D.A. Rinkes
D.A. Rinkes atau Douwe Adolf Rinkes (8 November 1878 – 1 Januari 1954)[1][2] adalah pejabat tinggi dalam pemerintahan Hindia Belanda, dan lebih dikenal sebagai Direktur Balai Pustaka.
Latar belakang keluarga
suntingRinkes adalah putra pasangan Jan Innes Rinkes, seorang pengusaha, dan Minke Minderts Hoekstra. Buyutnya, Jan Jans Rinkes, adalah seorang juragan jagung. Kakeknya, Inne Jans, pernah menjabat sebagai wali kota Haskerland. Saudara kakeknya, Simke Heerts Rinkes, adalah seorang ahli Latin.[1]
Pendidikan dan karier
suntingRinkes menyelesaikan sekolah menengah di Sneek, lalu meneruskan belajar di Sekolah Pertanian dan Perhutanan di Wageningen. Dia lulus dari Jurusan Kolonial pada 1898 dan mendapatkan ijazah untuk bidang pertanian tropis. Pada Februari 1899 dia berangkat ke Jawa untuk mencari peruntungan. Pekerjaan pertamanya di Hindia Belanda adalah asisten di Taman Botani Buitenzorg (Kebun Raya Bogor). Dia bertugas mengelola sawah percobaan untuk menunjukkan cara menggembrukan tanah pada pribumi.[1]
Dia sempat belajar di Sekolah B Gimnasium Willem III di Batavia (Jakarta) untuk mempersiapkan diri melamar kerja di Pemerintahan Hindia Belanda. Pada Oktober 1903 dia diangkat sebagai aspirant controleur dan ditugaskan di Korintji, di pesisir barat Sumatra. Setahun kemudian dia dipindahkan ke Jawa, tepatnya daerah Preanger (Priangan). Pada awal 1905 dia harus mengundurkan diri karena sakit dan sementara diangkat sebagai pekerja di "Algemene Secretarie", pusat pemerintahan Hindia Belanda di Bogor. Tidak lama kemudian dia diberikan izin sakit selama dua tahun dan kembali ke Belanda.[1]
Dia kuliah di Universitas Leiden, Belanda, untuk mempelajari bahasa dan sastra Indonesia. Sebelum mengikuti perkuliahan reguler, dia mengikuti ujian matrikulasi yang meliputi mata kuliah Bahasa Latin dan Yunani. Di sana dia belajar Bahasa Arab dan Sanskerta, Islam, dan sejarah budaya India. Di sana juga dia belajar tentang ilmu bahasa Jawa, Melayu, dan Indonesia. Speyer, Sormani, Van Konijnenburg, Van Ophuijsen, dan Snouck Hurgronje adalah beberapa dosennya di sana. Dia mendapatkan bantuan dari Snouck Hurgronje, seorang profesor di Universitas Leiden, yang melobi agar masa bebas tugas dari kerja pegawai negerinya diperpanjang. Rinkes lulus ujian pertamanya pada Februari 1908, dan lulus jenjang doktoral ada 1909.[1]
Pada 1910 dia menjadi guru Bahasa Jawa di Sekolah B. Selama itu dia membuat indeks surat kabar Jawa dalam koleksi Batavia Society yang digunakan salah satunya untuk bahan ajar pelajaran Jawanya. Pada masa itu juga dia diangkat menjadi staf ahli bahasa dan tangan kanan Penasihat untuk Urusan Pribumi, Dr. Hazeu. Tugas utamanya adalah mempromosikan bacaan untuk pribumi dan mengelola perpustakaan keliling. Pada 1911 dia dibebastugaskan dari mengajar.[1]
Pada 1912 Rinkes diangkat menjadi ajun Penasihat untuk Urusan Pribumi, membantu Dr. Hazeu yang juga menjabat sebagai kepala Departemen Pendidikan. Pada tahun ini pula Rinkes diangkat menjadi kepala Commissie voor de Volkslectuur. Kurang lebih satu setengah tahun kemudian Rinkes diangkat menjadi Penasihat untuk Urusan Pribumi. Salah satu tugasnya ketika menjabat adalah mengamati perkembangan Sarekat Islam. Untuk itu, dia banyak bepergian keliling Jawa. Pengamatan itu dilaporkan pada Gubernur Jendral Idenburg.[1]
Pada 1916 Rinkes ditugaskan ke Jedah untuk mengurusi orang-orang pribumi Hindia Belanda yang naik haji tapi terhambat kesulitan. Setelah mengurusi hal itu, dia tidak pulang ke Hindia Belanda, melainkan ke Belanda. Dia baru kembali pada September 1917.[1]
Pada tahun 1920 Rinkes jatuh sakit dan pulang ke Eropa. Dia kembali lagi ke Hindia Belanda pada 1922. Pada 1927 dia pensiun dan menetap di Nice, Prancis, sampai akhir hayatnya.[1]
Penelitian Wali
suntingKetertarikan Rinkes terhadap bahasa dan sastra oriental terpupuk ketika dia belajar di Sekolah B. Di sana dia diajari oleh Hazeu dan Van Ronkel. Hazeu adalah seorang profesor kajian Jawa di Leiden dan bertugas untuk mengajarkan Bahasa Jawa. Dia menulis tentang teater, folklor, dan sastra Jawa. Dia juga dekat dengan sastrawan Jawa di Jawa Tengah. Van Ronkel dipengaruhi oleh pemikiran Snouck Hurgronje tentang Islam. Di Sekolah B dia mengajarkan hukum dan pranata Islam. Dalam pengantar tesisnya, Rinkes mengatakan bahwa mereka menimbulkan minatnya terhadap bahasa dan sastra oriental dan segala hal yang berkaitan dengan itu.[1]
Perkembangan minat itu berwujud pada pemilihannya atas tarekat Syattariyah—yang pernah dibahas oleh Snouck Hurgronje dalam tulisannya tentang Aceh—sebagai bahan tesisnya. Di dalamnya dia membahas secara ringkas perkembangan tarekat Syattariyah di Jawa. Dia juga membahas beberapa topik yang sering dibahas dalam tulisan-tulisan Jawa yang ditemukannya, terutama tentang martabat tujuh. Dia juga membahas penyebaran al-Tuhfa al-mursala ila ‘l-nabi karya Muhammed b. Fadlullah al-Burhanpuri yang berperan penting terhadap penyebaran topik-topik itu.[1]
Dalam penelitiannya, Rinkes menemukan hal-hal yang membenarkan pernyataan Hurgronje bahwa banyak orang Jawa berkenalan dengan tarekat Shattariyah melalui perantara Abdurrauf dari Singkal atau Teungku di Kuala. Abdurrauf mengajari seseorang bernama Abdulmuhyi yang kemudian menetap di Parakan Honje, Tasikmalaya. Abdulmuhyi ini adalah penyebar pertama tarekat Shattariyah di Jawa.[1]
Begitu kembali ke Jawa pada 1910 Rinkes mengunjungi makam Abdulmuhyi. Di sana dia mengumpulkan keterangan lisan yang kemudian dijadikan bahan penulisan “Orang-Orang Saleh dari Jawa” yang diterbitkan dalam Tijdschrift oleh Batavia Society. Setelah itu, dia berencana untuk menulis tentang wali sangat. Tapi, dia hanya sempat menggarap tulisan tentang empat wali, Syekh Siti Jenar, Sunan Geseng, Sunan Bayat, dan Pangeran Panggung.[1]
Dalam menggarap tulisan tentang para wali itu, dia mengumpulkan keterangan lisan di lokasi yang bersangkutan dan mengolahnya bersama data-data yang didapatkan dari sumber cetak dan naskah. Metode penelitian lapangan inilah yang kemudian menghambat laju penelitiannya karena pada masa itu kesibukannya sebagai seorang pegawai negeri makin meningkat.[1]
Balai Pustaka
suntingPada mulanya buku-buku terbitan Balai Pustaka dicetak oleh percetakan swasta dan dijual di toko-toko buku sekolah milik pemerintah. Menurut Rinkes, dengan dana yang tersedia Volkslectuur bisa memiliki bagian pemasaran dan administrasi sendiri, dan percetakan sendiri. Selain itu, menurutnya, biro ini juga bisa menggarap tinjauan atas pers Indonesia dan Melayu-Tionghoa yang sampai saat itu dikerjakan oleh Departemen Urusan Pribumi.[1]
Dia menghimpun penulis, editor, penerjemah, dan korektor pribumi yang kompeten. Dia mendirikan departemen penjualan, membuat gudang, dan mendirikan dua ribu perpustakaan lagi. Dia mendirikan percetakan di tanah bekas kantor percetakan pemerintah. Di sana dia juga mendirikan kantor redaksi dan administratif.[1]
Kapal layarnya dinamai Balai Pustaka sebagai bentuk kecintaannya terhadap Balai Pustaka.[1]