Dang Hyang Nirartha

Danghyang Nirartha juga dikenal dengan sebutan Pedanda Shakti Wawu Rauh, "Mpu Nirartha" atau Danghyang Dwijendra adalah seorang tokoh agama Saiwa di Bali dan seorang pengelana Hindu abad ke-16 Masehi. Ia adalah pendiri ajaran Saiwa di Bali.[1] Tokoh ini dikenal dari lontar Dwijendra Tattwa.

Pengenalan tahta kosong Padmasana sebagai tempat untuk Dewa Agung Acintya, merupakan hasil pergerakan reformasi yang dipimpin oleh Dang Hyang Nirartha, pada saat tersebut penyebaran agama Islam sedang meluas dari barat melalui pulau Jawa.[2]

Kehidupan awal

sunting

Pada awal tahun 1537, Ia meninggalkan kota Blambangan bersama dengan keluarganya untuk menjadi kepala penasihat Raja Gelgel, Dalem Baturenggong. Ia meninggalkan wilayah kerajaan Blambangan setelah salah satu istri dari raja Blambangan jatuh cinta kepadanya. Kejadian ini memicu keberangkatannya meninggalkan pulau Jawa. Diceritakan bahwa perjalannya dari Jawa ke pulau Bali dilakukan dengan menduduki labu, hal ini mengakibatkan penilaian tabu di lingkungan Brahmin Bali akan konsumsi labu.[3]

Setelah kedatangan

sunting

Setelah kedatangannya di Bali, ia tiba di lingkungan kerajaan Raja Dalem Waturenggong. Bertepatan dengan masa dimana Bali sedang dijangkiti oleh berbagai penyakit dari tahun-tahun sebelumnya, Nirartha memberikan sebagian rambutnya kepada raja dan menyatakan bahwa hal tersebut akan menghapus penderitaan.[3] Rambut ini ditempatkan di sebuah pura yang kemudian menjadi tempat ziarah pengikut Shaivis di Bali.

Arsitektur

sunting

Nirartha merupakan pencipta arsitektur padmasana untuk kuil Hindu di Bali. Pura ini dianggap oleh para pengikut sebagai penjelmaan dari Shiva yang agung.[4] Semasa perjalanan Nirartha, jumlah pura di pesisir pantai di Bali bertambah dengan adanya pembangunan pura-pura yang berkaitan dengan perjalanan dharmayatra beliau. Saat ini pura yang dibangun untuk menghormati perjalanan suci orang-orang suci pada zaman terdahulu dikategorikan sebagai pura dang kahyangan.[5]

Ia juga menciptakan sistem tiga- pura (Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem) untuk desa-desa di Bali sebagai penghormatan pada tiga dewa utama Hindu (Trimurti). Pura Desa merupakan pura yang didirikan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam prabawanya sebagai Dewa Brahma, Pura Puseh didirikan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam prabawanya sebagai Dewa Wisnu, Pura Dalem didirikan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam prabawanya sebagai Dewa Siwa. Konsep ini juga selaras dengan konsep Tri Kona (Uttpti, Sthiti, Pralina) dalam penciptaan buana agung dan buana alit. Ketiga pura tersebut dikenal dengan Pura Kahyangan Tiga yang berada disetiap Desa Adat di Bali. Selain bernilai magis-religius, keberadaan pura dimaksud menjadi pengikat yang fundamental bagi masyarakat Bali terutama dalam rangka menjaga warisan adi luhung Agama Hindu.

Istri dan Putra-Putri

sunting

Dang Hyang Nirartha mempunyai 12 orang putra-putri. Perkawinan ia dengan Diyah Komala, putri Dang Hyang Panawaran yang berasal dari Daha melahirkan dua orang putra, masing-masing bernama Ida Ayu Swabhawa (nama lainnya Hyangning Salaga, Bhatari Melanting) dan Ida Kulwan (nama lainnya Dang Hyang Wiraga Sandhi atau Pedanda Kemenuh). Perkawinannya dengan putri Dang Hyang Pandawasikan yang bernama Diyah Sangawati dari Pasuruhan (masih saudara sepupu Dang Hyang Nirartha) melahirkan empat orang putra, yaitu Ida Wayahan Lor Uuga bernama Nuabha (Ida Ler), Ida Wiyatan (Ida Wetan) dan Ida Kulwan. Perkawinan ia dengan Patni Keniten, adik Sri Aji Juru raja Brambangan melahirkan tiga orang putra, masing-masing bernama Ida Ayu Nirswabhawa Uuga (bernama Ida Istri Rai), Ida Telaga (juga bernama Ida Ender) dan yang terkecil bemama Ida Kaniten (Pedanda Kaniten). Putra-putri Danghyang Nirartha yang beribu dari Jawa, masing-masing dari Daha, Pasuruan dan Blambangan.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ Pringle, p 65
  2. ^ Bali and Lombok, p.46-47, 2001, Dorling Kindersley Limited, London ISBN 978-0-7566-2878-9
  3. ^ a b Of Temples and Dragons Diarsipkan 2007-10-08 di Wayback Machine. Bali Plus
  4. ^ Kotamadya Denpasar Bali Paradise
  5. ^ (Indonesia) Sekelumit Sejarah dan Cara Sembahyang Diarsipkan 2007-09-11 di Wayback Machine. Bali Post 8 Juli 2007
  6. ^ Agastia, I. B. G. (1992). Dwijendra Tattwa. 

Lihat pula

sunting

Pustaka lainnya

sunting