Cagar Alam Napabalano
Cagar Alam Napabalano adalah cagar alam yang terletak di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Dalam pembagian administratif, wilayahnya masuk dalam Kelurahan Napabalano, Kecamatan Napabalano. Lahan yang ditetapkan untuk pembentukannya adalah 9,2 hektare. Penetapannya sebagai cagar alam telah dilakukan sejak masa Hindia Belanda pada tahun 1919 melalui keputusan K.ZB 4 Van Buton tanggal 1 Juni 1919. Setelah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Menteri Kehutanan, luasnya bertambah menjadi 10,5 hektare pada tanggal 30 April 1994. Penunjukannya sebagai cagar alam dikarenakan ekosistem yang ada di kawasan ini merupakan hutan dataran rendah yang menjadi habitat alami kayu jati.[1] Cagar Alam Napabalano merupakan habitat flora antara lain jati, beringin, ippi, waru dan eha. Di dalamnya juga hidup beragam fauna antara lain rusa, babi hutan, monyet hitam sulawesi, dan biawak. Selain itu hidup pula beberapa jenis burung seperti perkici hijau, betet sulawesi, ayam hutan dan merpati hutan. Pohon-pohon jati yang tumbuh di dalam cagar alam ini berusia tua. Salah satu pohonnya berusia 350 tahun dengan diameter ±180 sentimeter. Pengelolaan Cagar Alam Napabalano dilakukan oleh Sub Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Muna. Kedudukan resornya di Tampo, Kelurahan Napabalano dengan personil sebanyak satu orang petugas jagawana. Fasilitas pengelolaan yang disediakan berupa pondok kerja dan jalan patroli. Pemukiman terdekat ada di Desa Tampo, Kelurahan Napabalano. Jaraknya ± 25 meter dari batas cagar alam. Pemukiman warga ditinggali oleh Suku Muna dan suku Bugis yang bekerja sebagai petani dan nelayan.[2]
Referensi
sunting- ^ "Napabalano Nature Reserve · Indonesian Forest". Indonesian Forest (dalam bahasa Inggris). 2017-07-16. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 27 Juli 2021.
- ^ Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam (2016). Informasi 521 Kawasan Konservasi Region Kalimantan - Sulawesi (PDF). Bogor: Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. hlm. 168.