Bebegig Sukamantri
Bebegig Sukamantri[1] bukanlah orang-orangan sawah melainkan kesenian tari-tarian dari Ciamis yang menggunakan topeng kepala Singa seperti Topeng Barong dari Jawa dan Bali. Adapun yang membedakannya, topeng ini mengenakan rambut gimbal dari susunan bunga rotan atau bunga Caruluk yang disebut Bubuai.
Sejarah
suntingDahulu, kesenian Bebegig[2] merupakan bagian dari ritual dalam upacara pengusiran roh-roh jahat. Karena sekarang warga Ciamis sudah beragama Islam, maka kesenian ini diubah dari upacara mistik pengusiran roh jahat, menjadi kesenian untuk menghibur masyarakat Ciamis pada acara agustusan (memperingati hari kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus), khitanan, dan lain sebagainya.
Berawal saat keluarga kerajaan Sunda Galuh hendak menikahkan putri Diah Pitaloka dengan raja Hayam Wuruk di lapangan Bubat. Namun saat menunggu kedatangan rombongan kerajaan Majapahit, rombongan kerajaan Panjalu diserang oleh prajurit bertopeng yang keluar dari hutan, sehingga terjadilah perang Bubat antara Galuh dan Majapahit.
Sosok bertopeng ini tidak lain merupakan prajurit dari Bre Wengker yang merupakan paman dari Hayam Wuruk, setelah sebagain dari pihak kerajaan sunda tewas, Hayam wuruk dinikahkan dengan putri dari Bre Wengker, sedangkan rombongan kerajaan sunda yang masih selamat diberi tahta kerajaan Majapahit, dan membuat sebuat topeng atas perang bubat untuk mengingat kejadian pahit itu.
Asal usul
suntingKeberadaan bebegig [3] di Desa Sukamantri, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis. Warga menyakini bahwa Bebegig merupakan lambang kemenangan. Sebab, pembuatan Bebegig diilhami wajah Prabu Sampulur yang memusnahkan kejahatan dan meminta imbalan untuk menguasai Pulau Jawa. Kemenangannya didikenang dengan membuat kedok wajah Prabu Sampulur. Bebegig direpresentasikan sebagai penjaga lingkungan sekitar.
Versi lain
suntingVersi lain yang masih memiliki kemiripan, dari asal-usul Bebegig Sukamantri, diungkap oleh Pamong Budaya Ahli Muda Disbudpora Ciamis, Eman Hermansya. Ia menceritakan asal-usul kesenian yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Kemdikbud RI tahun 2018 itu. Seni Helaran Bebegig berasal dari Kecamatan Sukamantri, atau sebelah utara Ciamis. Bebegig memiliki wujud menyeramkan dengan topeng yang dominan warna merah, hijau dan hitam. Bermata melotot dan bertaring panjang. Representasi bebegig sebagai penjaga lingkungan alam. Menurut Eman berdasarkan data yang ada, Bebegig erat dengan wilayah Tawang Gantung di sebelah utara Desa Sukamantri. Wilayah itu merupakan bukti dengan hutan yang dianggap keramat dan angker. Konon wilayah tersebut dipercaya sebagai bekas kerjaan. Bukit tersebut berbeda dari bukit yang lainnya, ada 3 parit besar melingkarinya. Di bawahnya merupakan lereng terjal, warga setempat menyebutnya Panggeleseran. Konon, orang berkuasa di wilayah itu bernama Prabu Sampulur, seorang yang memiliki kesaktian dan juga cerdik. Prabu Sampulur membuat topeng-topeng dari kulit kayu yang menyerupai wajah menyeramkan. Topeng itu dibuat untuk menjaga alam dari gangguan orang yang punya niat jahat atau pun hal lainnya. Lama-kelamaan topeng yang diberi nama Bebegig itu kemudian menjadi sebuah kesenian dan berkembang di masyarakat hingga saat ini. "Topeng itu memiliki rambut yang terbuat dari ijuk Kawung atau aren yang terurai panjang. Memiliki mahkota dari kembang buah dan daun waregu yang disusun rapih. Ada pun hiasannya dari kembang hahapaan dan daun picisan. Hiasan itu diambil dari tanaman yang tumbuh subur di daerah itu," ujar Eman kepada detikJabar, Jumat (17/11/2023).
Menurut Eman, sepintas atribut atau hiasan yang dipasang pada topeng itu nampak biasa saja. Namun hiasan itu memiliki filosofi kehidupan. "Filosofinya dimaknai dari pohon Kawung yang mana pohon itu semua bagiannya bermanfaat untuk kehidupan manusia," ucapnya.
Ada pun filosofi dari atribut lainnya seperti daun waregu pancawarna dan kembang bubuay. Eman menjelaskan, daun waregu pancawarna itu bukan daunnya warna-warni, melainkan hanya simbol kebaikan atau kebahagiaan.
Sedangkan bunga yang keluar dari pohon sejenis rotan yang disebut bubuay mengandung filosofi kehidupan sangat berarti. "Bentuk bunga yang tersusun rapih itu sebagai simbol kebersamaan, silih asah, silih asih dan silih asuh. Sehingga kebersamaan itu harus dijaga secara turun temurun," ungkapnya.
Seni Helaran Bebegig biasanya tampil dalam berbagai kegiatan. Dimainkan satu orang satu kostum Bebegig secara berkelompok. Mereka akan menari dengan irama musik tradisional dan menampilkan pertunjukan seperti berkelahi atau duel. Berat topeng bebegig sendiri antara 25 sampai 40 kilogram.
Setiap dimainkan, Bebegig Sukamantri akan terdengar irama ketokan berasal dari kolotok atau instrumen musik dari kayu. Kolotok akan mengeluarkan bunyi ketika digoyang-goyang.[4]
Unik
suntingBebegig berbeda dengan barong di Jawa dan Bali karena Bebegig menggunakan rumbai-rumbai daun tanaman serta pada bagian belakang menggunakan lonceng sapi, Sedangkan topeng bebegig mempunyai berat kurang lebih 20 kg dengan cara dipikul seperti ondel-ondel, dari segi bentuk topeng, topeng bebegig di ilhami dari tokoh bujang ganong pada kesenian reog ponorogo yang dibawa pada perang majapahit-sunda dibawah kepimpinan Hayam Wuruk, yang membedakaanya topeng bebegig ialah berukuran besar sedangkan topeng pada bujang ganong berukuran wajah manusia yang memudahkan penari untuk melakukan akrobatik.
Referensi
sunting- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-19. Diakses tanggal 2012-11-21.
- ^ http://bebegig-ku.blogspot.com/2010/07/desa-sukamantri-terletak-disebelah.html
- ^ http://www.diciamis.com/bebegig-sukamantri-ciamis.php#.UKyR02fSjiQ
- ^ Dadang, Hermansyah (2023-11-20). "Asal-usul Seni Helaran Bebegig Sukamantri". DetikJabar.