Bahasa Bali Aga (bahasa Bali: ᬩᬲ​ᬩᬮᬶ​ᬅᬕ, translit. basa Bali Aga) atau Dialek Bali Aga (disingkat sebagai DBA) merupakan sebuah dialek bahasa Bali yang dituturkan oleh masyarakat Bali Aga yang berada di daerah pegunungan, terutama pegunungan Kintamani, Bangli, Buleleng, dan Karangasem, serta indikasi penuturan di Nusa Penida, Klungkung. Karena mayoritas penuturnya berada di dataran tinggi Bali maka dialek ini juga bisa disebut sebagai dialek dataran tinggi.[1]

Bahasa Bali Aga
ᬩᬲ​ᬩᬮᬶ​ᬅᬕ
basa Bali Aga
dialek dataran tinggi
Dituturkan diIndonesia
WilayahBali
EtnisBali Aga
Penutur
63.000
Dialek
Sub-dialek meliputi:
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologhigh1274[4]
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
Bahasa Bali Aga
ᬩᬲ​ᬩᬮᬶ​ᬅᬕ
basa Bali Aga
belum diklasifikasikan dalam tingkatan manapun pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan
Referensi: [5][6]

Lokasi penuturan
PetaPerkiraan lokasi penuturan Bahasa Bali Aga
Koordinat: 8°13′44.4000″S 115°20′49.2000″E / 8.229000000°S 115.347000000°E / -8.229000000; 115.347000000 Sunting ini di Wikidata
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Menurut Bawa (1983), dialek Bali Aga bersama dengan dialek Bali Daratan (disingkat DBD) merupakan dua dialek utama dalam bahasa Bali. Perbedaan kedua dialek ini terletak pada variasi kosakata, fonologi, dan tingkatan kebahasaan. Pada dialek Bali Aga, tingkatan kebahasaan (dalam artian 'bahasa halus' dengan 'bahasa kasar') hanya berupa bentuk bahasa kasar saja, sementara dialek daratan mengenal bentuk halus dan kasar.[1][7]

Terdapat sebuah sub-dialek dari Bali Aga yang juga dikenal sebagai Bahasa Bali Sembiran atau Bahasa Bali Kapara yang termasuk dalam kelompok timur, dituturkan di Desa Sembiran, yakni sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, sub-dialek ini dituturkan oleh kurang lebih 4.883 jiwa penutur yang mendiami wilayah desa tersebut.[1] Dialek lain bahasa Bali yang dituturkan di wilayah Nusa Penida dan sekitarnya, yakni bahasa Bali Nusa Penida (atau disebut juga sebagai basa Nosa atau dialek NP), seringkali digolongkan menjadi sub-dialek dari dialek Bali Aga. Hal ini dikarenakan dialek NP memiliki persamaan ciri kebahasaan dengan dialek Bali Aga yang oleh Jendra, dkk (1997).[3]

Klasifikasi

sunting

Dialek Bali Aga merupakan sebuah dialek dari Bahasa Bali yang sendirinya termasuk dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam rumpun Melayu-Polinesia, bahasa Bali berada di sub-cabang Bali-Sasak-Sumbawa.[8]

Dialek lain bahasa Bali yang dituturkan di wilayah Nusa Penida dan sekitarnya, yakni bahasa Bali Nusa Penida (atau disebut juga sebagai basa Nosa atau dialek NP), seringkali digolongkan menjadi sub-dialek dari dialek Bali Aga. Hal ini dikarenakan dialek NP memiliki persamaan ciri kebahasaan dengan dialek Bali Aga yang oleh Jendra, dkk. (1997) dijabarkan sebagai berikut:[3]

  • Distribusi fonem /h/ pada awal dan tengah kata;
  • Masih ditemukannya akhiran /-ñə/ dan /-cə/ yang merupakan alofoni morfem dari akhiran //;
  • Intonasi pembicaraan penutur cenderung memiliki tempo yang cepat dan tekanan yang lebih keras;
  • Kosakata dalam dialek Nusa Penida memiliki kemiripan dengan kosakata yang ada di dialek Aga dan sub-dialeknya yang lain.

Meskipun demikian, terdapat perbedaan lain yang cukup mencolok antara kedua dialek, yakni hilangnya atau berkurangnya distribusi fonem /a/ pada posisi akhir kata.[3]

Tata bahasa

sunting

Berikut ini perbandingan beberapa cara pengucapan kata dalam dialek Bali Aga dan Bali standar:

Pengucapan Bali Aga Pengucapan Bali standar Glosa
suba subé sudah
keta keté begitu
lima limé lima
dua dué dua
onya onyé semua
apa apé apa
baca bacé baca
dina diné hari
nyama nyamé saudara

Pengucapan Bali Aga yang masih mengucapkan a sebagai 'a' sementara Bali standar mengucapkan a sebagai schwa (ə) é membuat dialek ini lebih mirip dengan bahasa Melayu/Indonesia.

Persebaran

sunting

Dalam Bawa (1983:394), dialek Bali Aga (DBA) dikelompokkan menjadi tiga daerah penuturan utama, yakni wilayah timur, utara, serta barat yang dirinci sebagai berikut:[7]

Sub-dialek Desa Sembiran (disebut juga dialek Agas Sembiran atau DBAS) termasuk dalam kelompok timur yang dituturkan oleh kurang lebih 4.883 penutur yang mendiami wilayah desa tersebut.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f Putu Evi Wahyu Citrawati; Wayan Teguh; Putu N. Widarsini; Gede Eka Wahyu (September 2019). "Morfologi Bahasa Bali Aga Dialek Sembiran, di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng". Linguistika. Universitas Udayana. 26 (2). ISSN 0854-9613. 
  2. ^ Adelaar, K. Alexander (2005). "The Austronesian languages of Asia and Madagascar: a historical perspective". Dalam Adelaar, K. Alexander; Himmelmann, Nikolaus. The Austronesian languages of Asia and Madagascar. London: Routledge. hlm. 1–42. 
  3. ^ a b c d I Ketut Serawan (17 May 2020). ""Basa Nosa", Bahasa Bali Dialek Nusa Penida yang Mirip Dialek Bali Aga?".  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "tatkala" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Bali Aga
    ᬩᬲ​ᬩᬮᬶ​ᬅᬕ
    basa Bali Aga
    "
    . Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
      zero width space character di |chapter= pada posisi 56 (bantuan)
  5. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  6. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  7. ^ a b Bawa, I Wayan, dkk. (1983). "Bahasa Bali di Daerah Bali: Sebuah Pemerian Geografi Dialek". Jakarta: Disertasi Fakultas Sastra UI. 
  8. ^ Adelaar, K. Alexander (2005). "The Austronesian languages of Asia and Madagascar: a historical perspective". Dalam Adelaar, K. Alexander; Himmelmann, Nikolaus. The Austronesian languages of Asia and Madagascar. London: Routledge. hlm. 1–42.