Batik Tanah Liat
Batik Tanah Liat (bahasa Minangkabau: batik tanah liek) adalah jenis kain batik yang berasal dari Minangkabau. Batik ini menggunakan tanah liat sebagai pewarna. Kain mula-mula direndam selama seminggu dengan tanah liat, kemudian dicuci dan diberi pewarnaan alamiah lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Sejarah
suntingAsal batik ini diduga dari Tiongkok yang masuk ke Minangkabau pada abad ke 16. Pada zaman itu Kerajaan Minangkabau berpusat di Pagaruyung, Batusangkar. Batik tanah liat sempat hilang tanpa jejak pada masa penjajahan Jepang, tetapi berkat usaha Wirda Hanim,[1] teknik batik ini diperkenalkan kembali pada tahun 1994.[2] Awalnya Wirda Hanim melihat motif batik ini digunakan oleh beberapa orang penduduk nagari Sumanik,[3] Kecamatan Salimpaung, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Dia tertarik dengan batik yang langka tersebut dan berniat untuk membangkitkan kembali seni tradisional batik tanah liat yang hampir punah.[4]
Motif
suntingMotif batik tanah liat tradisional adalah kuda laut dan burung hong, namun sekarang selain motif Tionghoa diperkenalkan juga motif tradisional Minangkabau seperti siriah dalam carano, kaluak paku, kuciang tidua, lokcan, batuang kayu, tari piring, kipas.[5]
Saat sekarang motif-motif baru juga diperkenalkan yang inspirasinya diambil dari kekayaan budaya alam Minangkabau, seperti motif tabuik (tabut), Jam Gadang dan Rumah Gadang.[6] Saat sekarang ada tiga sentra pembuatan batik tanah liat di Sumatera Barat, yakni di Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan dan di Kabupaten Dharmasraya. Masing-masing sentra ini menampilkan corak tersendiri berdasarkan lingkungan masing-masing, bahkan di Dharmasraya mereka mengembangkan motif baru, bunga sawit.[7]
Pewarnaan
suntingSalah satu keunikan dari Batik Tanah Liat ini adalah bahan-bahan pewarna yang digunakan berasal dari pewarna alami seperti tanah liat, kulit jengkol (Pithecellobium jaringa), manggis (Garcinia mangostana), getah gambir (Uncaria gambir), jerami padi (Oryza sativa), kulit mahoni (Sweetenia mahogani), kulit rambutan (Nephelium lappaceum) dan tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional digunakan untuk colok (pewarna)[8]
Penghargaan dari Unesco
suntingBatik tanah liat mendapatkan penghargaan dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity semenjak bulan Oktober 2009.[7] Batik ternyata tidak hanya dikenal sebagai tradisi dari Jawa, tapi juga ditemukan sebagai produk kebudayaan Minangkabau (Sumatera Barat).
Referensi
sunting- ^ http://informasibusana.blogspot.jp/2011/08/ciri-khas-batik-tanah-liek.html#.UP6BVaw8qss
- ^ http://www.kriyalea.com/batik-tanah-liat-khas-minangkabau/[pranala nonaktif permanen]
- ^ Sumanik, Salimpaung, Tanah Datar
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-02-25. Diakses tanggal 2013-01-22.
- ^ Menghidupkan kembali batik tanah liek[pranala nonaktif permanen]
- ^ http://regional.kompas.com/read/2009/06/08/05342049/Simbol.Minangkabau.Jadi.Motif.Batik
- ^ a b http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/23/batik-tanah-liat-minang-nan-memikat-397846.html[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-10. Diakses tanggal 2010-03-14.
Pranala luar
sunting- Keindahan batik Minangkabau nan langka Diarsipkan 2010-06-10 di Wayback Machine.