Artemisinin

senyawa kimia

Artemisinin adalah salah satu jenis obat antimalaria. Pembuatan artemisinin berkaitan dengan wabah malaria yang menimpa para tentara Amerika Serikat dan Vietnam selama berlangsungnya Perang Vietnam. Negara pelopor untuk penemuan, penelitian dan pembuatan artemisinin adalah Tiongkok. Artemisinin ditemukan pada tahun 1972 dari spesies tumbuhan bernama Qinghao (Artemisia annua L.). Di dalam artemisinin terdapat 131 senyawa aktif yang berperan sebagai metabolit sekunder.

Sejarah

sunting

Selama Perang Vietnam, penyakit malaria diderita oleh para tentara Amerika Serikat dan tentara Vietnam. Klorokuin sebagai obat antimalaria utama pada masa itu tidak mampu lagi mengatasi penyakit malaria. Penyebabnya adalah parasit genus Plasmodium telah memiliki kekebalan terhadap klorokuin. Kedua pihak kemudian mengupayakan penemuan obat antimalaria yang memiliki efektifitas tinggi. Pihak Amerika Serikat gagal membuatnya. Sementara Vietnam meminta bantuan pembuatan obat antimalaria baru kepada Tiongkok.[1]

Pemerintah Tiongkok kemudian mencanangkan proyek riset nasional untuk penemuan obat antimalaria baru. Obat yang akan dibuat mampu mengatasi parasit Plasmodium falciparum yang telah kebal terhadap klorokuin. Eksplorasi terhadap tumbuhan tradisional Tiongkok dimulai oleh para peneliti di Tiongkok sejak tahun 1967 dengan berdasarkan kepada pengobatan tradisional Tionghoa.[2]

Lebih dari 40.000 obat tradisional Tionghoa diuji kemampuan antimalarianya menggunakan hewan uji. Peralatan dan instrumentasi modern digunakan untuk pengujian. Beberapa spesies tumbuhan yang diteliti adalah Changshan (Dichroa febrifuga L.), Qinghao (Artemisia annua L.), Yingzhua (Artabotrys hexapetalu (LF), Xianhecao (Agrimonia pilosa L.), Dayean (Eucalyptus robusta Sm), Nantianzu (Nandina domestica T.), Yadanzi (Brucea javanica (L) Merr), dan Lingshuianluo (Polyalthia nemoralis A. (DC)). Dari hasil pengujian disimpulkan bahwa senyawa qinghaosu (artemisinin) dalam tumbuhan Qinghao (Artemisia annua L.) merupakan senyawa yang paling sesuai untuk obat antimalaria karena aktivitasnya yang tinggi dengan toksisitas yang paling rendah.[3]

Para ilmuwan Tiongkok menemukan Artemisinin pada tahun 1972. Di Tiongkok, Artemisinin disebut sebagai qinghaosu atau arteannuin. Sementara pnamaan sebagai artemisinin diperkenalkan oleh negara-negara du Dunia Barat.[4] Artemisinin kemudian menjadi salah satu obat antimalaria yang telah banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia.[5]

Komposisi

sunting

Artemisinin dibuat dari spesies tumbuhan Artemisia annua. Pembuatannya melalui proses metabolit sekunder dengan sintesis dari kelenjar trikoma. Jumlah senyawa metabolit sekunder di dalam artemisinin sebanyak 131 senyawa.[6] Pada Artemisia annua, kadar artemisinin berkisar antara 0,1-0,8%. Kadar ini merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan spesies lain dalam marga Artemisia.[7] Seluruh bagian Artemisia annua mengandung artemisinin. Namun, artemisinin paling banyak ditemukan pada daun dan bunganya.[8]

Produksi metabolit sekunder pada Artemisia annua dapat ditingkatkan dengan manipulasi sel somatik. Manipulasi ini menghasilkan tanaman poliploid yang mengandung artemisinin lebih banyak. Tanaman poliploid bertipe tetraploid dari Artemisia annua diketahui memiliki kadar artemisinin yang lebih banyak dibandingkan dengan tipe diploid.[9]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Julianto 2017, hlm. 47.
  2. ^ Julianto 2017, hlm. 47-48.
  3. ^ Julianto 2017, hlm. 48.
  4. ^ Julianto 2017, hlm. 51.
  5. ^ Dachlan, Y. P., dkk. (2013). Imunologi Malaria (PDF). Surabaya: Rumah Sakit penyakti Tropik Infeksi. hlm. 85. ISBN 978-602-97113-9-4. 
  6. ^ Gusmaini 2021, hlm. 2.
  7. ^ Rahman, dkk. 2016, hlm. 539.
  8. ^ Gusmaini 2021, hlm. 1.
  9. ^ Rahman, dkk. 2016, hlm. 540.

Daftar pustaka

sunting