Apologi Kedua Yustinus Martir

Apologi Kedua adalah suatu tulisan yang dianggap merupakan pelengkap Apologi Pertama Yustinus Martir yang ditulis oleh Santo Yustinus Martir (singkatnya: Yustin), mengenai proses-proses tertentu yang waktu itu terjadi di Roma sebelum Lollius Urbicus menjabat sebagai prefek kota itu, pastinya antara tahun 150 dan 157 M. Apologi ini ditujukan kepada Senat Romawi.

Yustinus Martir

Tujuan penulisan

sunting

Apologi Kedua ini dimaksudkan untuk mengekspos alasan sebenarnya di balik penganiayaan orang Kristen terbaru atas suruhan Urbicus. Juga mencoba untuk mengekspos ketidakmasukakalan yang keterlaluan dari tuduhan dan propaganda yang disebarkan terhadap orang-orang Kristen.

Penganiayaan orang Kristen di bawah Urbicus

sunting

Yustin menceritakan kisah seorang wanita tertentu yang mendengar ajaran-ajaran Yesus dan setelah menjadi orang Kristen menolak untuk mematuhi praktik-praktik amoral yang dilakukan oleh suaminya. Karena perbedaan pendapat yang parah dia ingin bercerai, tetapi tidak didorong untuk melakukannya, dia terus berada dalam hubungan itu sampai suatu hari ketika tidak bisa lagi hidup secara etis, dan dia memberikan kepada suaminya surat cerai. Suaminya membalas dengan membawa tuduhan terhadap istrinya di hadapan Kaisar. Tetapi ketika ia tidak bisa melakukan apa-apa terhadap istrinya, dia berbalik menentang para pemimpin Kristen yang kemudian segera dianiaya berat oleh prefek Urbicus.

Kontrol roh jahat terhadap Dunia

sunting

Menurut Yustin, adalah roh-roh jahat yang menghasut kebencian dan kejahatan terhadap umat Allah itu - orang-orang yang mengenal Anak Allah dan telah merespon dengan iman kepada Firman Allah. Roh-roh jahat ini adalah roh-roh orang yang lahir melalui persatuan roh dan perempuan sebelum Air Bah, dan yang dihancurkan oleh Air Bah. Mereka mengendalikan manusia melalui seni sihir, persembahan libasi, dan sistem intimidasi yang mengikat orang dalam perbudakan. Roh-roh jahat itu diusir oleh orang-orang Kristen dari orang-orang yang dirasuki tersebut dalam Nama Yesus. Semua yang berdiam di dalam Firman telah dibenci; Heraclitus dan Musonius misalnya.

Apologi terhadap Propaganda

sunting

Orang-orang Kristen dituduh menjalankan kanibalisme dan amoralitas seksual. Yustin bertanya bahwa jika itu terjadi, dan jika orang-orang Kristen pelahap kesenangan, maka mengapa mereka tidak takut akan kematian dan tetap setia pada apa yang mereka percayai. Kesetiaan mereka kepada Kristus dalam menghadapi kematian membuktikan bahwa mereka bukanlah pencari kesenangan duniawi. Sebaliknya, adalah si penuduh yang memiliki sistem agama di mana laki-laki yang mulia mengorbankan manusia kepada dewa-dewa seperti Saturnus dan di mana amoralitas seksual secara terbuka dilakukan tanpa rasa malu. Ia berseru:

Tapi bukanlah bahkan sekarang beberapa orang menaiki mimbar luhur, dan berteriak dengan suara nyaring, "Malu, malu, kamu yang menuduh orang yang tidak bersalah dengan perbuatan yang kamu lakukan sendiri secara terbuka, dan menerapkan hal-hal yang berlaku untuk dirimu sendiri dan untuk para dewa kepada orang-orang yang bahkan tidak punya rasa simpati sedikit pun dengan mereka. Jadilah kamu diubahkan; menjadi bijaksana."

Naik Banding

sunting

Ia menggambarkan orang-orang Kristen sebagai orang-orang yang mencintai Allah dan Firman-Nya (Yesus Kristus). Dia menginginkan bahwa naik banding ini akan diterbitkan sehingga dunia tidak akan percaya takhayul tentang orang-orang Kristen dan ditutup dengan kata-kata:

Dan ajaran-ajaran kita tidak memalukan, menurut penilaian yang sadar, tapi memang lebih luhur dari semua filsafat manusia; dan jika tidak begitu, mereka setidaknya seperti ajaran-ajaran Sotadists dan Philaenidians, dan para Penari, dan Epikuros dan seperti ajaran lainnya dari para penyair, semua yang diperbolehkan untuk memperkenalkan diri baik dengan cara dilakukan maupun dengan cara tertulis. Dan selanjutnya kita akan diam, setelah melakukan sebanyak yang kita bisa, dan setelah menambahkan doa bahwa semua orang di mana-mana dapat dihitung layak bagi kebenaran. Dan agar Anda juga, dengan cara yang layak dalam kesalehan dan filsafat, demi Anda sendiri, menghakimi dengan adil!

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting