Citarum Harum adalah program pemerintah Indonesia yang dicanangkan untuk membersihkan Sungai Citarum.

Latar belakang

sunting

Isu betapa kotornya Sungai Citarum di Jawa Barat mulai muncul ke dunia internasional pada tahun 2007 melalui halaman berita Daily Mail dengan judul "is this the most polluted river in the world?".[1] Pemberitaan serupa di Daily Mail berlanjut di tahun 2014,[2] menunjukkan tidak ada perubahan berarti selama rentang tujuh tahun tersebut. Di masa pemerintahan Ahmad Heryawan Sebagai Gubernur Jawa Barat, program pembersihan Sungai Citarum telah dimulai.[3] Namun hingga akhir masa jabatannya, program tersebut belum tuntas.[4] Ahmad Heryawan menyebut kegagalannya dikarenakan lemahnya penegakan hukum dalam menindak berbagai pabrik yang mencemari sungai Citarum.[5] Ia juga menyatakan bahwa sumber polusi utama Sungai Citarum adalah pabrik, bukan masyarakat.[5] Pernyataannya sejalan dengan pernyataan Presiden Indonesia ketika itu, Jokowi, bahwa pabrik menjadi sumber polusi utama sungai.[6]

Jauh sebelum Ahmad Heryawan menjabat, telah terdapat program Citarum Bergetar, yang merupakan singkatan dari Citarum Bersih, Geulis, dan Lestari. Program yang berlangsung pada tahun 2000 hingga tahun 2003 tersebut tidak berlangsung dengan optimal.[7] Di tahun 2008 pemerintah Indonesia mendapatkan pinjaman dari Asian Development Bank untuk membersihkan sungai Citarum senilai 500 juta USD. Dana tersebut digunakan untuk melaksanakan program jangka panjang lima tahun yang disebut dengan Citarum Terpadu. Program tersebut dikritik oleh masyarakat dan aktivis karena menjadikan sumber daya air sebagai barang komersial dan mendorong privatisasi air.[7] Setelah itu, muncul program Citarum Bestari pada tahun 2013 oleh pemerintah provinsi Jawa Barat yang tidak optimal karena sebatas sosialisasi dan tidak ada sinergi dengan pemerintah kabupaten dan kota di sekitar sungai Citarum.[7]

Pelaksanaan

sunting

Dasar hukum Citarum Harum adalah Peraturan Presiden No 15 Tahun 2018.[8] Melalui Perpres ini, terbentuk Satgas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dengan tugas:[9]

  • sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
  • relokasi masyarakat yang terdampak
  • berinovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
  • penanganan limbah dan pemulihan ekosistem
  • koordinasi data dan informasi
  • pemberdayaan masyarakat
  • pencegahan dan penindakan hukum

Juga melalui perpres ini, keterlibatan militer, yaitu Kodam III/Siliwangi dan Kodam Jayakarta, dikukuhkan untuk pengkondisian masyarakat, perangkat desa, dan pelaku usaha di sekitar sungai Citarum. Dalam satgas CItarum Harum, Panglima kedua Kodam ditempatkan sebagai Wakil Komandan Bidang Penataan Ekosistem. Perpres juga mengukuhkan keterlibatan Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam hal pencegahan dan penegakan hukum.[10]

Sejumlah perusahaan di kawasan Sungai Citarum diberikan waktu untuk membangun atau memperbaiki Instalasi Pengolahan Air Limbah.[11][12]

Pemerintah menyatakan, melalui Forum Air Sedunia ke-10 yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 18-25 Maret 2024 bahwa program Citarum Harum telah berhasil. Menurut pemerintah, apa yang telah berhasil dicapai di antaranya adalah penurunan signifikan tingkat pencemaran air yang dulu statusnya cemar berat menjadi cemar ringan, peningkatan upaya penghijauan di hulu sungai, pengoptimalan pengelolaan sampah di sepanjang DAS Citarum, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan, serta edukasi dan pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai.[13]

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman menyebut, kondisi air di Sungai Citarum terus membaik dari tahun ke tahun. Dia menargetkan, indeks kualitas air Sungai Citarum bisa mencapai 60 poin pada Desember 2025 seiring purna tugas Satgas Citarum Harum.[14] Sebagai perbandingan, indeks kualitas air yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memiliki skala 0-100, dengan 100 adalah kualitas terbaik. Dan pada tahun 2017, Indeks Kualitas Air rata-rata sungai di Aceh mendapat peringkat pertama dengan skor 68, termasuk kategori kelas II yang bermakna dapat digunakan sebagai sarana rekreasi air, sumber air pertanian, dan peternakan tetapi belum boleh dijadikan sumber air minum masyarakat.[15]

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat menyatakan bahwa program Citarum Harum telah gagal. Ia menyebut bahwa indeks kualitas air sungai Citarum yang dinyatakan tercemar ringan amat meragukan karena pengambilan sampel dan pengujian di laboratorium tidak dilakukan secara transparan. Selain itu, ia masih menemukan pabrik yang membuang limbah B3 ke sungai Citarum dan anak sungai Citarum masih menjadi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat.[16] Sebuah video yang diunggah kelompok aktivis Pandawa Group pada bulan Juni 2024 memperlihatkan sampah yang menumpuk di bawah Jembatan BBS, Batujajar, Bandung Barat. Satgas Citarum Harum meng-counter video tersebut dengan pernyataan bahwa Satgas Citarum telah rutin membersihkan sungai. Pernyataan Satgas tersebut, bahwa mereka rutin membersihkan sungai, mencerminkan gagalnya program sosialisasi kepada masyarakat sekitar agar tidak membuang sampah ke sungai.[17]

Referensi

sunting
  1. ^ Shears, Richard (5 Juni 2007). "Is this the world's most polluted river?". The Daily Mail. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-12. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  2. ^ Glennie, Alasdair, dan Cox, Laura (10 April 2014). "The river you can't see for RUBBISH: Former Indonesian paradise is now clogged with household waste and toxic chemicals dumped by textile factories". The Daily Mail. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-13. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  3. ^ "Program Bestari Butuh Rp 120 M". Galamedia. 23 Juni 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-10. Diakses tanggal 2014-06-26. 
  4. ^ Dendi Ramdhani; Diamanty Meiliana (19 Juni 2018). "Mendagri Sebut Masalah Sungai Citarum Belum Selesai di Era Aher". Kompas. 
  5. ^ a b Ahmad Fikri (14 April 18). Judi Hantoro, ed. "Gubernur Aher Curhat Soal Penegakan Hukum di Sungai Citarum". Tempo. 
  6. ^ Ahmad Faiz Ibnu Sani (17 Januari 18). Rr Ariyani Yakti Widyastuti, ed. "Jokowi Geram 3 Ribu Industri Buang Limbah Ke Sungai Citarum". Tempo. 
  7. ^ a b c Eki Baihaki (7 Mei 23). Sandro Gatra, ed. "Menyoal Keberlanjutan Citarum Harum". 
  8. ^ "PERPRES No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum". bpk.go.id. Diakses tanggal 2 Juli 24. 
  9. ^ "Jadikan Citarum Harum!". indonesiabaik.id. Diakses tanggal 2 Juli 24. 
  10. ^ "Satgas". Citarum Harum. 
  11. ^ Donny Indra Ramadhan (3 Mei 18). "Luhut: Presiden Beri Waktu 3 Bulan Pengusaha di Citarum Bangun IPAL"". Detiknews. 
  12. ^ Sudirman Wawad (4 April 18). "Citarum Harum, Pelaku Usaha Diberi Waktu Dua Tahun Perbaiki IPAL". Detiknews. 
  13. ^ "Citarum Harum Dibawa ke World Water Forum ke-10". Kominfo.go.id. 
  14. ^ Faqih Rhmhan Syafei; Andi Hartik (9 Juni 24). "Program Citarum Harum Berakhir 2025, Indeks Kualitas Air Ditarget 60 Poin". Kompas.com. 
  15. ^ https://ppkl.menlhk.go.id/website/filebox/502/180719182446Indeks%20Kualitas%20Air.pdf
  16. ^ Sugeng Sumariyadi (22 Mei 24). "Aktivis Lingkungan Sebut Program Citarum Harum Telah Gagal". Media Indonesia. 
  17. ^ Putri Astrian Surahman (26 Juni 24). "Satgas Citarum Harum Angkat Bicara soal Masalah Menahun Sampah di Sungai Citarum, Mengapa Kotor Terus?". Liputan 6. 

Pranala luar

sunting