Cebok

Membersihkan diri

Cebok adalah tindakan membersihkan (membasuh) dubur atau kemaluan setelah buang air besar atau buang air kecil. Cebok terbukti secara ilmiah bisa mengurangi paparan patogen.[1] Cebok yang bertujuan membersihkan dubur dapat dilakukan dengan menggunakan kertas (dan bahan sejenis kertas) atau air. Selain itu, di beberapa kebudayaan, cebok juga dapat dilakukan dengan menggunakan batu, daun, kain lap, dan lain-lain.

Kertas

sunting

Penggunaan kertas dan bahan lain yang menyerupai kertas untuk cebok pertama kali ada di Cina. Kebiasaan ini kemudian menyebar ke Barat. Di beberapa tempat, terutama di wilayah-wilayah di mana tissue toilet belum tersedia, koran, direktori telepon, dan produk kertas lainnya juga biasa digunakan. Meskipun dapat menyebabkan toilet tersendat,[2] penggunaan koran dan kertas lain masih sering digunakan sebagai alat cebok di sebagian Afrika karena—meskipun telah tersedia—harga tisu toilet belum dapat dijangkau.

Cebok menggunakan air umum dilakukan di Eropa, sebagian besar Amerika Selatan, dunia Muslim, subkontinen India dan Asia Tenggara, di mana orang menggunakan tangan kirinya untuk cebok dan tangan kanan untuk makan atau bersalaman.

Di negara dengan mayoritas agama Islam, penggunaan air untuk cebok terkait dengan adanya syariat yang menganjurkan menggunakan air untuk membersihkan semua kotoran, termasuk setelah buang air.[3] Penggunaan air untuk cebok biasanya juga dilengkapi dengan penggunaan sabun.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ McMahon, Shannon; Caruso, Bethany A.; Obure, Alfredo; Okumu, Fred; Rheingans, Richard D. (2011). "Anal cleansing practices and faecal contamination: a preliminary investigation of behaviours and conditions in schools in rural Nyanza Province, Kenya". Tropical Medicine & International Health (dalam bahasa Inggris). 16 (12): 1536–1540. doi:10.1111/j.1365-3156.2011.02879.x. ISSN 1365-3156. 
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama schoolsanitation
  3. ^ Fataawa al-Lajnah al-Daa’imah: 259, diakses 29 Juni 2008

Pranala luar

sunting