Baantar Jujuran
Baantar jujuran adalah proses pihak mempelai laki-laki datang ke rumah pihak perempuan untuk menyampaikan hantaran mas kawin, jujuran uang mahar, seperangkat alat shalat, dan barang-barang mengenai perempuan[1]. Maantar merupakan bahasa Banjar yang berarti mengantar [2]dan Jujuran adalah berupa harta yang bernilai seperti uang, perhiasan dan sebagainya yang diminta dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki.
Pelaksanaan
suntingProses perkawinan dalam budaya Banjar terdapat beberapa tahapan yang mesti dilalui. Masyarakat Banjar memiliki adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat lainnya dalam proses perkawinan, tradisi yang mengikat masyarakat secara turun temurun membentuk persepsi bahwa jujuran merupakan suatu kewajiban yang harus dibayar di samping mahar/mas kawin, maka dari itu sebelum akad nikah terdapat tahapan baantaran jujuran. Baantaran Jujuran dilaksanakan ketika pihak perempuan telah membuat kesepakatan mengenai perkawinan seperti mahar, setelah itu baantar jujuran. Pihak laki-laki membawa hantaran jujuran berupa uang atau barang kepada pihak perempuan.
Asal Usul Tradisi
suntingMasyakarat Banjar menganggap bahwa pemberian uang jujuran dalam sebuah perkawinan adalah wajib, tidak ada pemberian uang jujuran maka tidak ada perkawinan. Masyakarat Banjar beranggapan bahwa uang jujuran setingkat dengan mahar dalam hal kewajiban menunaikannya[3]. Uang jujuran yang diberikan oleh pihak pria kepada pihak perempuan pada umumnya digunakan untuk keperluan resepsi, membeli keperluan rumah tangga yang bakal hidup berkeluarga. Dalam tradisi perkawinan masyarakat Banjar bila ada seorang pria hendak kawin dengan seorang perempuan, maka terlebih dahulu dari pihak pria tersebut bertanya kepada pihak perempuan yang diinginkannya. Pertama pihak laki-laki datang kerumah pihak perempuan mengungkapkan niat untuk melamar, jika pihak perempuan menerima pertemuan selanjutnya membahas perkawinan mengenai mahar, jujuran, dan hal lainnya. Jika telah terjadi kesepakatan kedua belah pihak, baru diadakan baantaran jujuran. Budaya jujuran bisa menjadi penyebab masalah pranikah.[3] Meskipun sebagian masyarakat tidak terlalu mempermasalahkan. Jujuran pada asasnya oleh pihak pria atau bisa juga disiapkan oleh orang tua pihak pria yang diserahkan kepada pihak perempuan, namun uang jujuran tidak diserahkan kepada pihak calon mempelai perempuan, melainkan digunakan untuk keperluan membiayai keperluan seperangkat acara perkawinan. Pada umumnya jumlah nominal yang harus dipenuhi oleh pihak pria cukup mahal bagi kalangan yang berekonomi menengah ke bawah. Jika uang jujuran yang diberikan sedikit maka jumlah undangan juga sedikit, karena pihak perempuan tidak ingin terlalu banyak memberikan tambahan biaya perkawinan tersebut. Sebagian pihak pria yang menikahi perempuan dari masyarakat Banjar merasa tidak terbebani dengan nilai uang jujuran yang relatif tinggi karena dalam penentuan uang jujuran tersebut terjadi proses tawar menawar terlebih dahulu sampai tercapai sebuah kesepakatan sehingga masih dalam jangkauan batas kemampuan pihak pria untuk memenuhi uang jujuran tersebut. Selama itu pihak pria juga telah mengetahui sebelumnya akan adat istiadat tersebut sehingga mereka telah mempersiapkan segalanya sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius.
Referensi
sunting- ^ Huda, Nuril (Januari-juni 2014). "Analisis Gender "Baantaran Jujuran" Dalam Kebudayaan Banjar". Mu’adalah Jurnal Studi Gender dan Anak. Vol. II (No. 1). line feed character di
|title=
pada posisi 43 (bantuan); - ^ Mukhi, Sushree Sangeeta; Tiwari, Bhupendra Bahadur; Kuriakose, Annu (2025-01-13). "From Downloads to Dollars: The Dominance of Active Users Over Downloads". doi.org. Diakses tanggal 2025-03-03.
- ^ a b adminsultan (2023-04-30). "Baantar Jujuran dalam Perkawinan Adat Masyarakat Banjar". kesultananbanjar.or.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-03-03.