Armijn Pane

seorang sastrawan Indonesia terkenal pada abad ke-20

Armijn Pane (18 Agustus 1908 – 16 Februari 1970[1]), adalah seorang sastrawan Indonesia. Pada tahun 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru yang mampu mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung lainnya dari seluruh penjuru Hindia Belanda untuk memulai sebuah pergerakan modernisme sastra.[2] Salah satu karya sastranya yang terkenal ialah novel Belenggu (1940)[3]

Armijn Pane
Armijn Pane
Armijn Pane
Lahir(1908-08-18)18 Agustus 1908
Muara Sipongi, Mandailing, Keresidenan Tapanuli, Hindia Belanda
Meninggal16 Februari 1970(1970-02-16) (umur 61)
Jakarta, indonesia
Kebangsaan Indonesia
Aliran sastraPujangga Baru
Karya terkenalBelenggu
Orang tuaSutan Pangurabaan Pane (ayah)
Kerabat

Riwayat hidup

sunting

Setelah lulus ELS di Bukittinggi, Armijn Pane melanjutkan pendidikannya di STOVIA, Jakarta (1923) dan NIAS, Surabaya (1927) (STOVIA dan NIAS adalah sekolah dokter), kemudian pindah ke AMS-A di Solo (lulus pada 1931).[4] Di AMS A-1 (Algeemene Middelbare School), ia belajar tentang kesusastraan dan menulis, lulus dari jurusan sastra barat.

Sebagai pelajar di Solo, ia bergabung dengan organisasi pemuda nasional yakni Indonesia Muda, namun politik tampaknya kurang menarik minatnya daripada kesusastraan. Saat itu ia memulai kariernya sebagai penulis dengan menerbitkan beberapa puisi nasionalis dan dua tahun kemudian menjadi salah seorang pendiri majalah Pujangga Baru.[5]

Armijn Pane pernah menjadi wartawan surat kabar Soeara Oemoem di Surabaya (1932), mingguan Penindjauan (1934), surat kabar Bintang Timoer (1953), dan menjadi wartawan lepas. Ia pun pernah menjadi guru di Taman Siswa di berbagai kota di Jawa Timur. Menjelang kedatangan tentara Jepang, ia duduk sebagai redaktur Balai Pustaka. Pada zaman Jepang, Armijn bersama kakaknya Sanusi Pane, bekerja di Kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) dan menjadi kepala bagian Kesusastraan Indonesia Modern. Sesudah kemerdekaan, ia aktif dalam bidang organisasi kebudayaan. Ia pun aktif dalam kongres-kongres kebudayaan dan pernah menjadi anggota pengurus harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) (1950-1955). Ia juga duduk sebagai pegawai tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bagian Bahasa) hingga pensiun.[6]

Tahun 1969 Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang sastra. Pada bulan Februari 1970, beberapa bulan setelah menerima penghargaan tersebut, ia meninggal.[5]

Selain menulis puisi dan novel, Armijn Pane juga menulis kritik sastra. Tulisan-tulisannya yang terbit pada Pujangga Baru, terutama di edisi-edisi awal menunjukkan wawasannya yang sangat luas dan, dibandingkan dengan beberapa kontributor lainnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan saudara laki-laki Armijn, Sanusi Pane, kemampuan menilai dan menimbang yang adil dan tidak terlalu terpengaruhi suasana pergerakan nasionalisme yang terutama di periode akhir Pujangga Baru menjadi sangat politis dan dikotomis.[butuh rujukan]

  • Kapan Datang (Dalam Pandji Poestaka, 1932)
  • Kembang Setengah Jalan (Dalam Pandji Poetska Baroe, 1932)
  • Menimbulkan Kenangan (Dalam Pandji Poestaka, 1932)
  • Masgul (Dalam Poedjangga Baroe, 1933)
  • Hamba Buruh (Dalam Poedjangga Baroe, 1934)
  • Di Bawah Riak Alun Senyummu (Dalam Poedjangga Baroe, 1939)
  • Djiwa Berdjiwa (Dalam Poedjangga Baroe, 1939; Jakarta: Balai Pustaka, 1939)
  • Bintang Merdeka (Dalam Djawa Baroe, 1944)
  • Pasti Berkibar (Dalam Djawa Baroe, 1944)
  • Pedomanku (Dalam Keboedajaan Timoer, 1944)
  • Rindu di Tepi Danau Sarangan (Dalam Indonesia, 1949)
  • Gamelan Djiwa (Jakarta: Bagian Bahasa Djawa. Kebudayaan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, 1960)

Cerpen

sunting
  • Kisah Antara Manusia (Jakarta: Balai Pustaka, Cet I 1953, II 1979)[3]
  • Pujaan Cinta (Dalam Pandji Poestaka, 1932)
  • Pertemuan Rasa (Dalam Poedjangga Baroe, 1932)
  • Sukma (Dalam Poedjangga Baroe, 1934/1935)
  • Barang Tiada Berharga (Dalam Poedjangga Baroe, 1935)
  • Kulit Pisang (Dalam Pandji Poestaka, 1935)
  • Jika Pohon Jati Berkembang (Dalam Pandji Poestaka, 1937)
  • Belenggu (Jakarta: Dian Rakyat. Cet. I 1940, IV 1954, Cet. IX 1977, Cet. XIV 1991)
  • Lukisan Masa (Dalam Poedjangga Baroe, 1937)[3]
  • Nyai Lenggang Kencana (Dalam Poedjangga Baroe, 1939)[3]
  • Ratna (Saduran drama karya Hendrik Ibsen, Nora: 1943)
  • Kami, Perempoean (1943)
  • Antara Bumi dan Langit (Dalam Pedoman, 27 Februari 1951; Dalam Indonesia, 1952)[3]
  • Jinak-Jinak Merpati (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I 1940; Dalam Kebudajaan Timoer, 1945)[3]
  • Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan? (Dalam Poedjangga Baroe, Maret 1941)
  • Seniman, Pujangga, dan Masyarakat (Dalam Spektra)
  • (Belanda) Kort Oversicht van de Moderne Indonesische Literatuur (Sebuah Tinjauan tentang Sastra Indonesia Modern, 1949)
  • Sandjak-sandjak Muda Mr. Muhammad Yamin (Sebuah Bahasan tentang Sajak-Sajak Muhammad Yamin, 1954)

Terjemahan

sunting

Karya lainnya

sunting
  • Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia (Studinya tentang Gramatika Bahasa Indonesia, 1950)
  • Jalan Sejarah Dunia (1952)

Rujukan

sunting
  1. ^ (Indonesia) Eneste, Pamusuk (2001). Buku pintar sastra Indonesia : biografi pengarang dan karyanya, majalah sastra, penerbit sastra, penerjemah, lembaga sastra, daftar hadiah dan penghargaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 9799251788.  halaman 34-35
  2. ^ (Indonesia) Jassin, H.B. Pudjangga Baru. Gunung Agung, 1963, Djakarta. Halaman 6.
  3. ^ a b c d e f "Armijn Pane (1908–1970)". Ensiklopedia Sastra Indonesia. Diakses tanggal 2022-11-01. 
  4. ^ Rampan, Korrie (2000). Leksikon susastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9796663589. . Halaman 67.
  5. ^ a b (Inggris) Pane, Armijn (2010). Shackles. Jakarta, Indonesia: Lontar. ISBN 9789798083815. . Halaman 167.
  6. ^ (Indonesia) Rosidi, Ajip. Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia. Pustaka Jaya, 1973, Jakarta. Halaman 51-52.

Pranala luar

sunting