Baptis bayi atau baptis anak (bahasa Inggris: infant baptism) adalah praktik pembaptisan yang diberikan pada bayi atau anak-anak yang lahir dalam keluarga Kristen.[1] Praktik pembaptisan yang mengikutsertakan baptis bayi disebut atau pedobaptism.

Praktik baptis anak di Gereja Katolik

Dalam Perjanjian Baru dapat menemukan beberapa bagian yang menyiratkan bahwa sudah ada pembaptisan yang dilayankan pada anak.[1] Misalnya, dalam Kisah Para Rasul 16:15 dan 18:8 dikatakan bahwa "seisi rumah dibaptis".[2] Ini kemudian menghasilkan dugaan anak-anak juga ikut dibaptis.[2] Pada abad ke-2 dan ke-3, Siprianus dan Origenes mendukung baptis bayi sementara Tertulianus menolaknya.[1]

Baptis bayi semakin tersebar luas pada abad ke-5.[1] Memasuki masa reformasi, banyak kelompok yang menentang praktik ini dengan alasan praktik pembaptisan terhadap bayi dan anak-anak tidak sesuai dengan tuntutan bahwa seseorang harus memilih sendiri secara sadar untuk menerima Kristus dan memberi diri dibaptis.[1] Kelompok yang menolak praktik ini adalah golongan Anabaptis dan sejumlah gereja beraliran Pentakosta.[2]

Akan tetapi di sisi lain, ada pertimbangan bahwa semua orang dipanggil menerima keselamatan sehingga gereja kemudian tetap melaksanakan pembaptisan terhadap anak-anak dengan syarat salah satu orang tua menyetujui dan bersedia mendidik anaknya secara Kristen.[1] Setiap kali hendak melaksanakan baptis anak, harus ada saksi yang bersedia mengawasi pendidikan agama anak tersebut.[2] Gereja-gereja di Indonesia banyak yang memelihara tradisi ini dan saksi-saksi baptis disebut bapa dan ibu serani.[2] Dalam lingkungan Gereja Timur, selain baptis bayi, diberikan juga krisma dan ekaristi.[2] Di Gereja Katolik, bayi atau anak-anak kecil hanya boleh menerima pembaptisan saja.[1], sementara ekaristi dan krisma hanya boleh diterima oleh seorang anak ketika ia mampu menggunakan akal budi dan sudah punya kesadaran sendiri.[2]

Anak-anak yang telah menerima baptis bayi umumnya menerima katekese dari katekis, dan mungkin juga menerima peneguhan sidi.

Pertentangan terhadap baptis bayi

sunting

Pada umumnya, gereja yang mempraktikkan baptis bayi ini mengacu kepada bagian mengenai oikos (rumah tangga) yang berbicara tentang pembaptisan yang diterima oleh keseluruhan rumah tangga dan mencakup anak bahkan budak yang tinggal di keluarga tersebut (Kis 16:15 dan 33, 18:8, 1 Kor 11:16). Gereja yang menolak pembaptisan ini sebaliknya beranggapan bahwa baptis bayi ditentang berdasarkan tuntutan-tuntutan pertobatan dan iman yang dimiliki oleh orang yang dibaptis di sini mengecualikan baptis bayi tersebut (Mrk 16:16 dan Kis 2:38).[3]

"Argumen yang menentang paedobaptism beralasan bahwa hal itu tidak didasari ajaran Allah, melainkan dilakukan hanya karena anggapan dan keingintahuan manusia, dan yang dengan tergesa-gesa dipraktikkan; padahal suatu sakramen tidak mempunyai asas jika tidak didasarkan pada Firman Allah. Namun, bagaimana bila hal itu setelah dipelajari cermat, ternyata merupakan fitnahan palsu dan salah terhadap aturan kudus dari Tuhan? Pertama-tama, mari kita mempelajari asal mulanya. Kalau berdasarkan pada ketergesaan manusiawi, hendaklah kita tinggalkan, dan hanya menerapkan pembaptisan seluruhnya atas kehendak Tuhan; tetapi kalau itu ternyata melanggar otoritas-Nya, hendaklah kita berhati-hati untuk meninggalkan pengajaran kudus Allah dan dengan demikian menghina Pengarangnya." (Inst. 4, 16, 1)[4]

Alasan-alasan yang dipakai Calvin:

  • Pembaptisan sebagai doktrin yang sudah dikenal disepakati oleh orang-orang saleh sebagai tanda yang bukan hanya dari upacara lahiriah, melainkan terutama mengacu kepada janji dan misteri rohani.(Inst. 4, 16, 2)[4]
  • Baptis merupakan suatu tanda perjanjian untuk orang percaya, seperti sunat yang dilakukan untuk keturunan Abraham[5] merupakan tanda perjanjian bagi orang-orang pilihan Allah pada zaman Perjanjian Lama.(Inst. 4, 16, 3-4)[4] Dengan prinsip ini, telah dilakukan baptis kepada seluruh anggota keluarga oleh para rasul, sebagaimana dicatat dalam Kisah Para Rasul 16:15,32.[6]
  • Tuhan Yesus menerima dan memberkati anak-anak kecil dan mengatakan demikianlah halnya Kerajaan Sorga (Matius 19:13). Anak-anak ini bukan saja yang bisa berjalan, tetapi dalam Injil ditulis "brethe kai paidia", istilah untuk bayi yang masih menyusui.(Inst. 4, 16, 7)[4]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g {id} Gerald O'Collins, Edward Farrugia. 1996. Kamus Teologi. Yogyakarta:Kanisius. Hlm. 40.
  2. ^ a b c d e f g {id} F.D Wellem. 2004. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 38,39.
  3. ^ White, James F. (2017). Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 199–201. ISBN 978-979-687-029-5. 
  4. ^ a b c d John Calvin. Institutes of the Christian Religion. A New Translation, by Henry Beveridge, Esq. Printed at London by Arnold Hatfield, for Bonham Norton. 1599
  5. ^ Kejadian 17:10
  6. ^ Kis 16:15, 32

Pranala luar

sunting

1.Pendukung

2.Penentang

Brunson, Hal. 2007 The Rickety Bridge and the Broken Mirror: Two Parables of Paedobaptism and One Parable of the Death of Jesus Christ. ISBN 0-595-43816-4