Artikel ini tentang air bah dalam mitologi di dunia. Untuk air bah dalam dunia nyata, lihat banjir bandang.

Mitos tentang air bah yang dikirim oleh dewa atau para dewa untuk menghancurkan peradaban sebagai suatu tindakan pembalasan ilahi adalah sebuah tema yang tersebar luas dalam mitologi Yunani dan banyak mitos dalam budaya lainnya. Kisah tentang Nuh yang selamat dari air bah menggunakan bahteranya dalam Kitab Kejadian, Matsya dalam Purana Hindu, Deucalion dalam mitologi Yunani dan Utnapishtim dalam Epos Gilgames antara lain adalah versi-versi yang paling dikenal akrab tentang mitos-mitos ini. Sebagian besar budaya dunia pada masa lampau dan kini mempunyai cerita-cerita tentang "air bah" yang menghancurkan peradaban sebelumnya.

Ilustrasi air bah sebagaimana yang dituturkan dalam Kitab Kejadian, oleh Gustave Doré.

Teori tentang asal usul

sunting

Sejumlah geologiwan percaya bahwa sebuah banjir yang cukup dramatis, lebih besar daripada yang biasanya dari sejumlah sungai pada masa lalu mungkin telah memengaruhi terciptanya mitos-mitos ini. Salah satu teori yang terbaru, dan cukup kontroversial, dari teori seperti ini adalah Teori Ryan-Pitman, yang mengatakan bahwa ada sebuah air bah yang sangat dahsyat pada sekitar 5600 SM dari Laut Tengah ke dalam Laut Hitam. Banyak kejadian geologis pra-sejarah lainnya, termasuk tsunami, yang juga telah diajukan sebagai kemungkinan dasar-dasar dari mitos-mitos ini. Misalnya, sebagian orang telah menyatakan bahwa versi-versi asli dari mitos Yunani tentang air bah Deukalion kemungkinan berasal dari dampak megatsunami yang dihasilkan oleh ledakan gunung Thera di Laut Tengah pada abad ke-18 hingga ke-15 SM.[1] Yang lebih spekulatif, sebagian mengemukakan bahwa mitos-mitos air bah ini kemungkin telah muncul dari cerita-cerita rakyat tentang naiknya permukaan laut yang sangat besar yang menyertai berakhirnya Zaman Es terakhir sekitar 10.000 tahun yang lalu, yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya sebagai sejarah lisan. Sebuah teori kontroversial lainnya ialah bahwa air bah itu disebabkan oleh satu atau lebih dampak asteroid yang melepaskan sejumlah besar uap air ke atmosfer dan ruang angkasa yang rendah.

Berawal dari publikasi The First Fossil Hunters karya Adrienne Mayor, diikuti dengan Fossil Legends of the First Americans, lebih banyak perhatian diberikan kepada hipotesis bahwa kisah-kisah air bah diilhami oleh observasi purba akan adanya fosil kerang dan ikan di daratan kering dan di atas gunung-gunung. Semakin banyak dokumentari muncul mendukung pandangan ini, di mana tulisan-tulisan kuno bangsa Yunani, Romawi, Cina dan Jepang memuat catatan mengenai kulit-kulit kerang dan cetakan bangkai ikan yang ditemukan jauh dari laut, bahkan di gunung-gunung. Orang-orang Yunani berteori bahwa bumi pernah tertutup air beberapa kali, dan menunjuk kepada fosil kerang dan ikan di puncak-puncak gunung sebagai bukti. Penduduk asli Amerika juga mempunyai kepercayaan serupa meskipun tidak secara tertulis sejak dahulu sebagaimana orang-orang Eropa.

Orang-orang Kristen pada abad pertengahan menggunakan catatan adanya fosil kerang di gunung-gunung sebagai bukti air bah di Alkitab. Leonardo Da Vinci termasuk yang mula-mula menolak pernyataan ini dengan menyampaikan pendapat bahwa mungkin gunung-gunung itu terbentuk dari naiknya dasar laut. Meskipun banyak arkeolog menganggap kisah air bah Nuh sebagai mitos di luar sejarah, para penganut agama Yahudi ortodoks dan Islam, serta Kristen, menganggapnya fakta sejarah. Bukti-bukti yang dikemukakan antara lain adalah adanya kisah air bah dari berbagai kebudayaan yang kemungkinan berasal dari satu peristiwa sejarah yang sama. Pendukung teori "air bah geologis" (flood geology) meyakini bahwa berbagai mitos yang berbeda dari berbagai bangsa merupakan ingatan yang terkorupsi dari satu air bah dunia yang pernah terjadi.

Sejumlah pakar percaya bahwa kisah air bah di Kitab Kejadian sebenarnya merupakan versi yang kemudian dari beberapa kisah mitos sebelumnya dari Mesopotamia (termasuk Epos Ziusudra, Epos Atrahasis, dan Epos Gilgames). Ada pakar yang mengemukakan bahwa mitos Kitab Kejadian mempunyai ciri-ciri yang lebih tua dari versi Babilon. Sebaliknya ada pakar yang melihat ciri-ciri umum yang sama dengan berbagai kisah sebelumnya. Menurut pakar Alkitab, Campbell dan O'Brien, baik bagian J dan P dari kisah air bah di Kitab Kejadian ditulis dalam masa pembuangan ke Babel atau sesudahnya (setelah tahun 539 SM) dan berasal dari sumber Babilonia.[2]

Teori banjir lokal

sunting

Daripada berusaha mencari air bah kataklismik yang meliputi wilayah luas, sejumlah sejarawan menunjukkan bahwa budaya kuno yang diam di sepanjang tepi sungai yang subur, seperti sungai Nil di Mesir dan Tigris-Efrat di Mesopotamia (sekarang Irak). Tidaklah aneh jika orang-orang itu memiliki ingatan mendalam tentang air bah dan mungkin saja mengembangkan mitologi sekitar air bah untuk menjelaskan dan menanggung bencana banjir sebagai bagian integral hidup mereka. Bagi budaya-budaya ini, air bah yang menutupi dunia yang mereka kenal dapat dianggap sebagai banjir lokal pada masa sekarang, tetapi merupakan air bah universal dalam pandangan mereka. Para pakar itu mengamati bahwa sebagian besar budaya yang hidup di daerah yang jarang tertimpa banjir tidak memiliki mitos air bah. Pengamatan ini, ditambah dengan tendensi manusia untuk membuat suatu kisah lebih dramatis dari aslinya, membuat banyak pakar mitologi merasa inilah asal mulanya mitos air bah seluruh dunia berkembang.

Sebuah teori yang mendapatkan dukungan dari arkelolog Max Mallowan dan Leonard Woolley adalah teori banjir lokal yang menghubungkan mitos air bah Timur Dekat Kuno kepada sebuah banjir sungai spesifik dari Sungai Efrat yang telah ditetapkan tanggalnya dengan radio-karbon pada sekitar tahun 2900 SM pada akhir Periode Jemdet Nasr. Prasasti iii,iv, baris 6-9 dari Epos Atrahasis, dengan jelas menyebutkan banjir itu sebagai banjir sungai lokal: "Bagaikan capung mereka [mayat-mayat] memenuhi sungai. Bagaikan rakit mereka telah pindah ke tepi [perahu]. Bagaikan rakit mereka telah pindah ke tepi sungai." Daftar raja Sumeria WB-444 menyebutkan air bah itu terjadi setelah pemerintahan Ziusudra, sang pahlawan banjir dalam Epos Ziusudra yang mempunyai banyak paralel dengan cerita-cerita banjir lainnya. Menurut arkelolog Max Mallowan banjir dalam Kitab Kejadian "didasarkan pada sebuah kejadian sungguhnya yang mungkin telah terjadi sekitar tahun 2900 SM ... pada awal periode Dinastik Awal."[3]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-06-15. Diakses tanggal 2007-03-09. 
  2. ^ Antony F. Campbell and Mark A. O'Brien, Sources of the Pentateuch, (1993) pp. 2-11, and note 24.
  3. ^ M.E.L.Mallowan, "Noah's Flood Reconsidered", Iraq, 26 (1964), hlm. 62-82.

Rujukan

sunting
  • Alan Dundes (editor), The Flood Myth, University of California Press, Berkeley, 1988. ISBN 0-520-05973-5 / 0520059735
  • Lloyd R. Bailey. Noah, the Person and the Story, University of South Carolina Press, 1989, ISBN 0-87249-637-6
  • Robert M. Best, "Noah's Ark and the Ziusudra Epic", Enlil Press, 1999, ISBN 0-9667840-1-4
  • John Greenway (editor), The Primitive Reader, Folkways, 1965
  • G. Grey, Polynesian Mythology, Edisi ilustrasi, cetak ulang 1976. (Whitcombe and Tombs: Christchurch), 1956.
  • A.W. Reed, Treasury of Maori Folklore (A.H. & A.W. Reed:Wellington), 1963.
  • Anaru Reedy (penerjemah), Ngā Kōrero a Pita Kāpiti: The Teachings of Pita Kāpiti. Canterbury University Press: Christchurch, 1997.
  • W. G. Lambert and A. R. Millard, Atrahasis: The Babylonian Story of the Flood, Eisenbrauns, 1999, ISBN 1-57506-039-6.

Pranala luar

sunting