Batulappa, Pinrang

kecamatan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan
(Dialihkan dari Batu Lappa, Pinrang)

Batulappa adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Duampanua serta bekas wilayah dari Swapraja Batulappa yang berkedudukan di Bungi (1945-1960) Akkarungeng ri Batulappa. Wilayah Kecamatan Batulappa secara menyeluruh berada pada dataran tinggi atau pegunungan. Ibukota Kecamatan berada di Bilajeng.

Batulappa
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPinrang
Pemerintahan
 • CamatIsmail Dondong, S.Sos
Populasi
 • Total11,281 jiwa
Kode Kemendagri73.15.12 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS7315071 Edit nilai pada Wikidata
Luas158,99 km²
Kepadatan-jiwa/km²
Desa/kelurahan4 desa
1 kelurahan
Peta
PetaKoordinat: 3°39′41.57647″S 119°42′47.71105″E / 3.6615490194°S 119.7132530694°E / -3.6615490194; 119.7132530694

Sejarah Batulappa

sunting

Kecamatan Batulappa tidak lepas dari sejarah Akkarungngeng ri Batulappa (Kerajaan Batulappa) 1665-1960, ketika Arung Batulappa IX naik tahta pada tahun 1665 yakni Baso Puang Buttu Kanan generasi kesepuluh dari Tomanurung Palipada masa itu Belanda telah meletakkan upaya penguasaannya di kerajaan-kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan, yang diawali dengan penandatangan Perjanjian Bongaya 18 November 1667 di Makassar antara Belanda yang diwakili Cornelis Spelman dengan Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke XVI. Penandatanganan Perjanjian Bongaya (Bongaais Verdrag) 1667 tersebut, kelihatannya Belanda belum dapat menata Pemerintahannya sebagai wilayah jajahannya yang lain, karena munculnya perlawanan kerajaan-kerajaan lokal seperti perlawanan Batara Gowa I Sangkilang.

Oleh karena itu, pengaruh langsung Belanda kepada Kerajaan-Kerajaan lokal Sulawesi Selatan termasuk Kerajaan Batulappa, ini berarti Kerajaan Batulappa sebuah kerajaan yang berdaulat, dalam mengurus pemerintahannya sendiri, beliau memimpin Kerajaan Batulappa hingga 1700, dan kerajaan bertahan hinga Arung memimpin di Batulappa sampai generasi ke-XVII di tahun 1960.

Baso Puang Buttu Kanan, sebagai Arung Batulappa, kawin dengan seorang perempuan keturunan Batulappa bernama Besse Pinrang, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama Wellangrungi yang kelak menjadi Arung Batulappa yang kesepuluh. Pada masa pemerintahan beliau, pusat kerajaan Batulappa yang sebelumnya terletak di gunung Tirasa di pindahkan ke Watang Batulappa (sekarang menjadi Desa Batulappa).

Pada akhir abad ke XIX, kerajaan Batulappa dipimpin oleh Arung Baso Puang Moseng. Puang Moseng adalah cucu Arung Batulappa ke-XII Arung Sompa dari perkawinannya dengan Fatima Enrekang, ibunya adalah Buku' anak kandung Arung Sompa yang kawin dengan Datu Lanrisang dari Jampue. Ia memerintah di kerajaan Batulappa sebagai Raja XIV yang berpusat di Bungi.

Arung Baso Puang Moseng (Baso II) dalam masa pemerintahannya berhasil memindahkan pusat kerajaan Batulappa ke Bungi. Oleh karna itu, baginda biasa dikenal dengan istilah Babae ri Batulappa dan Bulurompenna Bungi Pinrang. Bungi menjadi ibukota Kerajaan dari tahun 1840-1960, kantor Arung Batulappa beserta Saoraja dibangun di Bungi pada masa pemerintahan Padoeka Toean Jm Andi Tanri Karaeng Lolo Petta Arungnge Arung Batulappa XVI.

Di Bungi terdapat peninggalan Kerajaan Batulappa yakni dua bangunan Saoraja, yakni Saoraja Arung Andi Tanri (Petta Tanri) Arung Batulappa XVI, lazimnya dikenal Saoraja Bola Camming/Saoraja Bungi.

Juga terdapat milik putra beliau Saoraja Andi Mangga (Petta Mangga) Arung Batulappa XVII, dimasa pemerintahan Petta Tanri terdapat satu bangunan peninggalan dari nenek beliau I Tjoma Arung Batulappa XV berupa Saoraja, itu berarti di Bungi pernah memiliki tiga Saoraja dari Akkarungeng ri Batulappa. Bungi juga menjadi ibukota bagi Daerah Swapraja Batulappa hingga 1960.

Kemudian setelah proklamasi Republik Indonesia bersama dengan kerajaan kerajaan di Sulawesi Selatan Kerajaan Batulappa menyatakan bergabung kedalam Indonesia, dan daerah-daerah di indonesia yang masih berbentuk monarki menjadi dan diteruskan status sebagai daerah swapraja atau pemerintahan sendiri dari tahun 1945-1960.

Pada masa republik indonesia wilayah daerah swapraja batulappa atau Kerajaan Batulappa menjadi negara bagian di dalam Negara Indonesia Timur yang merupakan Negara Bagian RIS, sedangkan Arung dan Kepala Swapraja Batulappa adalah Andi Mangga Petta Matinroe ri Bungi Arung Batulappa Ke-XVII hingga 1960. Yang menggantikan ayahandanya Andi Tanri Karaeng Lolo Petta Matinroe Ri Bungi Arung Batulappa ke-XVI 1941-1945.

Pada masa kerajaan, Batulappa membawahi beberapa Distrik dan Lili' serta daerah-daerah di utara Distrik Bungi (ibukota swapraja) pada 23 November 1890-1945 Kerajaan Batulappa berbatasan dengan Sawitto (dipisahkan oleh Sungai Sadang) diselatan, Enrekang di timur, Selat Makassar dan Mandar dibarat. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di Kabupaten Pinrang.

Bekas wilayah bersejarah

sunting

Pada masa kerajaan di batulappa, wilayah yang sekarang disebut Kecamatan Batulappa merupakan wilayah yang pertama kali digunakan untuk membuka pemukiman dan awal mulanya Kerajaan Batulappa. Raja pertama Batulappa konon ditabalkan diatas batu yang mendatar dalam bahasa pattinjo dan bugis disebut Batu Maleppa dan seiring waktu disebut Batulappa. Sedangkan ibukota pertamanya berada di Tirasa lalu dipindahkan ke Watang Batulappa maka ibukota kerajaan batulappa yang saat ini masuk pada wilayah Kecamatan Batulappa sekarang, adalah:

  • Tirasa
  • Watang Batulappa
  • Bamba (Masa pemerintahan Baso Puang Moseng Arung Batulappa XIV, kemudian dipindahkan ke Bungi)

"Baso Puang Buttu Kanan, sebagai Arung Batulappa ke IX (1665-1700), kawin dengan seorang perempuan keturunan Batulappa bernama Besse Pinrang, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama Wellangrungi yang kelak menjadi Arung Batulappa ke X. Pada masa pemerintahan beliau (Puang Baso), pusat kerajaan Batulappa yang sebelumnya terletak di gunung Tirasa di pindahkan ke Watang Batulappa (sekarang menjadi Kecamatan Batulappa)."

Kedua daerah tersebut merupakan wilayah bersejarah dari Kerajaan Batulappa

Sebagai Daerah Swapraja

sunting

Batulappa yang sebelumnya meliputi wilayah di sebelah utara Kabupaten Pinrang sekarang, menjadi sebuah Daerah Swapraja dengan ibukota berada di Distrik Bungi (masa Swapraja 1945-1960) didalam lingkup Daerah Parepare, Negara Indonesia Timur. Swapraja yang berarti daerah yang memiliki status ini dapat dan berhak mengurus pemerintahan sendiri dan sistemnya yang dapat dikelola dan diatur pemerintahannya sesuai dengan sistem yang ada pada daerah bersangkutan.

Sistem swapraja juga dapat dikatakan pemerintahan monarki itu artinya Kepala Daerah Swapraja merupakan seorang Raja dari dinasti yang memerintah secara turun temurun di daerah tersebut, dikarenakan pada 1905 Kerajaan Batulappa merupakan proktetorat/bagian HindaBelanda sebagai Zelfbestuur (Swapraja). Setelah kemerdekaan maka Batulappa kemudian menjadi dan diteruskan statusnya menjadi Daerah Swapraja Batulappa. Pusat pemerintahan swapraja berada di Bungi sejak masa pemerintahan kerajaan di era Arung Baso Puang Moseng Arung Batulappa XIV.

Tercatat dalam sejarah Batulappa bahwa ada Kepala Swapraja atau Zelfbestuurder dari Swapraja Batulappa terhitung sejak Batulappa menjadi Zelfbestuur dari HindiaBelanda dan sekaligus Arung Batulappa yakni:

  1. I Tjoma Arung Batulappa 1875-1941 Petta Matinroe ri Bungi, Petta Cuma menandatangani Verklaring (Kontrak perjanjian dengan Belanda pada tahun 1891 dan menerima Verklaring dari Gubernur Jenderal Hindiabelanda Joannes Benedictus van Heutsz pada 19 Juli 1906.
  2. Jm Paduka Tuan Andi Tanri Petta Arungnge Karaeng Lolo, Petta Matinroe ri Bungi, Arung Batulappa XVI 1941-1945 (Zelfbestuurder Batoelapa di Bungi sejak 23 Juni 1941-1945), sebelumnya menjabat Arung Malolo Batulappa (Putra Mahkota) di masa pemerintahan Nenek beliau, I Tjoma Arung Batulappa XV 1875-1941.
  3. Jm Tuan Haji Andi Mangga, Petta Matinroe ri Bungi, Arung Batulappa XVII.

Hingga pembentukan Kabupaten Pinrang di tahun 1960, Swapraja Batulappa, Swapraja Sawitto, Swapraja Suppa, & Swapraja Kassa menjadi bagian dari Kabupaten Pinrang hingga sekarang, dan masa swapraja berakhir pada 1960.