Danau Si Cike-cike

Danau Si Cike-cike adalah salah satu taman wisata, kawasan konservasi yang berada di provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, khusus dari kota Sidikalang, ibukota Kabupaten Dairi[1].

Legenda

sunting

Danau Si Cike-cike memiliki iklim dingin dan sejuk menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, Danau Si Cike-cike dianggap sebagai lokasi asal mula tujuh marga Pakpak yang ada di Dairi. Masyarakat juga percaya bahwa volume air danau ini tidak pernah surut, justru terus bertambah. Danau Si Cike-cike memiliki aliran yang membentuk tiga hulu sungai, yaitu Lae Mbilulu menuju Pakpak Bharat, Lae Pendaroh ke Sitinjo, dan Lae Simbellen yang mengarah ke Kota Sidikalang.

Salah satu legenda yang melekat di Danau Si Cike-cike berkisah tentang Raja Naga Jambe, seorang raja yang memiliki dua istri, Berru Saraan dan Berru Padang. Dari Berru Saraan, Raja Naga Jambe dikaruniai tiga anak bernama Ujung, Angkat, dan Bintang. Sementara dari Berru Padang, ia memiliki empat anak yang dikenal dengan nama Capah, Gajah Manik, Kudadiri, dan Sinamo. Kehidupan Raja Naga Jambe dan keluarganya berjalan dengan damai, hingga suatu hari, pada musim tanam padi, terjadi peristiwa yang mengubah segalanya. Saat itu, seluruh anggota keluarga pergi ke ladang untuk merayakan acara merkottas (makan bersama), namun tidak ada yang mengantar makanan untuk Berru Saraan yang sakit dan tertinggal di rumah. Rasa lapar yang dialaminya membuatnya menangis hingga air matanya membentuk sebuah danau. Akibat peristiwa ini, Raja Naga Jambe beserta keluarganya meninggalkan desa dan berpencar ke berbagai daerah Pakpak, yang menjadi asal usul dari istilah Sipitu Marga, atau "tujuh marga". Hingga kini, masyarakat Pakpak percaya bahwa memandikan kucing di Danau Si Cike-cike dapat mendatangkan bencana[2].

Danau Si Cike-cike memiliki keunikan lain, yaitu kehadiran beberapa ekor bebek yang menghiasi permukaan danau, serta keberagaman flora dan fauna di sekitarnya. Fauna yang dapat ditemukan di kawasan ini termasuk beruang madu, monyet ekor panjang, babi hutan, kucing hutan, serta berbagai jenis burung dan satwa liar lainnya. Di antara flora yang tumbuh di sekitar danau terdapat anggrek, kantong semar, dan pohon kemenyan yang menjadi komoditas unggulan dari wilayah Pakpak Bharat.

Masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Si Cike-cike sebagian besar adalah suku Pakpak, dengan penduduk pendatang seperti suku Batak Toba di Desa Perbuluhen. Meskipun mereka berasal dari suku dan agama yang berbeda, masyarakat hidup berdampingan dengan harmonis. Secara adat, mereka disatukan dalam sebuah komunitas yang disebut "Sulang Si Lima", yang berfungsi sebagai pedoman hidup bersama untuk mencapai tujuan yang sama.

Referensi

sunting
  1. ^ KSDAE, Datin. "TWA Sicike-Cike Jadi Destinasi Wisata Sumatera Utara - Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem". ksdae.menlhk.go.id. Diakses tanggal 2024-10-18. 
  2. ^ Nasution, Askolani; Siregar, Tikwan Raya; Hutasuhut, Anharuddin; Hamdani, Nasrul; Sinulingga, Jekmen; Rehulina, Eka Dalanta; Sekali, Mehamat Karo; Herlina, Herlina; Padang, Melisa (2021). Sibrani, Robert, ed. Ensiklopedia kebudayaan Kawasan Danau Toba. Banda Aceh: Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Aceh. ISBN 978-623-6107-05-8.