Bambu duri

sejenis bambu dengan banyak duri di rantingnya

Bambu duri atau buluh duri[4] (Bambusa blumeana) adalah sejenis bambu yang memiliki duri terutama pada buku cabang dan ranting-rantingnya. Bambu duri memiliki nama-nama lain, di antaranya haur cucuk, awi duri (Sd.), pring gĕsing, p. greng (Jw.),[5][6] dan lain-lain. Di banyak tempat di Jawa juga dikenal dengan nama pring ori. Tumbuhan ini masih segenus dengan bambu cina, bambu duri besar, bambu kuning, bambu putih, dan bambu tutul.[6]

Bambu duri
Bambu duri, Bambusa blumeana
dari Pagerukir, Sampung, Ponorogo
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Bambusa
Spesies:
B. blumeana
Nama binomial
Bambusa blumeana
Sinonim
  • Arundarbor spinosa Rumph.[2] (nom.inval.)
  • Bambusa pungens Blanco
  • Bambusa spinosa Blume ex Nees (nom.illeg.)
  • Bambusa stenostachya Hack.
  • Bambusa teba Miq.
  • Schizostachyum durie Rupr.

sinonim selengkapnya pada The Plant List[3]

Pengenalan

sunting
 
Ranting berduri yang menyemak di pangkal rumpun

Bambu yang merumpun dan padat, rimpangnya bercabang simpodial; pangkal rumpun rapat dilingkungi oleh cabang dan ranting-ranting berduri. Rebung berwarna jingga, tertutup oleh bulu-bulu miang cokelat. Buluhnya tegak, mencapai tinggi 25 m, agak berbiku-biku, berduri; mulai bercabang di atas tanah, berupa satu cabang dominan diikuti oleh cabang lain yang lebih kecil. Buluh muda dengan lapisan lilin putih dan bulu miang cokelat yang tersebar, akhirnya menjadi gundul dan hijau mengilap. Panjang ruas 25-30 cm dan garis tengahnya 5–10 cm; tebal dinding buluh lk. 10-20 mm, terkadang hampir padat pejal pada dasarnya.[6][7] Bukunya menonjol, buku-buku dekat pangkal dengan akar udara.[7]

 
Duri-duri pada ranting

Pelepah buluh lekas rontok; bentuk segitiga lebar, hingga lk. 30 × 22 cm, yang bawah pendek dan sempit, lebih ke atas berangsur-angsur membesar, kusam, seperti kulit; sisi luarnya tertutup oleh miang berwarna cokelat yang mudah rontok. Daun pelepah buluh lanset sempit, hingga 15 × 1,5 cm, tegak pada ruas-ruas pangkal dan ujung, mendatar pada ruas-ruas tengah, tepinya terkeluk ke dalam, berambut miang yang tersebar di sisi dalam (adaksial), gundul sisi luarnya (abaksial).[7] Kuping pelepah buluh kecil, bercuping melebar yang kadang-kadang mengeriput, dengan bulu-bulu kejur sepanjang 5–15 mm pada tepinya; ligula (lidah-lidah) kaku, tinggi 3–5 mm, paling tinggi di sebelah tengah, sisi luar dengan bulu-bulu kejur yang kaku.[6][7]

 
Ranting-ranting berdaun

Helaian daun bentuk lanset memanjang, 15-20 × 1,5–2 cm, pangkal membulat, ujung melancip sempit; kuping pelepah kecil, dengan sedikit bulu kejur sepanjang 1–3 mm; ligula rompang, pendek, menyerabut.[7]

Perbungaan berupa bulir pada cabang berdaun atau cabang pada buluh yang tak berdaun, dengan kelompok-kelompok kecil pseudospikelet pada masing masing bukunya, terpisah sejarak 1–5 cm. Spikelet memipih, panjang hingga 5 cm, terdiri dari 2-3 gluma kosong dan 5-12 floret. Kariopsis tidak diketahui.[7]

Agihan dan ekologi

sunting
 
Buluhnya bengkak-bengkok

Bambu duri diperkirakan berasal dari bagian barat Indonesia: Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara.[7][8] Namun bambu ini telah semenjak lama diintroduksi dan dibudidayakan di Asia Tenggara daratan (Semenanjung Malaya, Thailand, Vietnam), Tiongkok selatan (Fujian, Guangxi, Yunnan, Taiwan), serta Filipina.[7][8][9]

Di alam liar, bambu duri ditemukan tumbuh hingga ketinggian 300 m dpl., sering pada tanah-tanah yang berat dan tanah marjinal, akan tetapi bukan pada tanah yang bergaram, dengan pH yang optimal antara 5—6,5. Bambu ini tumbuh baik pada lereng-lereng bukit, tepian sungai dan curah, dan sedikit banyak tahan banjir.[7]

Manfaat

sunting
 
Ruas-ruas sebelah bawah, dengan akar udara

Buluhnya yang tebal dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, termasuk untuk konstruksi, tiang-tiang penopang, cerocok, parket; juga untuk membuat furnitur, perkakas dapur, mainan, anyam-anyaman (keranjang kasar hingga topi), dan sumpit.[5][6][7] Buluh bambu duri memiliki kerapatan sebesar 500 kg/m³ pada kadar air 15%. Tanpa pengawetan, bambu ini hanya bertahan 2—5 tahun pada penggunaan di bawah atap, 1—3 tahun di luar ruangan, dan 6 bulan atau kurang apabila terendam air laut. Buluhnya dapat pula diolah menjadi bubur kayu (pulp) yang cukup baik untuk membuat kertas. Buluh yang kering dimanfaatkan sebagai kayu bakar.[7]

Rebungnya dimakan orang sebagai sayuran.[7] Daun-daun dan rantingnya yang muda untuk pakan ternak.[5] Rumpun bambu duri juga ditanam orang untuk melindungi sempadan sungai dari erosi, sebagai tanaman penahan angin, sebagai tanda batas lahan, sebagai pagar hidup untuk melindungi kebun,[7] dan sebagai pagar atau benteng pertahanan kampung di masa lalu.[2]

Bambu duri merupakan jenis yang terpenting secara ekonomi di Filipina. Ekspor furnitur bambu dari negeri ini mencapai nilai US$ 741 505 pada tahun 1987.[7]

Jenis yang serupa

sunting
 
Pelepah buluh B. blumeana

Bambusa bambos (bambu duri besar) memiliki perawakan yang serupa dan sering kali dikacaukan dengan B. blumeana. Kedua jenis bambu ini sangat mirip, namun dapat dibedakan dengan memperhatikan pelepah buluhnya. B. blumeana mempunyai cuping pelepah buluh yang jelas, dengan banyak bulu-bulu kejur yang melengkung di tepiannya; sementara cuping pelepah buluh pada B. bambos lebih berupa perpanjangan bagian bawah daun pelepah ke arah samping yang mengeriput, dengan banyak rambut-rambut miang cokelat gelap hingga hitam pada permukaan daun pelepah sebelah dalam.[6][7]

Uraian B. bambos Backer ex K. Heyne (Tumbuhan Berguna Indonesia, I: 335) tercampur dengan keterangan B. blumeana di dalamnya (yakni Arundarbor spinosa Rumph.).[10] Di Jawa, B. bambos—yang merupakan jenis introduksi—hanya didapati di kebun raya.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ Roemer, Johann Jacob & Josef (Joseph) August Schultes. 1830. Caroli a Linné ... Systema vegetabilium: secundum classes, ordines, genera, species. Cum characteribus differentiis et synonymis. Editio nova, speciebus inde ab editione XV. Detectis aucta et locupletata. vol. VII(2): 1343. Stuttgardtiae :Sumtibus J.G. Cottae [1817-1830]
  2. ^ a b Rumpf, G.E. 1743. Herbarium Amboinense: plurimas conplectens arbores, frutices, ... Pars IV: 14, Tab. 3. Amstelaedami :apud Franciscum Changuion, Hermannum Uttwerf. MDCCXLIII.
  3. ^ The Plant List: Bambusa blumeana Schult.f.
  4. ^ KBBI Daring: bambu duri
  5. ^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 336. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. (versi berbahasa Belanda -1922- I: 276.)
  6. ^ a b c d e f g Widjaja, E.A. 2001. Identikit jenis-jenis bambu di Jawa: 21-2. L.f. 2. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Roxas, C.A. 1995. "Bambusa blumeana J.A. & J.H. Schultes".[pranala nonaktif permanen] in Soejatmi Dransfield & E.A. Widjaja (Eds). Plant Resources of South-East Asia No. 7 Bamboos: 60-4. Bogor:PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation. [Internet] Record from Proseabase. Accessed 13-Feb-2017
  8. ^ a b Bamboo of Thailand: Bambusa blumeana Diarsipkan 2017-02-14 di Wayback Machine..
  9. ^ Flora of China: Bambusa blumeana J.A. & J.H. Schultes.
  10. ^ Ohrnberger, D. 1999. The Bamboos of the World: Annotated Nomenclature and Literature of the Species and the Higher and Lower Taxa: 256-7 Amsterdam:Elsevier.

Pranala luar

sunting