Wijayakusuma (bunga)
Wijayakusuma | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Subfamili: | |
Tribus: | |
Genus: | |
Spesies: | D. anguliger
|
Nama binomial | |
Disocactus anguliger | |
Sinonim[1][2] | |
|
Bunga Wijayakusuma atau disebut juga Bunga Wiku (Disocactus anguliger) termasuk jenis tanaman kaktus yang berasal dari Mexico. Tanaman ini dibudidayakan sebagai tanaman hias karena bunganya yang harum.
Spesies ini sebelumnya ditempatkan dalam genus Epiphyllum, tetapi berdasarkan riset molekular terbaru, tumbuhan ini sebenarnya adalah spesies dalam genus Disocactus.[1][3]
Etimologi
suntingWijayakusuma berasal dari dua kata, yakni wijaya dan kusuma. Dalam bahasa Jawa Kuno, wijaya berarti kemenangan/keberhasilan dan kusuma berarti bunga.[4]
Bentuk Tanaman
suntingBatangnya terbentuk dari helaian daun yang mengeras dan mengecil yang mana bentuk batang induknya adalah silinder.[5] Tinggi batang dapat mencapai 2-3 meter, sedang daunnya berkisar 13–15 cm.[5] Helaian daunnya sendiri berbentuk pipih serta berwarna hijau dengan permukaan daun halus tanpa duri tidak seperti kaktus-kaktus yang lain.[butuh rujukan] Setiap tepian daunnya terdapat lekukan-lekukan yang biasanya ditumbuhi tunas daun maupun bunga.[butuh rujukan]
Adapun diameter bunganya adalah 10 cm, berwarna putih dan hanya mekar pada malam hari.[5] Bentuk buahnya bulat merah dan mempunyai biji berwarna hitam.[5] Pembiakan biasanya dilakukan dengan penyetekan ataupun biji.[5]
Mitologi
suntingDalam mitologi Jawa, tumbuhan ini dianggap pohon sakti dan dapat menghidupkan orang mati.[6] Kalangan masyarakat Yogyakarta dan Surakarta, khususnya keraton, percaya bahwa seorang raja yang akan naik tahta haruslah memiliki bunga wijayakusuma sebagai syarat untuk kenaikan tahta atau bertahta.[7] Dalam Pewayangan Jawa, bunga ini disebut Sekar Cangkok Wijaya Kusuma/Wijaya Mulya yang menjadi pusaka milik titisan Dewa Wisnu , dari titisannya yang mempunyai bunga ini adalah Raja Dwarawati yaitu sang pelestari alam, Prabu Sri Batara Kresna.[7]
Dalam Kesenian
suntingKarena peranannya yang cukup signifikan dalam kebudayaan Jawa, bunga wijayakusuma menginspirasi banyak kesenian rupa, khususnya berkaitan dengan ornamen atau ragam hias. Ragam hias berbentuk kuncup bunga wijayakusuma sering kali dipakai untuk menghiasi pucuk atau mahkota atap (hiasan ujung atap) hingga hiasan pagar-pagar di Jawa, seperti kantor pemerintahan, keraton, sekolah, dll.. Selain itu, terdapat batik bermotif bunga wijayakusuma, yang diangkat sebagai batik khas dari Cilacap.[8]
Referensi
sunting- ^ a b Cruz, Miguel Ángel; Arias, Salvador; Terrazas, Teresa (2016-04-01). "Molecular phylogeny and taxonomy of the genus Disocactus (Cactaceae), based on the DNA sequences of six chloroplast markers". Willdenowia. 46 (1): 145–164. doi:10.3372/wi.46.46112.
- ^ "Disocactus anguliger (Lem.) M.Á.Cruz & S.Arias". Plants of the World Online. Kew Science. Diakses tanggal 2020-01-01.
- ^ Korotkova, Nadja; Borsch, Thomas; Arias, Salvador (2017-11-03). "A phylogenetic framework for the Hylocereeae (Cactaceae) and implications for the circumscription of the genera". Phytotaxa (dalam bahasa Inggris). 327 (1): 1–46. doi:10.11646/phytotaxa.327.1.1.
- ^ P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson. Kamus Jawa Kuno Indonesia. (2011:1433)
- ^ a b c d e Dalimartha, Setiawan (2007).Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Jakarta:Puspa Swara. Hal 182 Cet IV
- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2018-10-14.
- ^ a b Bangunjiwa, Ki Juru (200).Belajar Spiritual bersama The Thinking General.Yogyakarta:Jogja Bangkit Publisher. Hal 95-96 Cet 1
- ^ "Motif Wijaya Kusuma Jadi Icon Batik Khas Cilacap". Informasi Batik Indonesia. 2018-02-13. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-14. Diakses tanggal 2018-10-14.
Pranala luar
sunting- Sastra Jawa: Serat Centhini yang mengisahkan sejarah Mataram, khususnya suatu sejarah tempat - yang dilihat dari Ujung Alang, Gunung Ciwiring oleh Mas Cebolang dan para santrinya dan Ajar Naradhi - bernama Pulo Bandhung dengan mitologi Kresna yang melabuhkan bunga Wijayakusuma yang selanjutnya menjadi sebuah pulau - sesuai dengan gambaran posisinya dan kisahnya di dalam teks tersebut, kemungkinan tempat tersebut sekarang dikenal sebagai pulau Nusakambangan-- http://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/68-serat-centhini/954-centhini-kamajaya-1986-1988-92-761-jilid-021- Diarsipkan 2017-03-31 di Wayback Machine..