Buya atau Abuya adalah kata sapaan kekeluargaan untuk orang tua laki-laki, sama dengan sapaan "ayah".[1] Kata ini berasal dari bahasa Arab yang bermakna "ayahku", dengan kata dasar "abun" dan "ya". Di Sumatra, khususnya Minangkabau, gelar ini dapat pula merujuk kepada orang yang alim dalam ilmu agama.[2][3] Seseorang dipanggil buya terutama disebabkan pemahamannya yang mendalam terkait pengetahuan agama.[3] Istilah buya kerap diasosiasikan dengan kiai di Jawa.[3] Namun, posisi buya di Minang tidak sesakral kiai.[2] Di Jawa seorang santri sangat takut kepada kiainya, bahkan ketika kiai menjelaskan kitab, sangat jarang ditemukan santri yang mau mengkritik kiainya.[2]

Penyandang gelar

sunting
  1. Abuya Muda Waly;
  2. Buya Hamka;
  3. Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur;
  4. Abuya Dimyathi;
  5. Buya Ahmad Syafii Maarif;
  6. Buya Yunahar Ilyas;
  7. Buya Mas'oed Abidin;
  8. Buya Yahya;
  9. Buya Arrazy Hasyim;
  10. Buya Syakur;
  11. Buya Gusrizal Gazahar;
  12. Abuya Uci Turtusi;
  13. Buya Haedar;
  14. Abuya Tohawi Romli;
  15. Abuya Muhtadi;
  16. Abuya Mama Ghufron Al Bantani;

Catatan akhir

sunting
  1. ^ Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016). "KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id (edisi ke-5). Jakarta. Diakses tanggal 2018-07-19. 
  2. ^ a b c Ferdiansyah, Hengky (2018-07-18). "Saya, Gus Dur, dan Para Kiai". NU Online (dalam bahasa Melayu). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-18. Diakses tanggal 2018-07-18. 
  3. ^ a b c Musnandar, Aries (2016-11-08). "Pak Tuo Syafiie Ma'arif, Bukan Buya". Hidayatullah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-21. Diakses tanggal 2018-07-18.