Ayam arab adalah spesies ayam keturunan dari jenis brakel kriel-silver dari Belgia. Disebut ayam arab karena pejantannya memiliki daya seksual yang tinggi dan keberadaannya di Indonesia melalui telurnya yang dibawa oleh orang yang menunaikan ibadah haji dari Makkah. Di Eropa, ayam ini sudah dikenal sejak abad ke-17 M dengan nama latin Gallus turcicus atau ayam turki yang menandakan asal ras ayam ini kemungkinan dari wilayah Anatolia.[1]

Sepasang ayam arab

Kebanyakan masyarakat memanfaatkan ayam arab karena produksi telurnya tinggi, mencapai 250-260 butir per tahun dengan berat telur 40-45 gram. Bahkan hen day puncak produksi dengan pemeliharaan intensif dapat mencapai 80%. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2% dari total berat telur. Warna kerabang sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan coklat. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam kampung menjadikannya jarang dimanfaatkan sebagai pedaging.

Ayam arab mudah dikenali dari bulunya. Pada sepanjang leher berwarna putih mengkilap, bulu punggung putih berbintik hitam, bulu sayap hitam bergaris putih dan bulu ekor dominan hitam bercampur putih. Sedang jenggernya berbentuk kecil berwarna merah muda dan mata hitam dengan dilingkari warna kuning. Ciri lain ayam arab adalah pejantannya pada umur 1 minggu sudah tumbuh jengger, dan betina induk tidak memiliki sifat mengeram. Dari penampilan tubuhnya, tinggi ayam arab dewasa mencapai 35 cm dengan bobot 1,5-2 kg. Kepalanya mempunyai jengger berbentuk tunggal dan bergerigi. Ayam ini berbulu tebal. Bulu di sekitar leher berwarna kuning dan putih kehitaman. Warna bulu badannya putih bertotol-totol hitam. Kokok suara jantan nyaring. Ayam Arab betina dewasa tingginya mencapai 25 cm dengan bobot 1,0-1,5 kg. Kepalanya berjengger tipis, bergerigi. Badannya berbulu tebal. Selama usia produktif antara 6 bulan - 1,5 tahun, betina arab terus-menerus bertelur, sehingga hampir setiap hari menghasilkan telur.

Secara genetik, ayam arab tergolong galur ayam buras yang unggul, karena memiliki kemampuan produksi telur yang tinggi. Kebanyakan masyarakat memanfaatkan ayam arab untuk menghasilkan telur bukan daging, karena ayam arab memiliki warna kulit yang kehitaman dan daging tipis dibanding ayam buras biasa sehingga dagingnya kurang disukai masyarakat.

Keunggulan

sunting
  1. Harga DOC tinggi dibandingkan ayam kampung biasa
  2. Berat telur 40-45 gram.
  3. Warna kerabang telur putih.
  4. Harga induk tinggi.
  5. Ayam Arab termasuk tipe ayam kecil sehingga konsumsi pakan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.
  6. Libido seksualitas jantan lebih tinggi, mudah dikawinkan dengan ayam-ayam lain, dalam 15 menit bisa tiga kali kawin.
  7. Bisa dijadikan untuk perbaikan genetik ayam buras Sifat mengeram hampir tidak ada, sehingga waktu bertelur panjang.

Kelemahan

sunting
  1. Warna kulit dan daging hitam, sehingga harga jualnya bisa menimbulkan masalah.
  2. Sifat mengeram hampir tidak ada, sehingga apabila dikembangkan di masyarakat harus ditetaskan di mesin tetas atau menggunakan ayam lain.
  3. Harus dipelihara secara intensif untuk mendapatkan produksi tinggi sesuai dengan kemampuan genetik.

Referensi

sunting
  1. ^ Charles Darwin: The Variation of Animals and Plants Under Domestication. 1868, S. 247.

Daftar pustaka

sunting