Anwar Nurris (24 April 1941 – 16 Januari 1997) merupakan seorang politikus Indonesia, Aktifis PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama) dan Anggota DPR periode 1971-1987.

Anwar Nurris
Lahir24 April 1941
Meninggal19 Januari 1997
Sebab meninggalPenyakit Jantung Koroner
MakamTPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan
GelarAnggota DPR, Sekjen PBNU, Sekjen PPP, Ketua GP Ansor
Suami/istriSiti Haniah Anwar
Anak
  • Suci Zaidah Anwar
  • Saiful Anwar
  • Sukmanita Anwar
  • Syah Saddadah Anwar
  • Ivan Anwar

Pada Pemilu 1971 dia mewakili Partai NU dan pada pemilu berikutnya mewakili PPP. Pada Pemilu 1987, dia tak masuk dalam daftar calon, namun dalam Muktamar III PPP 1994, dia terpilih sebagai Wakil Sekjen DPP. Pada daftar caleg Pemilu 1997, Nurris masuk dalam daftar caleg pada nomor jadi, yakni nomor 10, dari wilayah pemilihan Jawa Timur. Semasa hidupnya, almarhum pernah menjabat sebagai Ketua GP Ansor, Ketua Barisan Serba Guna (Banser) Ansor, Sekjen PBNU, dan terakhir sebagai Wakil Sekjen DPP PPP.

Dia meninggal dunia pada 16 Januari 1997 pukul 01.40 di RS Harapan Kita, Jakarta. Dia meninggalkan seorang istri dan 5 anak.

Awal Karir

sunting

Anwar Nurris lahir pada 24 April 1941 di Situbondo, Timur. Pada tahun 1956, Nurris memulai karirnya sebagai pegawai kantor di Kabupaten Panarukan, Situbondo, Jawa Timur.

Selama berada di kota kelahirannya, Nurris sudah berorganisasi secara aktif, pada tahun 1958 s/d 1962 Ia sempat menjabat sebagai ketua GP Ansor cabang Situbondo serta ketua seksi kesenian dan kebudayaan IPNU cabang situbondo pada tahun 1961 s/d 1963.

Kemudian pada tahun 1963 Nurris hijrah dan aktif sebagai wartawan di koran Duta Masyarakat yang dimiliki oleh Nahdhatul Ulama di era 1950-an, hingga terakhir menjabat sebagai dewan redaksi di tahun 1971.

Saat berada di dalam harian Duta Masyarakat inilah karir berorganisasi Nurris mulai meningkat, Ia sempat menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan Muslimin Indonesia atau yang dikenal juga dengan SERNEMI pada tahun 1965 sampai dengan 1970.

Karir di Nahdlatul Ulama

sunting

Pada tahun 1969 juga, Anwar Nurris dilantik sebagai Ketua Umum GP Ansor yang juga merangkap sebagai Sekretaris Bagian Dakwah PBNU.

Selama menjabat sebagai redaksi di harian Duta Masyarakat tersebut dan aktif di PBNU, Nurris terlibat secara dekat dengan KH. As'ad Syamsul Arifin seorang Pahlawan Nasional yang juga terlibat dalam proses pendirian Nahdlatul Ulama yang saat itu dikenal sebagi Ulama Senior di Indonesia, hingga akhirnya Nurris dilantik sebagai Sekjen PBNU pada Muktamar NU ke-27 tahun 1984 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Muktamar NU ke 27 ini adalah periode penting dalam sejarah panjang Nadlatul Ulama, karena salah satu tema penting dalam Muktamar NU ini adalah keputusan NU untuk kembali ke khittah 1926 dimana keputusan ini adalah langkah besarnya dalam mengembalikan NU pada tujuan awal didirikannya organisasi. Pada muktamar ini pula Abdurrahman Wahid kemudian diangkat menjadi ketua PBNU.

Anggota DPR

sunting

Pada Pemilu tahun 1971, tepatnya pada usia 30 tahun, Nurris maju untuk mewakili Partai NU dan berhasil dilantik sebagai Anggota DPR termuda di jamannya.

Kemudian pada pemilu berikutnya Nurris kembali dilantik menjadi anggota DPR mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pada Pemilu 1987, dia tak masuk dalam daftar calon legislatif, namun dalam Muktamar III PPP 1994, Nurris terpilih sebagai Wakil Sekjen DPP PPP, sehingga pada daftar caleg Pemilu 1997, Nurris masuk dalam daftar caleg pada nomor jadi, yakni nomor 10, dari wilayah pemilihan Jawa Timur, sayangnya Ia menutup usia pada hun yang sama.

Selama masa jabatannya sebagai anggota DPR, Nurris dikenal sebagai pribadi yang vocal, tegas dan menentang kezaliman yang kerap terjadi saat itu.

Akhir Hayat

sunting

Nurris meninggal dunia pada tanggal 19 Januari 1997, pukul 01.40 di RS Harapan Kita, Jakarta dikarenakan penyakit jantung yang dideritanya selama beberapa tahun terakhir dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Ia meninggalkan satu orang istri, dan lima orang anak.

Pranala luar

sunting