Sarai (tumbuhan)

(Dialihkan dari Caryota mitis)

Sarai (Caryota mitis) adalah palem yang memiliki bentuk seperti pohon yang bisa berguna sebagai tanaman hias. Di Indonesia, sarai dikenal dengan bermacam-macam nama, seperti andudur (Btk.), bĕridin (Mlk. dan Ac.), risi (Palemb.), tukas dan rotan t. (Mly.), sarai, sukawung leutik, suwangkung leutik (Sund.), gĕnduru (Jw.), ghanduru (Mad.), bulang talang, b. tĕlang (Kalteng), dan panisi (Bug.).[2][3][4]

Sarai
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Genus: Caryota
Spesies:
C. mitis
Nama binomial
Caryota mitis
Sinonim

Referensi:[1][2]

  • Caryota furfuracea Blume ex. Mart.
  • C. griffithii Becc.
  • C. javanica Zipp. ex Miq. [Nama ini tidak sah]
  • C. sobolifera Wall. ex Mart.
  • Drymophloeus zippellii Hassk.
  • Thuessinkia speciosa Korth.
Caryota mitis

Justus Karl Hasskarl berbeda pendapat dengan Heyne; menurutnya, selain sarai, spesies ini dikenal juga dengan nama sarowai, dan kalombu.[2]

Deskripsi

sunting

Sarai adalah tumbuhan palem yang berbentuk pohon yang hidupnya merumpun dan mencapai tinggi 15 m, serta sewaktu muda, dia membentuk suatu jenis mirip ijuk yang berbentuk cincin.[4][5] Daunnya menyirip, berjumlah ganda, dan anak daunnya berbentuk sirip. Panjang daun adalah 4–9 kaki, tumbuh menyebar, dan memanjang ke atas dengan warna hijau berkilauan. anak-anak daun berukuran 4–7 inci, berbentuk miring agak runcing dan bergerigi. Bagian atas daun, terlebih tepinya, tumpul, dan bergerigi.[5]

Perbungaannya malai yang bergantung,[4] muncul dari bawah daun atau keluar dari tengah-tengah batang.[6] Perbungaan tergolong sebagai malai yang bertandan dan bercabang, dan perbungaan pertama tumbuh di dekat ujung batang, dan perbungaan lebih muda yang lain tumbuh di bawah batang secara teratur dan berturut-turut. Bunga jantan berjumlah banyak, panjangnya ¼ inci, berwarna merah-daging dengan titik merah. Kelopak bunga berbentuk cawan, daun kelopak (sepal) berbentuk lebar dan daun mahkota (petal) berjumlah 8. Sedangkan itu, benang sari berjumlah banyak, dan tangkai sarinya berkumpul pada dasar bunga. Bunga betina mekar hampir bersamaan dengan bunga betina. Warna bunga ungu hingga merah-kecokelatan. Buahnya berdiameter ½ inci, bulat, berwarna merah dan menjadi merah tua sewaktu tua. Daging buah rapuh, dan agak berserabut. Biji berbentuk bulat.[4][5][6]

Persebaran & habitat

sunting

Tumbuhan sarai dapat dijumpai di Semenanjung Malaya, Jawa, dan Sulawesi Utara. Di Kalimantan, ada tumbuhan mirip sarai dengan anak-daun yang lebih tebal & besar, dan bentuknya cekung. Sarai dapat dijumpai di hutan-hutan dataran rendah, umumnya menempati tempat yang tak terlalu terbuka.[4] Tumbuhan ini menyebar di seluruh Semenanjung Malaya; di Jawa, tumbuhan ini hidup di bawah ketinggian 1300 mdpl, malahan di bagian timur Jawa tumbuhan ini dapat ditemukan dalam jumlah besar.[2]

Di luar Indonesia, sarai bertumbuh di Burma, Arakan di selatan, Penang, dan Kepulauan Andaman. Kerchove de Denterghem -dikutip oleh E. Blatter (1913)- berpendapat bahwa tumbuhan ini berasal dari Tibet, dan Malaya. Tapi, E. Blatter tidak pernah mendapati tumbuhan ini berhasil diamati di Tibet.[5]

Kegunaan & manfaat

sunting

Dari batangnya yang besar, hitam, dan kuat, dipergunakan sebagai roda. Saat terjadi kelangkaan pangan, sagu berwarna putih dari sarai dimakan. Tumbuhan ini juga dibuat sagu di Sarawak (di tempat inilah Beccari menemukan tumbuhan ini), Bangka Belitung, dan Semenanjung Melayu. Walaupun rasanya agak pahit, tetapi masih tetap dimakan. Di Palembang -kata Heyne (1922)- dulu, serat batang dari sarai dikeringkan untuk dijadikan semacam kain yang berserat spon dan digunakan untuk menutup badan pencuri pada zaman dahulu apabila hendak mencuri.[2]

Sekalipun sagunya dapat dimakan, namun buah dari sarai tidak dapat dimakan disebabkan mengandung kristal oksalat yang menyebabkan gatal di kulit. Apabila mengenai mata, mata dapat memerah dan dapat menyebabkan sakit dan gatal. Namun, untuk menghilangkan racun, dapatlah kita gunakan pita perekat. Sakit dan gatal dapat menghilang perlahan secara sendirinya selama 12 jam. Barangsiapa yang menelan buah sarai, bisa kita gunakan cairan dingin atau pencahar untuk mengurangi rasa sakit. Apabila tidak berkurang rasa sakitnya, bisa kita gunakan analgesik. Namun, racun dari asam oksalat sendiri tidak terlalu berbahaya. Selain buah, daun, dan batang juga beracun. Daunnya yang berbulu ini menghasilkan racun yang menyebabkan gatal.[6]

Untuk berkembang biak, dapat dipergunakan biji. Selain dengan biji, dapat pula digunakan tunas dari pangkal batang untuk membentuk pohon baru. Dapat juga digunakan sebagai tanaman hias.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ "Caryota mitis Lour". TPL - The Plant List. Diakses tanggal 13 Oktober 2013. 
  2. ^ a b c d e Heyne, Karel (1922). De nuttige planten van Nederlandsch-Indië. 1:392. Batavia:Ruygrok & Co.
  3. ^ de Clerq, Frederik Sigismund Alexander; Greshoff, Maurits (1909). Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch-Indië. hal.195. Amsterdam:J.H. de Bussy.
  4. ^ a b c d e f Sastrapradja, S.; Mogea, J.P.; Sangat, H.M.; Afriastini, J.J. (1981). Palem Indonesia. 13:104 – 105. Jakarta:LBN - LIPI bekerjasama dengan Balai Pustaka.
  5. ^ a b c d Blatter, E. (1913). Millard, W.S.; Spence, R.A.; Kinnear, N.B., ed. "Palms of British-India and Ceylon". Journ. Bombay Nat. Hist. Soc. 22 (1): 67 – 86. 
  6. ^ a b c "Caryota mitis". Globinmed. Diakses tanggal 14 Oktober 2013.