Aspergillus terreus

Aspergillus terreus, atau Aspergillus terrestris, adalah jamur yang ditemukan di seluruh dunia di dalam tanah, vegetasi membusuk serta debu, dan banyak ditemukan di daerah beriklim hangat seperti daerah subtropis dan tropis. A. terreus dapat bereproduksi secara seksual. A. terreus biasa digunakan dalam industri untuk menghasilkan asam organik dan enzim yang penting. A. terreus juga digunakan untuk produksi obat lovastatin.

Aspergillus terreus Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
SuperkerajaanEukaryota
KerajaanFungi
DivisiAscomycota
KelasEurotiomycetes
OrdoEurotiales
FamiliTrichocomaceae
GenusAspergillus
SpesiesAspergillus terreus Edit nilai pada Wikidata
Thom

Morfologi

sunting
kepala konidia Aspergillus terreus (kiri) dan aleurioconidia (kanan) ditumbuhkan pada agar Leonian termodifikasi

Aspergillus terreus berwarna kecoklatan gelap.[2][3] Pada agar ekstrak malt (MEA) pada 25 °C (77 °F), koloni memiliki dinding bertekstur halus. Terkadang ditemui berumbai lembut seperti rambut.[4] Aspergillus terreus memiliki kepala konidia yang kompak, biseriate, dan kolumnar, memiliki diameter hingga 500 × 30–50 μm. Konidiofor A. terreus halus dan transparan, berdiameter hingga 100–250 × 4–6 μm. Konidia A. terreus berukuran kecil, dengan diameter sekitar 2 μm, berbentuk bulat, berwarna kuning muda hingga hialin atau transparan, seperti kaca).[5] Karakteristik unik spesies ini adalah memiliki aleurioconidia, spora aseksual yang diproduksi langsung pada hifa yang lebih besar dari phialoconidia (berdiameter 6-7 μm). Aleurioconidia dapat memicu peningkatan respons inflamasi.[6][7][8] A. terreus dapat dengan mudah dibedakan dengan spesies Aspergillus lainnya karena memiliki koloni berwarna cokelat kayu manis dan memproduksi aleurioconidia. A. terreus dapat tahan pada suhu tinggi dan optimal tumbuh pada suhu 35–40 °C (95–104 °F), dan tumbuh paling tinggi pada suhu 45–48 °C (113–118 °F) .[9]

Ekologi

sunting

Aspergillus terreus menghasilkan spora yang dilepaskan ke udara hingga mencapai jarak tertentu.[10][11] Morfologi jamur ini memungkinkan spora untuk menyebar secara luas melalui aliran udara atau angin.[12] Elevasi dari kepala spora di atas batang yang panjang pada atas permukaan yang tumbuh, dapat memfasilitasi penyebaran spora melalui udara.[13] Tangkai yang panjang pada A. terreus memungkinkan spora untuk dilepaskan ke dalam udara mengalir atau angin.[14] Oleh karena itu A. terreus memiliki peluang lebih tinggi untuk menyebarkan spora pada daerah yang luas. Spora A. terreus yang tersebar bersentuhan dengan material cair atau padat dan mengendap di atasnya, kemudian berkecambah pada kondisi yang ideal. Salah satu faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan jamur adalah kelembapan material. Aktivitas air terendah ( Aw ) yang dapat mendukung pertumbuhan fungi adalah sebesar 0,78.[6] Sehingga toleransinya terhadap kondisi A w yang relatif rendah menyebabkannya dapat ditemukan di berbagai tempat.[11] Tanah tanaman pot juga merupakan salah satu habitat umum yang mendukung pertumbuhan A. terreus, selain kapas, biji-bijian, dan kompos.Tanah yang terkolonisasi juga merupakan reservoir penting bagi infeksi nosokomial.[15]

The Broad Fungal Genome Initiative yang didanai oleh National Institute of Allergy and Infectious Disease melakukan sekuensing genom A. terreus pada tahun 2006. A. terreus mengandung 30-35 Mbp dan sekitar 10.000 gen penyandi protein.[16][17] Identifikasi gen faktor virulensi dalam genom A. terreus berguna dalam pengembangan teknik pengobatan baru pada infeksi A. terreus. Selain itu, mekanisme yang menyebabkan resistensi obat antifungi umum amfoterisin B juga dapat dianalisis dengan pendekatan genomik.[18]

Infeksi

sunting

Aspergillus terreus merupakan agen infeksi oportunistik pada hewan dan manusia.[19] A. terreus menyebabkan infeksi sistemik dan superfisial.[20] Spora jamur yang terhirup dan masuk ke saluran pernapasan, menyebabkan infeksi saluran pernapasan umum. Infeksi lainnya yang dapat terjadi yaitu onikomikosis dan otomikosis .[21]

Ketika menginfeksi sel inang, jamur patogen pada umumnya melakukan peralihan ke fase pertumbuhan yang berbeda, yaitu dari struktur miselium ke ragi uniseluler, untuk beradaptasi pada kondisi lingkungan baru. Namun proses ini tidak terjadi pada A. terreus sehingga tidak ada perubahan struktur ketika menginfeksi sel inang, melainkan tetap tumbuh sebagai filamen hifa.[13]

Tanaman

sunting

A. terreus dimanfaatkan sebagai agen pengendali jamur patogen perusak tanaman pada bidang pertanian selama beberapa dekade. Namun, pada akhir tahun 1980-an, para peneliti melaporkan A. terreus sebagai jamur patogen pada tumbuhan, seperti gandum dan ryegrass dan juga ditemukan dapat menyebabkan penyakit daun kentang.[22] Infeksi A. terreus mempunyai efek penting karena kentang merupakan tanaman pangan ketiga terpenting di dunia.[23]

Aspergillus terreus juga terbukti mengganggu siklus reproduksi seksual jantan pada organisme model tumbuhan Arabidopsis thaliana. Metabolit sekunder asam aspterrat dan 6-hidroksimelin, yang diekskresikan dapat menghambat produksi serbuk sari, sehingga menjadi steril dan tidak dapat menghasilkan keturunan. Hal ini berdampak pada keragaman genetik pada spesies tumbuhan.[24]

Aspergillus terreus dapat menginfeksi beberapa spesies hewan seperti anjing dan sapi. Umumnya, A. terreus menyebabkan aborsi mikotik pada sapi.[13][25][26] Selain itu, A. terreus yang ditemukan pada anjing, terutama German Shepherd, menyebabkan sinusitis. Penyebarannya dapat menginfeksi organ lainnya seperti limpa dan ginjal serta tulang sehingga menyebabkan osteomielitis tulang belakang.[16]

Manusia

sunting

Pada manusia, A. terreus lebih jarang ditemui sebagai patogen dibandingkan spesies lainnya, terutama A. fumigatus, A. flavus dan A. niger.[19][21] Meskipun demikian, A. terreus terbukti resisten terhadap amfoterisin B. Hal ini berkorelasi dengan tingkat penyebaran yang tinggi dan prognosis penyakit yang buruk dari infeksi A. terreus secara keseluruhan.[27]

Aspergillus terreus menyebabkan infeksi oportunistik paling banyak pada orang immunocompromised seperti pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang menggunakan kortikosteroid, pasien kanker yang menerima pengobatan kemoterapi, atau pasien HIV/AIDS.[13] Selain itu, A. terreus mengeksresikan metabolit beracun yang menyerang sel-sel imunitas seperti neutrofil sehingga memberikan kondisi yang baik bagi jamur untuk berkembang.[21]

Infeksi Aspergillus terreus dapat menyebabkan infeksi superfisial pada manusia yang mempengaruhi lapisan luar tubuh. Biasanya diisolasi dari onikomikosis, sebuah infeksi pada kulit dan kuku manusia yang paling sering dilaporkan di klinik dan rumah sakit.[20][25][26] Infeksi superfisial lain yang umum disebabkan oleh A. terreus yaitu otomycosis (infeksi telinga), yang sebagian besar diisolasi dari pasien yang baru menjalani operasi bedah.[6]

Pengobatan dan pencegahan

sunting

Pengobatan klinis A. terreus menjadi tantangan karena kemampuan resistensinya terhadap amfoterisin B, obat infeksi jamur yang parah.[16][19] Namun, beberapa obat baru, seperti vorikonazol, posaconazole, dan caspofungin, memiliki potensi yang baik dalam mengobati agen infeksi ini.[28]

Identifikasi A. terreus dari spesimen klinis di laboratorium tergolong sulit dan belum ada tes imunologi cepat yang tersedia untuk spesies ini. Identifikasi yang akurat utamanya melalui morfologi biakan pada media kultur. Namun, galur dari A. terreus cenderung bermutasi saat berada dalam sel hewan, sehingga menyebabkan kehilangan atau menurunnya karakteristik kepala spora yang substansial dalam kultur primer. Galur yang demikian memiliki aleurokonidia kecil yang mirip dengan aleurioconidia Blastomyces dermatitidis .

Berdasarkan penelitian, hampir sepertiga dari infeksi A. terreus di rumah sakit ditemukan bersamaan dengan keberadaan tanaman dalam pot di area rumah sakit.[19] Menghilangkan tanaman pot di ruangan pasien yang mengalami imunodefisiensi mungkin berperan dalam pencegahan penyakit. A. terreus terbukti sebagai hal yang umum di lingkungan rumah sakit karena konstruksi dan renovasi rumah sakit di luar yang mana materi tanah dan puing-puing yang terlepas di udara dapat terbawa oleh udara hingga menyebabkan infeksi pada pasien yang sistem imunnya lemah.[29] Tindakan pencegahannya ialah dengan menyediakan filtrasi dan ventilasi udara yang baik pada seluruh ruangan di rumah sakit [30]

Aplikasi dalam bidang industri

sunting

Aspergillus terreus menghasilkan beberapa metabolit sekunder dan mikotoksin, diantaranya: citrinin, gliotoxin, patulin, terrein, dan terretonin.[16] Selain itu dihasilkan juga metabolit sekunder lovastatin yang merupakan obat efektif untuk menurunkan kadar kolesterol darah pada manusia dan hewan, mode aksinya yaitu menghambat enzim yang mengkatalisis tahapan dalam biosintesis kolesterol. Lovastatin biasa diproduksi pada fermentasi. Untuk meningkatkan produksi metabolitnya, dibutuhkan nutrisi berupa karbon dan nitrogen yang berperan penting meningkatkan produktivitas fermentasi dan biomassa metabolit lovastatin.[31] Galur A. terreus menggunakan gliserol dan glukosa sebagai sumber karbon produksi lovastatin.[32] Selain itu, A. terreus juga digunakan untuk memproduksi obat simvastatin untuk menurunkan kolesterol.[33]

Referensi

sunting
  1. ^ Thom C, Church MB. (1918). "Aspergillus fumigatus, A. nidulans, A. terreus n. sp. and their allies". American Journal of Botany. 5 (2): 84–104. doi:10.2307/2435130. JSTOR 2435130. 
  2. ^ "Fungal Infections Aspergillus terreus". Leading International Fungal Education. Diakses tanggal 13 October 2013. 
  3. ^ Samson, R.A.; Hoekstra, E.S.; Frisvad, J.C (2004). "Introduction to food- and airborne fungi". 
  4. ^ "ASPERGILLUS TERREUS" (PDF). IMI Descriptions of Fungi and Bacteria No. 1253. Diakses tanggal 14 October 2013. 
  5. ^ "ASPERGILLUS TERREUS" (PDF). C.M.I. Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria No. 95. Diakses tanggal 13 October 2013. 
  6. ^ a b c "Aspergilus terreus". University of Minnesota. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 September 2015. Diakses tanggal 13 October 2013. 
  7. ^ Lass-Florl, Cornelia (2012). "Aspergillus terreus: How Inoculum Size and Host Characteristics Affect Its Virulence". The Journal of Infectious Diseases. 205 (8): 1192–1194. doi:10.1093/infdis/jis185. PMID 22438395. 
  8. ^ "Comparative analysis of an emerging fungal pathogen, Aspergillus terreus" (PDF). 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-08-15. 
  9. ^ Anderson, K.H. Domsch ; W. Gams ; Traute-Heidi (1980). Compendium of soil fungi  (edisi ke-2nd print.). London, UK: Academic Press. ISBN 9780122204029. 
  10. ^ Hedayati, M.T.; Pasqualotto, Warn; Bowyer, Denning (2007). "Aspergillus flavus: human pathogen, allergen and mycotoxin producer". Journal of Medical Microbiology. 153 (6): 1677–1692. doi:10.1099/mic.0.2007/007641-0. PMID 17526826. Diakses tanggal 9 November 2013. 
  11. ^ a b "Aspergillus". Diakses tanggal 9 November 2013. 
  12. ^ "FUNGI REPRODUCING ASEXUALLY BY MEANS OF CONIDIA". New Brunswick Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 November 2013. Diakses tanggal 10 November 2013. 
  13. ^ a b c d Summerbell, Richard. "Lecture 9 – Opportunistic mycoses I:  Aspergillosis, Sporotrichosis, Zygomycosis &  Rhinosporidiosis" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-12-02. 
  14. ^ Fogel, Robert. "Spore dispersal: The big gamble". Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 January 2004. Diakses tanggal 10 November 2013. 
  15. ^ Hedayati, M.T.; Mohseni-Bandpi, Moradi (2004). "A survey on the pathogenic fungi in soil samples of potted plants from Sari hospitals, Iran". Journal of Hospital Infection. 58 (1): 59–62. doi:10.1016/j.jhin.2004.04.011. PMID 15350715. 
  16. ^ a b c d "Comparative analysis of an emerging fungal pathogen, Aspergillus terreus" (PDF). 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-08-15. 
  17. ^ "Genomes". CADRE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 July 2012. Diakses tanggal 15 October 2013. 
  18. ^ "Descriptions". BROAD Institute. Diakses tanggal 15 October 2013. 
  19. ^ a b c d Lass-Florl, Cornelia; Griff K.; Mayr A.; Petzer A.; Gastl G.; Bonatti H.; Freund M.; Kropshofer G.; Dierich M. (2005). "Epidemiology and outcome of infections due to Aspergillus terreus: 10-year single centre experience". British Journal of Haematology. 131 (2): 20–207. doi:10.1111/j.1365-2141.2005.05763.x. PMID 16197450. 
  20. ^ a b Fernandez, Mariana; Rojas F.; Cattana M.; Sosa M.; Mangiaterra M.; Giusiano G (2013). "Aspergillus terreus complex: an emergent opportunistic agent of Onychomycosis". Mycoses. 56 (4): 477–481. doi:10.1111/myc.12061. PMID 23448599. 
  21. ^ a b c "Aspergillosis". Diakses tanggal 10 November 2013. 
  22. ^ Louis, B; Roy P.; Sayanika D.; Talukdar N (2013). "Aspergillus terreus Thom a new pathogen that causes foliar blight of potato" (PDF). Plant Pathology & Quarantine. 3: 29–33. doi:10.5943/ppq/3/1/5. 
  23. ^ Molina, La. "Facts & figures". International Potato Center. Diakses tanggal 12 November 2013. 
  24. ^ Shimada, A; Kusano,M; Takeuchi,S; Fujioka,S; Inokuchi,T; Kimura, Y (2002). "Aspterric acid and 6-hydroxymellein, inhibitors of pollen development in Arabidopsis thaliana, produced by Aspergillus terreus". Journal of Biosciences. 57 (5–6): 459–464. doi:10.1515/znc-2002-5-610. PMID 12132685. 
  25. ^ a b "ASPERGILLUS TERREUS" (PDF). IMI Descriptions of Fungi and Bacteria No. 1253. Diakses tanggal 14 October 2013. 
  26. ^ a b "ASPERGILLUS TERREUS" (PDF). C.M.I. Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria No. 95. Diakses tanggal 13 October 2013. 
  27. ^ Slesiona, S.; Ibrahim-Granet, O.; Olias, P.; Brock, M.; Jacobsen, I. D. (20 March 2012). "Murine Infection Models for Aspergillus terreus Pulmonary Aspergillosis Reveal Long-term Persistence of Conidia and Liver Degeneration". Journal of Infectious Diseases. 205 (8): 1268–1277. doi:10.1093/infdis/jis193. PMID 22438397. 
  28. ^ Goldberg, S. L.; Geha, D. J.; Marshall, W. F.; Inwards, D. J.; Hoagland, H. C. (1 June 1993). "Successful Treatment of Simultaneous Pulmonary Pseudallescheria boydii and Aspergillus terreus Infection with Oral Itraconazole". Clinical Infectious Diseases. 16 (6): 803–805. doi:10.1093/clind/16.6.803. PMID 8392389. 
  29. ^ Flynn, Patricia; Williams B.; Hetherington S.; Williams B.; Giannini M.; Pearson T (1993). "Aspergillus terreus During Hospital Renovation". Infection Control and Hospital Epidemiology. 14 (7): 363–365. doi:10.1086/646761. JSTOR 30148315. PMID 8354865. 
  30. ^ Hoog, G.S. "Pathogenicity". Mycobank. Diakses tanggal 4 November 2013. 
  31. ^ Lopez, J.L; Perez J.L.; Sevilla J.M.; Fernandez FG.; Grima E.; Chisti Y (2003). "Production of lovastatin by Aspergillus terreus: effects of the C:N ratio and the principal nutrients on growth and metabolite production" (PDF). Enzyme and Microbial Technology. 33 (2–3): 270–277. doi:10.1016/s0141-0229(03)00130-3. 
  32. ^ Szakacs, G; Morovjan G.; Tengerdy R (1998). "Production of lovastatin by a wild strain of Aspergillus terreus". Biotechnology Letters. 20 (4): 411–415. doi:10.1023/A:1005391716830. 
  33. ^ Cechinel-Filho, Valdir (2012). Plant bioactives and drug discovery : principles, practice, and perspectives. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons. hlm. 104. ISBN 9780470582268. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05.