Busana tradisional Melayu

busana tradisional khas Kerajaan Melayu

Busana tradisional Melayu (bahasa Melayu: baju Melayu) adalah busana tradisional Indonesia khas etnis Melayu yang berakar dari Kerajaan Melayu. Baju Melayu terdiri dari dua bagian utama. Bagian pertama adalah baju (kemeja lengan panjang) itu sendiri yang memiliki kerah kaku yang ditinggikan, dikenal sebagai kerah cekak musang. Bagian kedua adalah celana panjang yang disebut "seluar".[1] Kedua bagian terbuat dari jenis kain yang sama, biasanya katun, atau campuran poliester dan katun. Ornamen seperti rok juga lazim dikenakan bersama Baju Melayu, yang merupakan "kain samping", terbuat dari kain songket atau kain sarung, dari bahan katun atau campuran poliester. Keduanya adalah gulungan kain yang terlipat di sekitar pinggang pemakainya. Tutup kepala berwarna hitam legam atau gelap yang disebut songkok juga bisa dipakai untuk melengkapi pakaian.

Baju Pengantin Melayu

Makna Lambang dalam Baju Melayu

sunting

Baju Melayu memiliki makna dari bentuk, corak, (motif) warna dan penggunaan pakaian itu sendiri sesuai tempat dan saatnya. Fungsi dari pemaknaan lambang dalam Baju Melayu diantaranya untuk menentukan, mendidik, dan meningkatkan akhlak pemakai Baju Melayu.

 
Baju Melayu dikenakan oleh pria di Malaysia saat Idul Fitri. Songket dikenakan di pinggang di atas celana dan Songkok sebagai hiasan kepala

Lambang “Corak”; Corak Semut didefinisikan sebagai sifat kegotongroyongan. Coraknya dinamai dengan “Semut Beriring”. Corak “Itik Pulang Petang” dikaitkan dengan kerukunan dan persatuan atau tidak terpecah belah. Corak "Naga Berjuang” dilambangkan atas legenda mengenai naga sebagai penguasa lautan, gagah berani, dan berani berjuang. Corak dengan motif bunga bungaan dikaitkan dengan keindahan, kecantikan dan kesucian.

Lambang “Warna”; warna kuning bagi keluarga Raja-Raja dan Bangsawan dimaknai dengan lambang kekuasaan. Merah berarti umum untuk melambangkan rakyat. Hijau dan putih bagi Alim Ulama digambarkan atas lambang agama yang dianut masyarakat, yaitu Islam. Biru bagi Orang Besar Kerajaan bermakna lambang orang patut-patut, hitam bagi Pemangku dan Pemuka adat sebagai lambang “hidup dikandung adat, mati dikandung tanah”. Hitam dapat juga diartikan sebagai warna kebesaran Hulubalang atau Panglima.

Lambang “Cara Memakainnya”: bagi kaum perempuan misalnya. Lambang Gadis dengan Kepala Kain dibagian depan. Orang tua-tua atau istri para Pemuka Adat, Muka Kain atau Kepala Kain di samping kanan. Perempuan bersuami namun belum tua dan bukan istri pemuka adat atau pemuka masyarakat, maka Muka Kainnya harus berada dibelakang sementara bagi para Janda memakai Muka Kain harus disamping kiri.

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Jonathan H. X. Lee, Kathleen M. Nadeau (2011) Encyclopedia of Asian American Folklore and Folklife, Volume 1 [1]