus Sastra Se-Sumatra 1989”, dan seminar “Perkembangan Kritik Sastra Indonesia di Sumbar” (1988), semuanya di Padang. Di antara makalah lainnya untuk seminar adalah “Semangat Minangkabau dalam Sajak-Sajak Chairil Anwar” (1983), “Selintas Perkembangan Penulisan Puisi di Kalangan Remaja di Sumbar” (1985), “Orientasi Sajak-Sajak Indra Nara Persada” (1986). dan “Tentang Perkembangan Kritik Sastra di Sumatera Barat” (1988).[1]
Karya
suntingBuku sastranya yang paling mutakhir ialah buku kumpulan cerpennya Ngilu (Angkasa, 2016, 132 hlm.)[3] Kumpulan cerpen Ngilu pernah terbit pada tahun 1988 oleh Himpunan Mahasiswa Sastra Sumatera Barat (HMSSB). Sedangkan buku cepen petamannya adalah Debu (1986) yang juga diterbitakan oleh HMSSB.[1] Sampai saat ini pun Dasril Ahmad tetap aktif dan tidak lelah berkecimpung untuk turut serta dalam berbagai kegiatan sastra dan budaya, dan tetap menulis ulasan dan kritik sastra yang juga ditulisnya di media sosial maupun media daring. (Mulyadi Esem)
Referensi
sunting- ^ a b c Wawancara dengan Dasril Ahmad, di Padang, 9 Oktober 2017.
- ^ http://temusastrawannusantara.blogspot.co.id/2014/10/dasril-ahmad.html
- ^ "Ngilu - Kumpulan Cerpen". Buku Kita.