Aming Prayitno (lahir 3 Juni 1943) adalah salah satu seniman dan pelukis asal Surakarta[1] lulusan kampus Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia ASRI Yogyakarta.[2] Aming mengawali kariernya pada lahir pada tahun 1970 yaitu saat terjadi perubahan dan perkembangan seni rupa secara pesat di Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya.[2] Era tahun 1970-an adalah mulainya Gerakan Seni Rupa Baru di Indonesia yang dipicu oleh keresahan estetika beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia ASRI di Yogyakarta dan Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung.[2]

Aming disejajarkan namanya dengan seniman seni rupa yang sangat populer antar lain dengan Nyoman Gunarsa, Djoko Pekik, H. Widaayat, Nasirun, G. Sidarta, Soewandi, Edi Sunarso (pematung), Kusnanadi, dan Godod Sutejo.[2] Dia merupakan seniman yang mempunyai reputasi kuat dalam dunia profesional dan sejarah seni rupa Indonesia. Beberapa penghargaan yang pernah diraihnya yaitu penghargaan seni lukis terbaik Raden Saleh Prize pada tahun 1972 dan Seni Lukis Terbaik Biennale Seni Lukis Indonesia IV di Jakarta tahun 1980.[2]

Salah satu desain yang hingga kini digunakan oleh bangsa ini adalah desain logo Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), karyanya dipilih oleh Departemen Dalam Negeri RI di antaranya karya Mujitha, Suharto P.R., serta seniman lainnya dari Bandung dan Jakarta. Akan tetapi ada hal yang kurang etis dari hasil karya Aming Prayitno tersebut yang merupakan PNS-Dosen di STSRI "ASRI" Yogyakarta, setelah karyanya batikkan oleh Departemen dalam Negeri RI melalui pakaian wajib sehari-hari ia tidak mendapat peran apapun, bahkan sebagai pencipta desain logo KORPRI ia tidak mendapatkan pemberitahuan maupun hak kekayaan intelektual atas desainnya.[2]

Aming Prayitno salah satu pelukis yang paling sering di undang oleh Dewan Kesenian Jakarta dan ia juga merupakan salah satu dewan Juri Biennale Seni Lukis Yogyakarta yang disandingkan dengan nama-nama top dalam dunia seni lukis lainnya seperti Fadir Amri Yahya, Dullah, dan Soedarso. Aming berusaha menyampaikan melalui lukisannya bahwa ia ingin menggambarkan betapa tergantungnya manusia terhadap lingkungan. Oleh karena itu, karyanya mengandung segala bentuk atau corak kehidupan serta merupakan kesatuan lewat goresan dan tekstur dengan tema sentral manusia.

Referensi

sunting
  1. ^ Dewan Kesenian Jakarta (Desember 1980). 1980 Pameran Besar Seni Lukis Indonesia 4 (PDF). Dewan Kesenian Jakarta. 
  2. ^ a b c d e f Dahlan, Muhammad (2012). Almanak Seni Rupa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. hlm. 580. ISBN 9789791436298.