Damarwulan, Keling, Jepara
Damarwulan adalah desa di kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia Desa Damarwulan 32 km di sebelah utara Kota Jepara dengan kondisi geografis dataran tinggi, yang merupakan salah satu desa terluas dikecamatan keling, dengan mata pencaharian sebagaian penduduknya adalah petani. Bidang pertanian, peternakan dan perkebunan menjadi urat nadi perekonomian di desa ini selain juga ada industri pengolahan kayu. Dengan memanfaatkan lahan yang luas didesa ini, masyarakat Damarwulan menanam Kopi, Jahe, Temu lawak, Kunir Cengkih, Randu (kapuk), Cokelat maupun aneka ragam tanaman keras, seperti kayu Sengon, Jati, Mahoni.
Damarwulan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Jepara | ||||
Kecamatan | Keling | ||||
Kode pos | 59454 | ||||
Kode Kemendagri | 33.20.09.2002 | ||||
Luas | ... km² | ||||
Jumlah penduduk | ... jiwa | ||||
Kepadatan | ... jiwa/km² | ||||
|
Sejarah kelahiran desa Damarwulan tidak luput dari peradaban dimasa lampau, yakni kerajaan Kalingga yang dirikan oleh Dapunta Syailendra yang berasal dari Dinasti Syailendra, dan Salah satu penguasa Kalingga yang mashur dan mampu membawa kemajuan kerajaan yaitu Ratu Shima atau Dewi Wasuwari.
Nama kalingga merujuk pada toponimi Kecamatan Keling atau yang dikenal juga dengan Kerajaan Holing oleh bangsa tiongkok yang terletak di sebelah utara Gunung Muria sekitar Kabupaten Jepara yang berdiri sekitar abad ke-6 dengan corak kerajaan Hindu Buddha. Nama keling atau Holing sendiri berasal dari bahasa Tiongkok karena banyak saudagar dan pendeta China yang datang ke Kalingga pada periode Dinasti Tang Abad ke 674 M. Sehingga pada periode paska runtuhnya kerajaan kalingga oleh Sriwijaya karena intrik politik, banyak nama-nama desa dan dusun di daerah keling menunjukkan indikasi toponimi adanya peradaban besar di masa kejayaan Kerajaan Kalingga. Termasuk Desa Keling, Mojo, Tulakan dan Desa Damarwulan serta bukti peninggalan situs Gili Perahu yang diyakini masyarakat merupakan Bahtera Kapal dari tiongkok yang kandas dipesisir utara pulau Jawa, tepatnya di dukuh Sengon Damarwulan.
Nama Damarwulan, dalam catatan Tiongkok, dijelaskan bahwa berasal dari adanya seorang yang linuwih dan bijaksana di daerah itu. Seseorang itu adalah pendeta yang dikenal dengan Janabadra yang tinggal di Jananabadra. Sementara dari bahasa sansekerta, kata Jananabadra sendiri bermakna Orang yang sudah tercerahkan. Yakni cahaya rembulan atau rembulan yang bercahaya. Kemudian dalam Bahasa Jawa jadi Damarwulan.
Nama Janabadra juga disebut dalam catatan Negarakertagama. Yakni catatan ketika Raja Hayam Wuruk melakukan sidrayatra ke Candi Palah atau saat ini candi Penataran. Saat itu Hayam Wuruk mendapat kabar Gajahmada sakit parah. Ketika hendak kembali ke Ibu Kota Trowulan, ia lewat jalan pintas yang masih berupa lereng gunung dan hutan belantara di wilayah Janabadra/Damarwulan. Patih Gajah Mada beserta rombongan Majapahit hanya menggunakan penerangan obor dan lampu Blencong yang sekarang menjadi ikon desa Damarwulan dan berbagai bukti peninggalan-peninggalan prasasti lain di wilayah Keling, seperti candi angin dan candi bubrah diwilayah Tempur yang berdampingan dengan desa Damarwulan.
Pada kemudian hari, oleh masyarakat sekitar Keling/Kalingga masih menyaksikan situs lentera yang menyala terus menerus setiap menjelang malam tepatnya pada waktu magrib hingga menjelang pagi, Cahaya yang menyala tersebut sering kali dilihat oleh penduduk yang berada dibawah kaki gunung Muria, waktu itu terlihat jelas oleh masyarakat dari desa kelet dan sekitarnya. Dilihatnya lentera yang menyala itu sikian hari menjadikan banyak tanggapan dan pertanyaan dari penduduk Desa Kelet dan sekitarnya “Iku Damar opo kok angger magrib urip, ngadepke esuk kok rak ono” (Itu cahaya apa kenapa setiap menjelang magrib menyala, terus ketika menjelang pagi tidak ada).
Berbulan – bulan masyarakat Keling melihat cahaya itu tanpa ada keberanian untuk melihat langsung, hal tersebut dikarenakan ketakutannya penduduk Keling karena Cahaya tersebut terletak dipegunungan serta ditengah – tengah hutan. Disaat masyarakat Keling yang bingung akan cahaya tersebut, waktu itu dari sesepuh yang linuwih, yakni Mbh Abdullah atau disebut Mbh Mbedul diminta masyarakat Keling guna mengutus seseorang untuk memberanikan diri untuk melihat dan membuktikan kebenaran cahaya itu "Belum diketahui namanya" utusan itu akhirnya melaksanakan amanah yang diberikan Mbh Mbedul, setelah melihat langsung ketempat beradanya titk timbulnya cahaya, ternyata cahaya itu adalah cahaya yang berasal dari lampu Blencong, lentera tersebut terpasang pada disebuah pohon Ketepus yang berada pada hutan kerpus. yang digunakan untuk menerangi subuah Bale yang disebut Bale Kambang oleh seseorang yang tinggal dibale tersebut. saat ini tempat itu dijuluki Punden Mbh Joyo Kusumo. Pada akhirnya, timbul pertanyaan dalam benak sang utusan "siapa yang menghidupkan lentera Blencong ini, sedangkan disini adalah gunung dan masih berbentuk hutan yang lebat jauh dari pemukiman penduduk?'". Ditunggunya lentera Blencong tersebut hingga muncul seseorang yang tinggal ditengah-tengah hutan tersebut hingga muncul seseorang yang menyalakan lentera tersebut. "Saat sang utusan Mbh Mbedul itu menunggu tidak diketahui apakah dia bertemu dengan orang yang menyalakan lentera Blencong itu apa tidak". Sepengetahuan masyarakat Damarwulan lentera Blencong yang hidup itu adalah lampu yang hidup tanpa ada yang menunggu yang ditinggalkan oleh seseorang. Berdasarkan sumber keyakinan masyarakat Damarwulan lentera Blencong itu adalah peninggalan prajurit atau kesatria dari Majapahit, yang pada kemudian hari diyakini adalah sang Patih Gajah Mada.
Akhirnya utusan Mbh Mbedul itu pun menyimpulkan, bahwa tempat itu adalah tempat yang digunakan untuk pertapaan dan bersemedi seorang kesatria Agung. kemudian utusan Mbh Mbedul berniat untuk turun guning dan kembali kerumah, disebarkanlah kabar yang diperoleh itu kepada masyarakat sekitar, dan kabar dari utusan Mbh Mbedul itu menjadi jawaban yang selama itu menjadi pertanyaan dari penduduk yang berada dilereng gunung Muria, tepatnya diwilayah desa kelet dan sekitarnya. kemudian dikabarkan pada Mbh Mbedul oleh sang utusan dan akhirnya, Mbh Mbedul memberi patuah, bahwa tempat itu dinamakan Damarwulan. Kemudian daerah keberadaan Bale Kambang dan lampu Blencong di putuskan dan ditempati sebagai desa Damarwulan. Mbh Sebrok adalah salah satu sesepuh desa damarwulan dan beliu dijadikan Kepala dusun/Lurah yang memimpin wilayah tersebut.
Acara Tradisi turun temurun yang masih menjadi adat dan ciri khas Desa Damarwulan yaitu Seni Tayub dan Wayang Kulit yang menjadi hiburan rakyat pada masyarakat Damarwulan serta ragam kesenian lain kala itu, pada masa kejayaan Islam di Bumi Nusantara, masyarakat Damarwulan masih melestarikan tradisi budaya leluhur itu dengan peringatan KABUMI (sedekah bumi), masyarakat mengisi dan meramaikan tradisi sedekah bumi tersebut dengan kesenian Tayub, Wayang Kulit serta menyiapkan ragam sesaji untuk kemudian di akhiri dengan do’a bersama untuk para leluhur dan kesejahteraan masyarakat Damarwulan sebagai bentuk penghormatan untuk leluhur – leluhur desa dengan menyembelih Kerbau Jantan dan ragam umborampe serta Ayam Panggang Jantan yang diperingati ketika bulan Apit pada bulan Jawa atau Dzul Qo’dah pada bulan Arab, terlaksana pada hari senin Legi.
Penyembelian Kerbau jantan dilakukan berdasarkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat, bahwa kala itu situs Balai kambang ingin dipindah dari Baluran ke dukuh Bajangan, pemindahan sempat mengalami kendala karena orang-orang yang memindahkan balai tersebut kecapean waktu proses pemindahan karena tempat terbilang jauh dan medan jalan yang masih sulit, kemudian timbullah gagasan untuk mengangkat balai tersebut dengan bantuan kerbau, setelah kerbau itu diperoleh balaipun diangkat hingga tujuan, setelah itu kerbau disembelih untuk memberi makan orang – orang yang ikut serta dalam gotong royong pemindahan balai Kambang. Hal itu masih menjadi kepercayaan yang dianut warga Desa Damarwulan, dan menjadi adat desa damarwulan hingga sampai sekarang.
Administratif
suntingDesa Damarwulan terdapat beberapa Dukuh, yaitu:
- Dukuh Ngipik
- Dukuh Gilikebon
- dukuh mangkli
- dukuh bajangan
- dukuh ngrambe
- dukuh gemak
- dukuh mendak
- dukuh dodol
- dukuh medana
- dukuh ngetuk
Pemdes Damarwulan
suntingStruktur pemdes Damarwulan periode 2020-2025:
- Kepala Desa = KASTONO
- Sekretaris (Carik) = HERI WIYOTO
- Bendahara = PATHONI
- Tata Usaha = LAILUL FITRI
- Modin = M SYAFIQ
- Ketua BUMDes = SUTOMO
- Komandan Hansip = KASTURI
- Ladu = SALAMU
- Bayan = KASERAN
- Kamituwo = MARWAN
Pariwisata
suntingDesa Damarwulan terdapat beberapa tempat wisata, yaitu:
- Watu Ombo, di Dukuh Ngipik
- Goa Blorong, di Dukuh Ngipik
- Air Terjun Kedung Pancur Telu, di Dukuh Ngipik
- Air Terjun Curug Kemiri, di Dukuh Ngipik
- Air Terjun Curug Kyai Buku, di Dukuh Gilikebon
- Puncak Distoroto, di Dukuh Medono
- Situs GILI PERAHU, di Dukuh Sengon
- Pendopo Distoroto, di Dukuh Medono
- Hutan Pinus Area Camping, di Dukuh medono
Potensi
suntingTernak ulat sutra dikembangkan sejak 2007 di lahan tegakan seluas 15 hektare. Media pembudidayaan ulat sutra itu adalah tanaman murbei.[1] Setiap 36-40 hari, warga mampu memproduksi benang sutra 2,5-4 kilogram. Benang itu dijual kepada sejumlah perajin tenun di Desa Troso. Harga benang Rp 350.000 per kg. maka Desa Damarwulan di juluki Desa Benang Sutra. Kepala Desa Pemerintah Desa Damarwulan akan membangun Gapura bertulis "Damarwulan Sentra Sutra".
Disamping itu, desa damarwulan juga memiliki kebun kopi yang sangat luas, sehingga potensi desa damarwulan juga merupakan desa penghasil kopi, kopi damarwulan juga merupakan salah satu kopi terbaik yang di miliki indonesia.[2]
Desa Damarwulan berpotensi sebagai Desa Wisata karena desa Damarwulan memiliki banayak tempat wisata alam yaitu Air Terjun Kedung Pancur Telu, Goa Blorong, Watu Ombo, Air Terjun Curug Kyai Buku, Air Terjun Curug Kemiri dan memiliki pedesaan yang pemandangannya indah.
Perencanaan Desa
suntingKepala Desa Damarwulan memiliki berencana mengalokasikan 20% dana desa (BUMDes) untuk membangun wisata di Desa Damarwulan, yaitu:
- Membangun Gazebo atap genteng wuwungan khas Rumah adat Jepara di sekitar Air Terjun Kedung Pancur Telu, Goa Blorong, Watu Ombo, Air Terjun Curug Kyai Buku, Air Terjun Curug Kemiri
- Membangun Akses Jalan menuju Air Terjun Kedung Pancur Telu, Goa Blorong, Watu Ombo, Air Terjun Curug Kyai Buku, Air Terjun Curug Kemiri
- Membangun Bangku Taman dari semen di komplek Air Terjun Pancur Telu, Goa Blorong, Watu Ombo, Air Terjun Curug Kyai Buku, Air Terjun Curug Kemiri
- Membangun tempat parkir sepeda, motor, mobil.
- Memasang papan peringatan, tempat sampah, petunjuk jalan
- Membangun Gerbang Gapura bentuk Candi bentar khas Jawa di pintu masuk ke komplek Air Terjun Pancur Telu, Goa Blorong, Watu Ombo, Air Terjun Curug Kyai Buku, Air Terjun Curug Kemiri
- Membangun Gapura bertulis "Damarwulan Sentra Sutra"
- Membangun Gapura bertulis "Damarwulan Desa Wisata"
Olahraga
suntingDesa Damarwulan tidak mempunyai ssb juga klub sepak bola oleh sebab itu Masyarakat dan Petinggi ingin mendirikan klub sepak bola sekaligus ssb seperti Kenari Star FC dari Purwogondo, Petinggi Damarwulan dan Masyarakat telah menyiapkan nama untuk klub sekaligus ssb dengan nama Damarwulan Oetama FC (DO FC). Agar para putra-putra desa Damarwulan bisa mengembangkan bakat supaya menjadi pemain sepak bola profesional sehingga bisa mengharumkan nama Desa Damarwulan di Liga PSSI Pengcab Jepara yaitu Liga Jepara dan menjadi pemain Persijap Jepara lalu membela negara dengan cara menjadi skuat TIMNAS INDONESIA.
Referensi
sunting- ^ http://regional.kompas.com/read/2012/01/26/17321016/Ulat.Sutra.Geliatkan.Ekonomi.Desa
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-04. Diakses tanggal 2013-02-28.
Pranala luar
sunting