Brangkasan
Dalam pertanian, brangkasan adalah sisa-sisa bagian tanaman pertanian (daun, batang, akar) yang tidak dipanen. Dalam beberapa kasus seperti ketika melakukan penelitian, brangkasan juga memiliki arti seluruh bagian tanaman, termasuk komponen yang dipanen.[1] Proses pemanenan berbagai tanaman seperti kedelai, kacang tanah, jagung, dan sorgum biasanya tidak beserta dengan brangkasannya. Brangkasan umumnya dibiarkan di lapangan hingga mengering dan menjadi kompos untuk memberikan nutrisi bagi tanah. Sama seperti jerami, brangkasan juga bisa dijadikan pakan hewan ternak.[2][3]
Brangkasan kini dilihat sebagai sumber bahan bakar alternatif yang potensial dalam bentuk produksi etanol selulosat atau sebagai biomassa yang dibakar langsung.[4]
Sebagai pakan ternak
suntingBrangkasan merupakan limbah pertanian yang sangat potensial sebagai pakan ternak karena jumlahnya yang melimpah karena hasil pertanian yang melimpah pula. Setiap hektare tanaman jagung mampu menghasilkan brangkasan (tidak termasuk biji) sebanyak 4200 kg.[5] Brangkasan jagung secara umum memiliki kandungan serat kasar 27,8% dan protein 7,4%,[5] namun angka ini dapat bervariasi tergantung varietas dan perlakuan saat penanaman.
Namun brangkasan juga tidak selalu dapat dijadikan pakan utama karena berbagai masalah yang mungkin menghinggapi, seperti serangan rayap ketika penyimpanan dan kualitas nutrisi yang tidak lebih baik[3] disebabkan cara penanaman dan penyimpanan yang buruk. Brangkasan jagung, dibandingkan jerami padi, memiliki kandungan protein lebih tinggi.[6] Brangkasan kacang tanah memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan rumput, tetapi lebih rendah dibandingkan brangkasan tanaman legum seperti Gliricidia sepium dan Desmanthus virgatus.[7]
Kualitas nutrisi dan usia simpan brangkasan dapat ditingkatkan dengan teknologi silase. Silase jagung memiliki konsentrasi protein lebih tinggi hingga dua kali lipat dibandingkan brangkasan jagung basah.[8]
Referensi
sunting- ^ Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. "Perawatan Kedelai Brangkasan" (PDF). Diakses tanggal 4 Desember 2013.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Syafruddin. "MODIFIKASI SISTEM PERTANAMAN JAGUNG DAN PENGOLAHAN BRANGKASAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI LAHAN KERING" (PDF). Pustaka Litbang Deptan. Diakses tanggal 4 Desember 2013.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b "The status of maize stover utilization as feed for livestock in Kiambu and Thika district, Kenya".
- ^ Matthew L. Wald (July 6, 2011). "U.S. Backs Project to Produce Fuel From Corn Waste". The New York Times. Diakses tanggal July 7, 2011.
- ^ a b BAIQ TRI RATNA ERAWATI dan A. HIPI (2011). "POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DAN LIMBAHNYA SEBAGAI PAKAN TERNAK DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEJUTA SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT" (PDF). Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Subandi dan Zubachtirodin (2004). "PROSPEK PERTANAMAN JAGUNG DALAM PRODUKSI BIOMASSA HIJAUAN PAKAN". Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.[pranala nonaktif permanen]
- ^ F.F. MUNIER (2005). "BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIBERIKAN PAKAN TAMBAHAN LEGUMINOSA". Litbang Deptan.[pranala nonaktif permanen]
- ^ B H Dzowela. "Efforts to enhance maize stover utilization for smallholder livestock producers in Malawi". FAO. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-20. Diakses tanggal 5 Desember 2013.
Pranala luar
sunting- L. R. Ndlovu and Z. Manyame. "Hydration as a means of improving utilization of maize stover fed to steers". FAO. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-21. Diakses tanggal 5 Desember 2013.