Cemaran logam pada pangan

Politikus Indonesia


Pangan yang tercemar merupakan pangan yang mengandung bahan beracun, sehingga berbahaya dan dapat merugikan kesehatan manusia. Kualitas makanan dan bahkan bahan makanan yang berasal dari alam tak lepas dari berbagai pengaruh seperti misalnya kondisi lingkungan dan cara pengolahan makanan yang tidak sesuai dapat menjadikan makanan tersebut layak atau tidak layak untuk dimakan. Salah satu penyebab racun yang mengakibatkan makanan tidak layak dimakan ialah karena adanya kandungan logam berat yang melebihi batas maksimum pada suatu produk pangan. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan tersebut dilarang digunakan dalam proses produksi pangan.

Penyebab

sunting

Salah satu penyebab timbulnya logam berat pada pangan ialah karena terjadinya pencemaran logam berat pada tanah, pencemaran logam berat pada tanah ini terjadi jika konsentrasi logam berat pada tanah ini sudah melebihi ambang batas maksimum logam berat pada tanah sehingga kandungan logam tanah ini akan berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya. Selain itu akar merupakan organ tanaman yang bersentuhan langsung dengan tanah sehingga akar merupakan organ yang paling awal terpengaruhi sebelum batang, daun, dan buah.

Selain itu juga pencemaran logam pada tanaman pangan juga dapat disebabkan melalui pupuk organik yang digunakan dalam pemeliharaan tanaman tersebut, penerapan berbagai bahan organik misalnya pupuk kandang, kompos, dan limbah kota secara tidak langsung berkontribusi pada akumulasi logam berat dalam tanah. Bukan hanya pupuk organik, tetapi pestisida juga dapat menyebabkan kandungan logam berat pada tanaman pangan, penggunaan pupuk dan pestisida kimia dalam pertanian intensif sering kali dipakai secara berlebihan dan terus menerus sehingga mengakibatkan tanah, air, dan tanaman pangan tercemar oleh logam berat.

Jenis logam berat

sunting

Logam berat yang dapat membahayakan tersebut ialah:

1. arsen (As),

2. kadmium (Cd),

3. timbal (Pb),

4. merkuri (Hg),

5. dan timah (Sn).

Logam – logam tersebut merupakan mikroelemen yang terkandung dan berperan penting dalam tubuh manusia. Namun, dalam jumlah atau tingkat tertentu akan menyebabkan keracunan bagi mahluk hidup, sehingga Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) membuat aturan untuk batas maksimum bahan logam tersebut agar tidak terjadi keracunan makanan bagi mahluk hidup.

Batas maksimum cemaran logam

sunting

Aturan batasan maksimum logam berat tersebut tercantum pada Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) 7387 : 2009 tentang Batasan Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Pada logam arsen (As) batas maksimum cemaran logamnya berkisar antara 0,1-2,0 mg/kg dalam beberapa kategori pangan tertentu.Pada logam kadmium (Cd) berkisar antara 0,003-1,0 mg/kg dalam beberapa kategori pangan tertentu. Pada logam timbal (Pb) berkisar antara 0,005-10,0 mg/kg pada beberapa kategori pangan tertentu. Pada merkuri (Hg) berkisar antara 0,001-1,0 mg/kg dalam beberapa kategori pangan tertentu. Sedangkan pada logam timah (Sn) berkisar antara 40-200,0 mg/kg dalam beberapa kategori pangan tertentu. Dalam batasan maksimum cemaran logam berat dalam pangan tersebut dapat disimpulkan bahwa merkuri merupakan logam berat yang dapat mengabikibatkan keracunan makanan tertinggi walau dalam dosis yang rendah.

Dampak

sunting

Di dalam tubuh mahluk hidup logam berat tersebut akan mengalami penumpukan atau akumulasi, sehingga konsentrasinya akan jauh lebih tinggi dari konsentrasi logam berat tersebut pada sumbernya. Hal ini akan membahayakan kesehatan manusia jika terus menerus mengkonsumsi bahan pangan yang megandung logam tersebut. Sebagai salah satu contoh ialah kelebihan atau keracunan dari timbal (Pb) yang akan menyebabkan penghambatan aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan penyakit anemia, kerusakan otak dengan gejala epilepsy, halusinasi, kerusakan otak besar bahkan terjadinya delirium. Pada Ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau tidak berkembangnya sel otak embrio bahkan kematian janin pada saat lahir.

Oleh karena itu penggunaan dari logam berat dalam produk pangan harus diperhatikan dan penggunaanya harus mengikuti Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) tentang Batasan Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan agar tidak berdampak buruk bagi mahluk hidup khususnya bagi manusia.

Referensi

sunting
  • Adji Sandra, Sukmaning. (2008). "Pencemaran Logam Berat pada Tanah dan Tanaman serta Upaya Menguranginya" (PDF). 
  • Agustina, Titin. (2014). "Kontaminasi Logam Berat pada Makanan dan Dampaknya pada Kesehatan". Teknobuga. 1 (1): 53–65. 
  • Farid, Abdul. (2018). "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Petani dalam Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo di Desa Sukosari Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur". Jurnal Penyuluhan. 14 (1): 27–32. 
  • Hidayat, Benny. (2015). "Remediasi Tanah Tercemar Logam Berat dengan Menggunakan Biochar". Jurnal Pertanian Tropik. 2 (1): 51–61. 
  • Logi, Maria Carista N.A.I dan Kambuno Norma Tiku. (2014). "Analisis Cemaran Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam tepung terigu dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom". Jurnal Info Kesehatan. 12 (1): 601–605. 
  • Priyadi, Sapto (2021). "Good Agricultural Practices Bawang Merah (Allium ascalonicum) dengan Pupuk Kandang Sapi, Tinjauan Keamanan Pangan dari Aspek Cemara Logam Berat". Jurnal Ilmiah AgrinecaI. 21 (1): 20–24. 
  • "Batasan Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan". Standarisasi Nasional Indonesia (SNI). 2009.