Benteng Portugis (Jepara)

bangunan istana di Indonesia

Benteng Portugis[1] adalah salah satu objek wisata andalan di Jepara. Benteng Portugis yang terletak di Desa Banyumanis Kecamatan Donorojo atau 45 km di sebelah timur laut Kota Jepara. Untuk mencapainya tersedia sarana jalan aspal berbatu dan hanya dapat dicapai menggunakan kendaraan pribadi dikarenakan tidak ada rute transportasi umum ke situs sejarah ini.

Benteng Portugis

Pintu masuk dari reruntuhan Benteng Portugis
Benteng Portugis (Jepara) di Jawa Tengah
Benteng Portugis (Jepara)
Lokasi di Jawa Tengah
Informasi
Lokasi Jepara.
Negara  indonesia
Koordinat 6°24′14″S 110°54′57″E / 6.4039499°S 110.9158676°E / -6.4039499; 110.9158676
Pemilik
Pengelola Pemerintah Kabupaten Jepara
Dibuat oleh Portugis
Jenis objek wisata Wisata sejarah
Gaya Benteng

Dilihat dari sisi geografis benteng[2] ini tampak sangat strategis untuk kepentingan militer khususnya zaman dahulu yang kemampuan tembakan meriamnya terbatas 2 s/d 3 km saja. Benteng ini dibangun di atas sebuah bukit batu di pinggir laut dan persis di depannya terhampar Pulau mondoliko, sehingga praktis selat yang ada di depan benteng ini berada di bawah kendali Meriam Benteng sehingga akan berpengaruh pada pelayaran kapal dari Jepara ke Indonesia bagian timur atau sebaliknya.

Alamat

sunting

Benteng Portugis terdapat di Desa Banyumanis Kecamatan Donorojo atau 45 km di sebelah timur laut Kota Jepara. Jalan untuk menuju Benteng Portugis dapat ditempuh dengan jalan aspal yang banyak berlubang, baik melalui kota Jepara ataupun dari kota Pati melalui kecamatan Dukuhseti atau kecamatan Tayu.

Sejarah

sunting

Pada tahun 1619, kota Jayakarta / Sunda Kelapa dimasuki VOC Belanda, dan saat ini Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Batavia dianggap sebagai awal tumbuhnya penjajahan oleh Imperialis Belanda di Indonesia. Sultan Agung Raja Mataram sudah merasakan adanya bahaya yang mengancam dari situasi jatuhnya kota Jayakarta ke tangan Belanda. Untuk itu Sultan Agung mempersiapkan angkatan perangnya guna mengusir penjajah Belanda. Tekad Raja Mataram ini dilaksanakan berturut-turut pada tahun 1628 dan tahun 1629 yang berakhir dengan kekalahan di pihak Mataram. Kejadian ini membuat Sultan Agung berpikir bahwa VOC Belanda hanya bisa dikalahkan lewat serangan darat dan laut secara bersamaan, padahal Mataram tidak memiliki armada laut yang kuat, sehingga perlu adanya bantuan dari pihak ketiga yang juga berseteru dengan VOC yaitu Bangsa Portugis.

Bangsa Portugis setidaknya mendapat serangan dari Ratu Kalinyamat, sebagai penguasa Jepara dan Jawa pada umumnya, sebanyak dua kali. Yakni pada 1550 dan tahun 1564. Pada tahun 1550 Ratu Kalinyamat menyerang Portugis di Malaka (sekarang Malaysia), bersama pasukan dari Kesultanan Aceh, Johor, Palembang, dengan kekuatan total 200 kapal perang dan belasan ribu prajurit. Pada tahun 1564 juga menyerang lagi bersama pasukan dari Kesultanan Aceh Darussalam. Juga pada tahun 1573 menyerang Portugis lagi di Selat Malaka.

Bangsa Portugis hanya beberapa tahun saja menempati benteng ini. Banyaknya gangguan yang memakan korban kiranya menjadi salah satu alasannya. Di Selat Mandalika itu ada pusaran air laut. Menurut cerita rakyat sekitar, pusaran air itu adalah pintu gerbang Keraton Luweng Siluman yang dirajai oleh Siluman Bajul Putih. Setiap ada orang berkulit putih seperti bangsa Portugis pastilah tersedot ke dalam laut hilang entah ke mana. Kejadian itu sesuai dengan sumpah Siluman Bajul Putih ketika dikalahkan oleh Ki Leseh.

Siluman itu bersumpah kalau ada orang yang berkulit putih seperti kulitnya lewat di atas pintu gerbang Luweng Siluman itu, akan disedot ke dalam laut. Kerajaan Demak Alasan lain adalah lalu lintas perdagangan yang waktu Kerajaan Demak dipusatkan melalui laut, dengan pindahnya Kerajaan Demak ke Pajang, lalu lintas perdagangan berubah melalui jalan darat. Para perompak di perairan Jepara banyak yang beralih menjadi perampok, mereka merampok mangsanya dalam perjalanan di tengah hutan. Perjalanan dagang melalui laut menjadi aman. Benteng itu akhirnya ditinggalkan begitu saja hingga bertumbuh semak belukar. Jarang sekali orang berani memasuki benteng itu. Seturut penuturan warga mereka takut diganggu roh-roh penghuni benteng itu. TBL TBL TAKUT BANGET LOHHH

Masa Penjajahan Jepang

sunting

Pada waktu Jepang metampakkan[3] kakinya di bumi Nusantara, benteng ini kembali digunakan. Jepang memanfaatkannya sebagai tempat pengintai laut. Dengan tenaga-tenaga kerja paksa yang diambil dari desa-desa sekitar, semak belukar itu dibersihkannya, jalan menuju puncak bukit diperlebar. Di kaki bukit menghadap ke laut dibangun tembok-tembok pengintai yang dilengkapi meriam-meriam kecil. Menara yang sudah hancur dibangun kembali dan dibuat lebih tinggi. Bekas bangunan rumah yang berada di tengah benteng juga dibangun lagi sebagai tempat tinggal pengintai. Menurut penuturan bekas para pekerja paksa Jepang (Romusha), di bawah menara dibuatkan lorong bawah tanah yang tembus ke pantai di kaki bukit. Lorong ini dimaksudkan untuk mempercepat petugas yang kerja di benteng hendak turun ke pantai. Demikianlah Benteng Portugis dimanfaatkan oleh Jepang sampai akhirnya mereka kalah dalam Perang Dunia II dan harus angkat kaki dari bumi Nusantara ini. setelah Indonesia mengecap kemerdekaan tempat ini menjadi tempat rekreasi. Melihat pengunjung makin banyak, Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara pun menata tempat ini sehingga semakin menarik dikunjungi.

Fisik Bangunan

sunting

Benteng ini sekarang hanya berupa reruntuhan tembok berbentuk persegi empat yang terletak di atas bukit tepat di seberang selatan Pulau Mandalika. Di dalam tembok hanya berupa lahan kosong yang ditumbuhi beberapa pohon yang sengaja dibiarkan untuk tempat berteduh pengunjung. Di area dalam sebelah utara terdapat satu bangunan yang juga digunakan sebagai temat berteduh pengunjung. Selain itu terdapat beberapa replika meriam yang ditempatkan di sisi utara dan timur benteng yang langsung berbatasan dengan laut lepas.

Fasilitas

sunting
  • Kawasasan Benteng
  • Rumah Portugis
  • Mushala
  • Area Parkir
  • Pantai

Catatan kaki

sunting

Pranala luar

sunting