Batas planet
Batas planet atau yang dikenal dengan planetary boundary merupakan batas lingkungan secara kuantitatif yang ditetapkan agar Bumi tidak mengalami kerusakan. Batasan ini tidak boleh dilanggar agar bumi tetap dalam kondisi yang aman untuk kehidupan di dalamnya yang terjadi saat ini dan di masa depan. Batas planet ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johan Rockström dan Will Steffen bersama kelompoknya pada tahun 2009. Batas planet ini selanjutnya menjadi kerangka acuan bagi masyarakat dunia dalam melakukan pembangungan berkelanjutan yang ramah lingkungan.[1]
Setelah revolusi industri, aktivitas manusia di dunia industri semakin berkembang. Selain membawa kemajuan dalam hidup manusia, revolusi industri juga memberikan dampak pada lingkungan seperti polusi dan limbah. Setelah bertahun-tahun dampak yang diberikan juga semakin besar, membawa perubahan pada kondisi bumi, seperti iklim yang berubah, pencemaran lingkungan, atau suhu bumi yang semakin panas. Kondisi inilah yang melatar belakangi munculnya batas planet (planetary boundary), untuk memberikan batasan kondisi bumi yang harus dijaga[2].
Sembilan Batas Planet
suntingAda sembilan elemen batas planet yang ditetapkan sebagai parameter untuk menjaga bumi dari kerusakan. Kesembilan batas tersebut di antaranya[3]
- Perubahan iklim
Perubahan iklim disebabkan oleh pemanasan global akibat dari emisi karbon. Ambang batas emisi karbon yang diperbolehkan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan di bumi adalah 350 ppmv CO2 di atmosfer. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa emisi CO2 di atmosfer adalah 390 ppmv, yang berarti telah melewati ambang batas planet yang ditetapkan . Emisi karbon yang meningkat akan berdampak pada bumi yang semakin panas, gunung es di kutub yang semakin cepat mencair dan naiknya permukaan air laut.
2. Pengasaman laut
Pengasaman laut disebabkan oleh gas karbondioksida (CO2) dari atmosfer yang larut di lautan. Gas CO2 yang terlarut bereaksi dengan air membentuk asam karbonat, menyebabkan penurunan pH air laut dan kondisi kimia lautan. Kenaikan keasaman air laut akan menganggu ekosistem laut. Banyak terumbu karang yang mengalami pemutihan dan rusak, karang dan plankton laut yang tidak bisa bertahan hidup, dan kehidupan ikan-ikan yang juga terancam. Keasaman air laut saat ini telah meningkat 30% dibandingkan dengan zaman pra revolusi industri.
3. Penipisan lapisan ozon stratosfer
Ozon stratosfer berada pada ketinggian 20-50 km di atas permukaan laut. Lapisan ozon ini berfungsi untuk menyaring radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan ke bumi. Menipisnya lapisan ozon akan meningkatkan radiasi UV yang sampai ke bumi. Radiasi UV yang meningkat membahayakan makhluk hidup di darat dan laut. Melalui Protokol Montral, dunia bersepakat untuk mengurangi konsumsi dan produksi zat-zat yang bisa merusak lapisan ozon.
4. Hilangnya Integritas Keanekaragaman Hayati
Kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati ini dipengaruhi oleh permintaan akan sumber daya alam yang terus meningkat. Mengacu pada Penilaian Ekosistem Milenium tahun 2005, perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia telah meningkat lebih cepat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.
5. Siklus Biogeokimia Nitrogen dan Fosfor
Akibat dari aktivitas industri dan pertanian, banyak emisi nitrogen reaktif di atmosfer. Sebagian nitrogen diserap oleh tumbuhan, lainnya menjadi senyawa reaktif di atmosfer dan mencemari aliran air. Nitrogen dan fosfor di udara, ketika terjadi hujan akan menyebabkan hujan asam yang membahayakan makhluk hidup di bumi. Nitrogen yang terlarut di air akan meningkatnya pertumbuhan alga sehingga menurunkan kadar oksigen di air yang mengganggu kehidupan ikan.
6. Polusi Kimiawi dan Pelepasan Entitas Baru
Akivitas manusia, seperti industri menghasilkan polusi atau limbah berupa zat kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup. Polusi kimiawi tersebut di antaranya senyawa organik, limbah plastik, senyawa radioaktif, dan zat kimia berbahaya lainnya. Polusi-polusi tersebut bisa mempengaruhi kesehatan, syaraf, tingkat kesuburan, dan bisa mengancam nyawa manusia.
7. Perubahan Sistem Lahan
Banyak terjadi alih guna lahan saat ini. Banyak hutan, padang rumput dan vegetasi lainnya yang dialih fungsikan menjadi lahan pertanian. Alih fungsi lahan ini berdampak pada keanekaragaman hayati. Hutan merupakan salah satu lahan yang perlu dijaga karena memegang peranan penting dalam penyerapan karbon di atmosfer, menjaga biodeversitas, dan sebagainya.
8. Konsumsi Air Tawar dan Siklus Hidrologi
Perubahan iklim dapat mempengaruhi siklus air tawar, begitu pula sebaliknya. Kondisi sumber air tawar, seperti sungai juga akan mempengaruhi kondisi iklim melalui proses evaporasi air. Aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan badan sungai juga akan mempengaruhi kondisi sumber air tawar. Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar setengah milyar manusia akan mengalami kekurangan air. Hal ini menuntut manusia untuk melakukan tindakan agar ketersediaan air tawar tidak habis.
9. Pembuatan Aerosol Atmosfer
Kadar aerosol di atmosfer memberikan pengaruh pada iklim bumi dan kehidupan makhluk hidup. Sehingga, kadar aerosol dalam atmosfer juga perlu ditentukan agar tidak membahayakan sistem di bumi. Aeorosol yang terkandung di atmosfer jika bereaksi dengan uap air akan mempengaruhi pembentukan awan dan pola sirkulasi atmosfer. Selain itu, partikel-partikel aerosol juga akan mempengaruhi banyaknya radiasi sinar matahari yang masuk ke bumi dan dipantulkan untuk kembali ke luar atmosfer bumi. Hal ini, akan berpengaruh pada suhu udara dan iklim di bumi. Aerosol yang berupa partikel-partikel berukuran mikro hingga nanometer di udara juga bisa menjadi polutan yang bisa terhirup oleh manusia dan mempengaruhi kesehatan khususnya organ pernapasan manusia.
Ambang Batas Sembilan Batas Planet
suntingKesembilan elemen batas planet yang telah dijelaskan di atas memiliki parameter dengan nilai ambang batas yang harus diusahan agar tidak terlampaui jumlahnya. Ambang batas masing-masing batas planet tersebut adalah sebagai berikut[4]
Proses sistem bumi | Parameter | Ambang batas | Status saat ini |
Perubahan iklim | Konsentrasi CO2 di atmosfer | 350 | 387 |
Laju Penurunan Keanekaragaman Hayati | Tingkat kepunahan (jumlah spesies tiap juta spesies per tahun) | 10 | >100 |
Siklus Nitrogen | Jumlah Nitrogen yang dikeluarkan dari atmosfer untuk digunakan manusia (juta ton per tahun) | 35 | 121 |
Siklus Fosfor | Jumlah fosfor yang mengalir ke laut | 11 | 8,5-9,5 |
Penipisan Lapisan ozon stratosfer | Konsentrasi ozon (unit Dobson) | 276 | 283 |
Pengasaman Laut | Keadaan saturasi rata-rata global aragonit di permukaan air laut | 2,75 | 2,90 |
Konsumsi ari tawar | Konsumsi air tawar oleh manusia (km3 per tahun | 4000 | 2600 |
Perubahan sistem lahan | Persentase tutupan lahan global yang dikonversi menjadi lahan pertanian | 15 | 11,7 |
Pembuatan Aerosol atmosfer | Konsentrasi partikulat keseluruhan di atmosfer, berdasarkan regional | Akan ditentukan | |
Polusi Kimia | Contonya, jumlah emisi, atau konsentrasi polutan organik yang persisten, plastik, pengganggu endokrin, logam berat, dan limbah nuklir di lingkungan global atau dampaknya terhadap ekosistem dan fungsi sistem bumi. | Akan ditentukan |
Dari tabel tersebut, menurut Johan Rockström dan Will Steffen, ada tiga batasan yang sudah terlampaui di antaranya perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan produksi fosfor.
Referensi
sunting- ^ LindungiHutan, Magang Alam (2023-10-27GMT+070011:19:32+07:00). "Planetary Boundaries: Fakta bahwa Apa yang Manusia Lakukan Perlu Dibatasi demi Bumi yang Lestari". lindungihutan.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-10-09.
- ^ LindungiHutan, Magang Alam (2023-10-27GMT+070011:19:32+07:00). "Planetary Boundaries: Fakta bahwa Apa yang Manusia Lakukan Perlu Dibatasi demi Bumi yang Lestari". lindungihutan.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-10-09.
- ^ "Mengenal Planetary Boundaries, Batasan yang Harus Dijaga Manusia, Agar Bumi Tetap Lestari". Nusantics (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-10-09.
- ^ Steffen, Will; Rockström, Johan; Costanza, Robert (2011). "How Defining Planetary Boundaries Can Transform Our Approach to Growth". The Solutions Journal. 2 (3): 59–65.