Barbara Ko Sun-i
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Barbara Ko Sun-i adalah seorang martir Katolik Korea. Ia adalah istri dari martir Agustinus Pak Chong-won dan putri dari Ko Kwang-song yang menjadi martir pada tahun 1801. Dia lahir di Seoul pada tahun 1794. Dia seorang wanita yang memiliki integritas dan juga cerdas.
Pada usia 18 tahun, dia menikah dengan Agustinus Pak dan memiliki tiga orang anak. Seluruh keluarga sungguh Katolik. Anak-anaknya sangat terdidik dalam doktrin Katolik. Barbara membantu suaminya dalam karya amal kasih, menguatkan umat Katolik yang suam-suam kuku untuk kembali kepada Gereja, mengajar katekumen yang buta huruf, dan merawat orang sakit. Ketika para misionaris datang ke negara itu, dia merasa senang untuk menerima sakramen. Dia juga berusaha untuk bertumbuh dalam kebajikan dan doa dan keinginannya adalah untuk menjadi seorang martir.
Ketika suaminya yaitu Agustinus Pak ditangkap, dia juga ingin menyerahkan dirinya sendiri untuk berbagi penderitaan dengan suaminya, namun para penculik menangkap dia pada tanggal 27 Oktober 1839, sebelum dia melakuka tindakan penyerahan dirinya. Dia bersyukur kepada Allah atas rahmat khusus yaitu dia telah ditangkap. Pasangan suami istri itu bertemu dan saling menguatkan satu sama lain di penjara. Kepala polisi memanggil pasutri itu untuk diinterogasi. Mereka diperintahkan untuk menyangkal iman mereka. Mereka menolak permintaan itu dan kemudian disiksa. Barbara disiksa sebanyak enam kali dan dia tidak dapat menggerakkan tangan dan kakinya. Namun dia tidak pernah kehilangan keberaniannya.
Sekitar 20 hari kemudian, Barbara dipukuli lagi bersama dengan suaminya. Dia dipukuli dengan sangat kejam sampai dagingnya terkoyak. Namun, dia ingin mati bagi Allah. Dia berkata kepada sesama tahanan: “Saya pernah merasa takut akan siksaan, namun sekarang Roh Kudus telah memberkati seorang pendosa seperti saya, dan saya tidak lagi merasa takut akan siksaan. Saya sangat senang. Saya tidak tahu bahwa begitu mudahnya untuk mati.”
Barbara dipenggal di luar Pintu Gerbang Kecil Barat pada tanggal 29 Desember 1839 pada usia 42 tahun, bersama dengan enam orang Katolik lainnya.[1]
Referensi
sunting