Austro-Slavisme
Austro-Slavisme adalah gagasan politik yang dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan orang-orang Slavia di Kekaisaran Austria.
Gagasan ini dianut oleh kaum liberal Ceko pada pertengahan abad ke-19. Konsep Austro-Slavisme pertama kali dicetuskan oleh Karel Havlíček Borovský pada tahun 1846 dan kemudian dikembangkan menjadi program politik oleh politikus Ceko František Palacký.[1] Austroslavisme juga didukung oleh beberapa bangsa Slavia lainnya di Austria, terutama orang Slovenia dan Kroasia.
Austro-Slavisme menginginkan adanya kerjasama yang damai di antara bangsa-bangsa Slavia di wilayah Monarki Habsburg. Palacký mengusulkan pendirian federasi yang terdiri dari delapan region nasional dengan pemerintahan sendiri. Setelah revolusi di Praha dipadamkan pada Juni 1848, program Austroslavisme menjadi tidak relevan lagi.[1] Saat Kekaisaran Austria berubah menjadi Austria-Hungaria (1867), sistem yang baru memberikan berbagai hak untuk bangsa Hungaria, tetapi aspirasi bangsa Slavia diacuhkan. Peristiwa ini semakin melemahkan gagasan Austro-Slavisme.
Sebagai konsep politik, Austroslavisme masih dianut hingga jatuhnya Kekaisaran Austria-Hungaria pada tahun 1918 akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Tomáš Garrigue Masaryk yang kelak akan menjadi Presiden Cekoslowakia berhasil meyakinkan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson bahwa bangsa-bangsa Slavia di Austria harus dimerdekakan. Austroslavisme muncul untuk terakhir kalinya pada masa ini dalam bentuk usulan federalisasi Austria-Hungaria (seperti usulan Perserikatan Austria Raya yang tidak pernah diwujudkan).
Beberapa tokoh penting yang pernah menjadi pendukung gagasan Austroslavisme adalah: