Chisso
Chisso Corporation (チッソ株式会社 , Chisso kabushiki kaisha), sejak tahun 2012 direorganisasi menjadi JNC (Japan New Chisso),[1] adalah sebuah perusahaan kimia asal Jepang. Perusahaan ini memproduksi kristal cair yang digunakan pada LCD, namun paling terkenal karena menyebabkan polusi air selama 34 tahun di Minamata, Jepang hingga menyebabkan ribuan orang menjadi korban.
Industri | Kimia |
---|---|
Pendahulu | Sogi Electric Company |
Didirikan | 1906 di Ōkuchi, Prefektur Kagoshima, Jepang |
Pendiri | Shitagau Noguchi |
Produk | Kristal cair |
Pemilik | Mizuho Bank (4,90%) |
Situs web | www |
Antara tahun 1932 hingga 1968, pabrik kimia milik Chisso di Minamata membuang banyak air limbah industrial yang terkontaminasi dengan metilmerkuri yang sangat beracun.[2] Air beracun tersebut lalu terbioakumulasi di hewan air yang hidup di sekitar pabrik dan kemudian dikonsumsi oleh warga sekitar. Sebagai hasil dari kontaminasi ini, 2.265 orang di sekitar pabrik terjangkit penyakit yang kini disebut sebagai Penyakit Minamata. Sebanyak 1.784 orang pun meninggal akibat penyakit tersebut.[3] Orang yang terjangkit penyakit ini mengalami deformasi otot dan kehilangan kemampuan untuk melakukan fungsi motorik, seperti berjalan. Sejumlah orang juga kehilangan kemampuan penglihatan, serta kehilangan kemampuan pendengaran dan berbicara. Sejumlah kasus paling parah bahkan menyebabkan kegilaan, kelumpuhan, koma, dan kemudian penderitanya meninggal dalam waktu beberapa minggu setelah gejala pertama muncul.
Hingga bulan Maret 2001, lebih dari 10.000 orang telah menerima remunerasi dari Chisso untuk mengkompensasi penyakit yang disebabkan oleh limbahnya.[4] Hingga tahun 2004, Chisso Corporation telah membayar kompensasi sebesar $86 juta, dan pada tahun yang sama, perusahaan ini diminta untuk membersihkan kontaminasinya.[5] Walaupun begitu, insiden tersebut tetap kontroversial, tidak hanya mengenai kontaminasinya, namun juga mengenai taktik yang digunakan oleh perusahaan ini untuk menekan dampak negatifnya.[6]
Sejarah
suntingPendirian
suntingPada tahun 1906, Shitagau Noguchi, seorang lulusan teknik elektro dari Universitas Tokyo, mendirikan Sogi Electric Company (曾木電気株式会社 , Sogi Denki Kabushiki Kaisha) untuk mengoperasikan sebuah pembangkit listrik tenaga air di Ōkuchi, Prefektur Kagoshima. Pembangkit tersebut memasok listrik untuk tambang emas di Ōkuchi, namun listrik yang dihasilkan terlalu banyak. Untuk memanfaatkan kelebihan listrik, pada tahun 1908, Noguchi mendirikan Japan Carbide Company (日本カーバイド商会 , Nihon Kaabaido Shōkai) untuk mengoperasikan sebuah pabrik karbida di Minamata, Prefektur Kumamoto, sekitar 30 km di barat laut Ōkuchi. Pada tahun yang sama, Noguchi menggabungkan kedua perusahaan tersebut untuk membentuk Japan Nitrogenous Fertilizer Company (日本窒素肥料株式会社 , Nihon Chisso Hiryō Kabushiki Kaisha), atau biasa disebut Nichitsu.
Ekspansi
suntingPada tahun 1909, Noguchi membeli hak Proses Frank-Caro, di mana nitrogen dari atmosfer digabungkan dengan kalsium karbida untuk memproduksi kalsium sianamida, sebuah pupuk kimia. Pupuk nitrogen merupakan kunci untuk meningkatkan produksi pertanian di Jepang pada saat itu, karena kurangnya tanah subur dan sawah yang cenderung berskala kecil, sehingga perusahaan ini dapat dengan mudah menjual produknya. Nichitsu lalu juga memproduksi olahan lain dari kalsium karbida, mulai dari asam asetat, amonia, bahan peledak, dan butanol.
Produksi amonium sulfat (pupuk kimia lain) dimulai pada tahun 1914 di pabrik di Kagami, Prefektur Kumamoto, dengan menggunakan proses fiksasi nitrogen, pertama kali di Jepang. Penjualan amonium sulfat pun meningkat terus, begitu juga harganya. Pabrik baru kemudian dibuka di Minamata. Pabrik tersebut dapat memproduksi amonium sulfat dengan biaya 70 yen per ton dan dapat dijual dengan harga 5,5 kali lipat dari biaya produksinya. Laba besar tersebut membuat Nichitsu dapat bertahan saat harga amonium sulfat turun akibat produk dari luar Jepang mulai masuk ke Jepang pasca berakhirnya Perang Dunia I di Eropa pada bulan September 1918.
Setelah perang berakhir, Noguchi mengunjungi Eropa dan memutuskan bahwa Nichitsu seharusnya mempelopori sintesis alternatif dari amonium sulfat di Jepang. Pada tahun 1924, pabrik Nichitsu di Nobeoka mulai berproduksi dengan menggunakan sintesis amonia Casale, yang memerlukan suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Setelah proses tersebut terbukti sukses, pabrik di Minamata pun ikut menggunakan proses tersebut dan mulai berproduksi secara massal.
Nichitsu tumbuh stabil, dan menginvestasikan labanya pada teknologi baru serta mengembangkan produksinya ke bidang baru, dan perlahan-lahan memiliki sejumlah anak usaha.[7]
Nichitsu di Korea
suntingPada tahun 1924, Shitagau Noguchi memutuskan untuk mengembangkan Nichitsu ke Korea. Pada saat itu, Korea merupakan sebuah koloni Jepang.
Pada tahun 1926, ia mendirikan dua perusahaan di Korea sebagai anak usaha dari Nichitsu, yakni Korea Hydroelectric Power Company (朝鮮水力電気株式会社 , Chōsen Suiryoku Denki Kabushiki Kaisha) dan Korea Nitrogenous Fertilizer Company (朝鮮窒素肥料株式会社 , Chōsen Chisso Hiryō Kabushiki Kaisha). Noguchi ingin mengulang kesuksesannya di Ōkuchi dan Minamata, namun dalam skala yang lebih besar di Korea.
Korea Hydroelectric Power Company kemudian membangun sejumlah pembangkit listrik tenaga air di sepanjang Sungai Yalu. Pada tahun 1927, Korea Nitrogenous Fertilizer Company membangun sebuah kompleks pabrik kimia besar di Hungnam. Pembangkit listrik tenaga air memasok listrik untuk pabrik kimia, sebagaimana pembangkit listrik tenaga air di Ōkuchi memasok listrik untuk pabrik kimia di Minamata.
Nichitsu berinvestasi di Korea lebih agresif daripada perusahaan asal Jepang yang lain. Nichitsu dan anak usahanya pun tumbuh pesat di Korea, dan diakui sebagai zaibatsu.
Perbedaan antara zaibatsu Nichitsu dengan zaibatsu lain seperti Mitsubishi dan Mitsui adalah bahwa Nichitsu tidak memiliki bank dan perusahaan asuransi. Sehingga Nichitsu bergantung pada bank milik pemerintah Jepang.
Pembubaran dan reorganisasi
suntingKarena Jepang kalah di Perang Dunia II pada tahun 1945, zaibatsu Nichitsu pun runtuh dan dipaksa untuk meninggalkan semua properti dan usahanya di Korea. Lebih lanjut, Sekutu memerintahkan pembubaran Nitchitsu, karena perusahaan ini dianggap taat kepada pemerintah Jepang.
Pada tahun 1950, New Japan Nitrogenous Fertilizer Company (新日本窒素肥料株式会社 , Shin Nihon Chisso Hiryō Kabushiki Kaisha), atau biasa disebut Shin Nichitsu, pun didirikan sebagai penerus perusahaan lama. Penerus lain meliputi Asahi Kasei dan Sekisui Chemical.
Penyakit Minamata
suntingNichitsu mulai memproduksi asetaldehida dengan menggunakan katalis raksa di pabriknya di Minamata pada bulan Mei 1932, dan Shin Nichitsu pun melanjutkan produksi asetaldehida setelah perang berakhir. Pabrik tersebut membuang air limbahnya ke Teluk Minamata melalui Pelabuhan Hyakken. Air limbah tersebut mengandung sejumlah polutan dan senyawa beracun, seperti metilmerkuri.
Bahan kimia tersebut lalu diserap oleh ikan dan terbioakumulasi di sepanjang rantai makanan. Orang yang memakan ikan tersebut selama beberapa tahun pun menderita keracunan raksa berat. Hajime Hosokawa, seorang dokter di rumah sakit milik Shin Nichitsu, secara resmi melaporkan pada tanggal 1 Mei 1956 bahwa telah terjadi "epidemi sebuah penyakit yang tidak diketahui yang menyerang sistem saraf pusat", sekaligus menandai penemuan penyakit Minamata.
Pada tahun 1963, dokter di Universitas Kumamoto menyimpulkan bahwa penyebab penyakit Minamata adalah raksa yang dibuang oleh Shin Nihon Chisso Hiryo. Pada tahun 1965, perusahaan ini mengubah namanya menjadi Chisso Corporation (チッソ株式会社 , Chisso Kabushiki Kaisha). Pada bulan Mei 1968, Chisso resmi berhenti menggunakan katalis raksa pada proses produksi asetaldehida. Pada tahun 1969, para pasien menuntut Chisso untuk memberi kompensasi. Sejumlah tuntutan hukum pun diajukan terhadap Chisso setelah tahun 1969, dan sejumlah tuntutan bahkan masih berproses hingga saat ini.
Presiden Chisso, yang kemudian menjadi chairman, Yutaka Egashira (kakek dari Permaisuri Masako) menggunakan yakuza untuk mengancam dan membungkam para pasien dan pendukungnya.[8] Para pasien dan pendukungnya kemudian memulai gerakan "kepemilikan saham tunggal" dengan masing-masing membeli satu saham Chisso, sehingga mereka dapat menuduh para pimpinan Chisso di rapat umum pemegang saham. Seribu pemegang saham tunggal yang berpartisipasi pada gerakan tersebut pun berkumpul di depan sebuah aula di Osaka untuk menghadiri rapat umum pemegang saham pada tanggal 28 November 1970, namun Chisso menghalau mereka untuk masuk ke dalam aula dengan meminta yakuza unruk menjadi pemegang saham dan menduduki aula tersebut. Rapat tersebut akhirnya hanya berjalan selama lima menit dengan semua usulan dari dewan direksi disetujui.[8]
Selain itu, Chisso juga membuat fotografer dan jurnalis foto asal Amerika, W. Eugene Smith dihabisi oleh yakuza, setelah Smith mempublikasikan esai foto yang menunjukkan luka kaustik dan kelainan lahir pada masyarakat Minamata akibat limbah yang dibuang oleh Chisso.[9][10] Karya utama dari esai foto tersebut berjudul "Tomoko Uemura in Her Bath", menampilkan deformasi parah yang diderita oleh seorang anak yang sedang digendong oleh ibunya, setelah anak tersebut terkena dampak kontaminasi Chisso. Sebagai tanggapan untuk Chisso yang menghabisi W. Eugene Smith karena mempublikasikan fotonya, Smith menerima penghargaan Robert Capa Gold Medal pada tahun 1974 untuk "laporan foto terbaik dari luar negeri yang memerlukan keberanian dan usaha luar biasa".[11]
Bagian "Sejarah" pada situs web Chisso tidak menyebutkan perannya pada kontaminasi massal di Minamata dan dampak buruk yang ditimbulkan, walaupun memang ada bagian terpisah yang dikhususkan untuk membahas kontaminasi.[12] Walaupun begitu, bagian terpisah tersebut tidak ada di situs web Chisso yang berbahasa Inggris. Lebih lanjut, laporan tahunan Chisso tahun 2004 menunjukkan sekitar US$50 juta (5.820 juta yen) sebagai "Liabilitas Kompensasi Penyakit Minamata". Mulai tahun 2000 hingga 2003, perusahaan ini juga melaporkan liabilitas kompensasi lebih dari US$170 juta. Laporan tahunan Chisso tahun 2000 juga menunjukkan bahwa Pemerintah Jepang dan Pemerintah Kumamoto membebaskan liabilitas terkait sebesar US$560 juta. Laporan tahunan Chisso tahun 2004 dan 2005 menyebut penyakit Minamata sebagai "Penyakit Mad Hatter", sebuah frase yang berasal dari keracunan raksa yang dialami oleh para pembuat topi dalam beberapa abad terakhir.[13]
Lihat juga
suntingReferensi
sunting- ^ "Chisso Company Profile". Diakses tanggal 21 October 2012.
- ^ Yakuza: Japan's Criminal Underworld, by David E. Kaplan & Alec Dubro
- ^ Official government figure as of March 2001. See "Minamata Disease: The History and Measures, ch2"
- ^ See "Minamata Disease Archives" Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine., Frequently asked questions, Question 6
- ^ Jane Hightower (2008). Diagnosis Mercury: Money, Politics and Poison, Island Press, p. 77.
- ^ Japan Focus: Minamata at 50: The Tragedy Deepens
- ^ George, Timothy S. (2001). Minamata: Pollution and the Struggle for Democracy in Postwar Japan. Harvard University Asia Center. ISBN 0-674-00785-9.
- ^ a b David E. Kaplan and Alec Dubro. Yakuza: Japan's Criminal Underworld. University of California Press, 2003. ISBN 0-520-21561-3.
- ^ Jim Hughes (October 1989). W. Eugene Smith: Shadow & Substance: The Life and Work of an American Photographer. McGraw-Hill: New York. ISBN 978-0-07-031123-7. OCLC 19981194.
- ^ Jim Hughes. "Tomoko Uemura, R.I.P." Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-21. Diakses tanggal 2007-11-12.
- ^ "The Robert Capa Gold Medal". Overseas Press Club of America. 1974. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-05. Diakses tanggal 2007-11-12.
- ^ [1]
- ^ FY2004 and FY2005 Diarsipkan 2010-07-19 di WebCite financial results. URL retrieved 2008-03-07.
Pranala luar
sunting- (Jepang) Chisso Corporation
- (Jepang) JNC Corporation
- Masters of Photography W. Eugene Smith: Tomoko Uemura in Her Bath, Minamata, 1972