Alfred Adler
Alfred Adler adalah seorang psikolog, dokter, terapis, sekaligus pendiri awal aliran psikologi individual.[1][2][2] Ia menekankan terhadap pentingnya perasaan inferior dianggap elemen penting dalam yang mengembangkan teori psikologi individual. Alfred Adler menganggap manusia adalah individu utuh, bukan seperangkat elemen.
Alfred Adler | |
---|---|
Lahir | 7 Februari 1870 Rudolfsheim, Austria |
Meninggal | 28 Mei 1937 Aberdeen, Skotlandia |
Tempat tinggal | Austria |
Kebangsaan | Austria |
Pekerjaan | Psikiatris |
Dikenal atas | Psikologi Individual |
Suami/istri | Raissa Epstein |
Adler adalah orang pertama yang menekankan pentingnya elemen sosial dalam mengatur proses individual dan yang membawa psikiatri pada komunitas psikolog. Sebuah survei dari Review of General Psychology meletakkan Adler pada peringkat 69 sebagai psikolog yang teorinya paling banyak dikutip di abad 20.
Biografi Singkat
suntingAlfred Adler dilahirkan di Mariahilfer Straße, kota Vienna, Austria, pada 7 Februari 1870. Adler adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara, dari sepasang pedagang makanan pokok. Adler muda pernah menderita rakhitis, dan memiliki masalah persaingan dengan saudara-saudaranya.
Adler menikah pada tahun 1898 dengan Raissa Epstein, memiliki lima orang anak. Adler meninggal pada 1937 di Skotlandia, akibat serangan jantung. Jenazahnya dikremasi di Edinburgh, tetapi menghilang. Abu jenazah Adler baru ditemukan pada 2007, di sebuah peti di Krematorium Warriston. Pada 2011 abu tersebut dikembalikan ke kota kelahirannya, Vienna, untuk dimakamkan di sana.
Perjalanan karier
suntingAdler memulai karier sebagai dokter spesialis mata, namun kemudian beralih menjadi dokter umum. Pada 1910 ia, Sigmund Freud, Rudolf Reitler, dan WIlhelm Stekel membentuk Vienna Psychoanalytic Society, sekaligus menjadikan Adler sebagai pemimpin pertamanya. Karena ketidakcocokan pemikiran dengan psikoanalisa, Adler kemudian memutuskan mundur dari jabatan presiden dan keluar dari komunitas. Ia lalu mendirikan perkumpulan sendiri, yaitu Society for Individual Psychology. Walaupun ada perbedaan pendapat dan pemikiran, Adler dan Freud tetap saling menghormati dan mengakui kejeniusan satu sama lain.
Pada Perang Dunia I pada 1914, Adler ikut menjadi dokter perang untuk tentara Austria. Ia ditempatkan di front Russia. Ia lalu dipindahtugaskan ke rumah sakit di Austria. Setelah perang berakhir, Adler mendirikan klinik konseling anak di Vienna. Ia juga membentuk tim untuk mengajarkan cara menangani trauma perang pada anak, lalu mengirim tim tersebut ke sekolah-sekolah. Tim ini sukses besar, hingga muncul permintaan untuk datang dari seluruh Austria.
Pada 1924, ia menjadi pengajar di Institut Pedagogi di Vienna. Ia juga sering menjadi dosen tamu di berbagai kampus di Eropa dan Amerika. Setelah itu, pada 1927 ia juga menjadi dosen terbang di Uninversitas Columbia. Pada 1932, Ia mengajar di Long Island College of Medicine.
Pemikiran dan teori
suntingAdler menyatakan ada satu daya motivasi yang memengaruhi semua bentuk perilaku dan pengalaman manusia.[2] Daya motivasi tersebut disebut "dorongan ke arah kesempurnaan".[2] Daya tersebut mendorong manusia memenuhi semua potensi dan keinginan yang ada di dalam dirinya, sehingga seorang manusia dapat semakin dekat dengan apa yang diidealkan.[2] Gagasan Adler ini sebenarnya dipengaruhi oleh Nietzsche.[2]
Di sinilah poin yang menyebabkan ketidaksepakatan Adler dengan Sigmund Freud.[2] Menurut Freud, segala sesuatu yang terjadi pada masa lalu, seperti trauma masa kecil, pasti menjadi penentu siapa orang itu pada masa kini.[2] Sebaliknya, Adler justru berpendapat bahwa "dorongan ke arah kesempurnaan" yang hendak seseorang capai pada masa depan itulah yang memotivasi manusia pada masa kini.[1][2] Setiap manusia diarahkan menuju tujuan, harapan, dan cita-citanya.[2] Untuk mendukung "dorongan ke arah kesempurnaan" tersebut, Adler menyatakan bahwa ada ide lain yakni "kepentingan sosial" atau "kepekaan sosial".[2] Dengan ide ini, seorang manusia yang sedang mengarahkan dirinya menuju kesempurnaan akan mempertimbangkan lingkungan sosialnya.[2]
Dasar Pemikiran Alfred Adler
suntingPemikiran-pemikiran Adler dipengaruhi oleh filsuf Hans Vaihinger dan karya sastra dari Dostoevsky. Waktu masih jadi anggota Vienna Psychoanalytic Society, ia mengembangkan teori inferioritas organik dan kompensasi. Pengembangan ini menuntun Adler untuk masuk ke dunia fenomenologi dan pengembangan karya terkenalnya, the inferiority complex.
Adler juga dipengaruhi filsuf-filsuf macam Kant, Nietzsche, Virchow, dan Smuts. Aliran Adler, yang dikenal sebagai psikologi individual—memfokuskan pada psikologi sosial, komunitas, sekaligus psikologi dalam. Adler adalah tokoh awal yang fokus pada pencegahan abnormalitas. Ia mengajarkan para guru dan orang tua untuk membolehkan anak untuk melatih kemampuan dalam mengambil keputusan sambil bekerjasama dengan yang lain.
Adler menganggap bahwa lingkungan sosial punya dampak psikologi yang sama besarnya dengan alam pemikiran internal (pikiran individu itu sendiri). Bagi Adler, dinamika kekuasaan dan kompensasi sama pentingnya dengan seks. Jenis kelamin dan politik sama pentingnya dengan libido.
Adler adalah orang pragmatis, dan ia percaya bahwa bahwa orang awam pun juga perlu memahami penggunaan ilmu psikologi. Adler juga salah satu pendukung awal feminisme di psikologi dan di dunia sosial. Ia percaya bahwa perasaan superioritas dan inferioritas sering kali dikarenakan gender, dan diekspresikan dalam bentuk karakteristik feminin dan maskulin.
2.2 Teori-teori yang pernah dikembangkan Alfred Adler
suntingBersama Sigmund Freud dan Carl Jung, Adler mengembangkan psikologi dalam. Psikologi dalam ini memfokuskan pada pentingnya dinamika alam pikiran bawah sadar. Adler mengembangkan pendekatannya sendiri, dan aliran Psikologi Individual dicetuskan pada 1912. Aliran Psikologi Individual didasari pemikiran bahwa hubungan seseorang terhadap masyarakat adalah bagian penting pembentuk kepribadian mereka. Teori tersebut mengatakan bahwa setiap individu dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan bagi individu dan masyarakat.[butuh rujukan]
2.2.a. Tentang Tujuan Hidup
suntingMenurut Adler, semua manusia pada dasarnya mengejar superioritas. Adler percaya bahwa setiap orang memasuki kehidupan dalam perasaan inferior, dan menghabiskan seumur hidup mereka untuk mengatasi hal tersebut. Teori ini dikenal sebagai pencarian superioritas, dan aliran Adler memfokuskan pada studi seputar pencarian superioritas ini. Adler juga mempertanyakan tentang dorongan macam apa yang berada di balik motivasi kita sebagai individu. Ia menyebut dorongan ini sebagai "kebutuhan untuk sempurna", sebuah istilah yang kemudian diartikan sebagai "keinginan untuk memenuhi potensi diri, dan menyadari bentuk ideal kita".
2.2.b. Cara melihat manusia
suntingHolisme adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa sistem alam semesta serta segala kelengkapannya harus dipandang sebagai sesuatu yang utuh, dan bukan merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang terpisah. Alam tidak bisa dipahami kalo kita mempelajarinya dengan cara memisahkan bagian-bagiannya: sistem harus dipelajari secara utuh sebagai suatu kesatuan. Ajaran ini disukai Adler. Menurut Adler, manusia harus dianggap sebagai satu unit. Untuk memahami jiwa manusia, kita seharusnya melihat keseluruhan bagian dari manusia itu, dan bukan melihat sepotong-sepotong.
2.2.c. Tentang Pikiran Manusia - Finalisme Fiksional
suntingMenurut Adler, manusia menggunakan fiksi secara aktif dalam hidup mereka. Fiksi ini membuat seseorang merasa kuat, karena fiksi bisa meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukannya sebagai kebenaran. Berdasarkan fiksi ini, Adler beranggapan bahwa motivasi seseorang dalam bertindak bukan apa yang terjadi pada masa lalu, tetapi harapan orang tersebut terhadap fiksi yang ia pegang. Kebenaran semu yang ada dalam pikiran, yang membimbing perilaku seseorang, oleh Adler kemudian disebut sebagai finalisme fiksional.
2.2.d. Inferioritas
suntingInferioritas adalah perasaan bawaan manusia sejak ia keluar dari rahim ibu. Anak hidup dengan bergantung pada orang tua, dan perasaan bahwa ia tidak bisa melakukan apapun sendiri. Adler menganggap bahwa perasaan inferior inilah yang menuntun manusia berkembang. Manusia ingin lepas dari perasaan inferioritas, menuju manusia superior dan sempurna.
2.2.e. Urutan Kelahiran
suntingSelain energi untuk menggapai superioritas, Adler juga meyakini bahwa urutan kelahiran juga ngaruh pada kepribadiannya.
Anak sulung biasanya gampang merasa diabaikan, gampang minder, dan biasanya pendiam bin kolot. Tapi biasanya si sulung lebih cepat bersikap dewasa dibanding yang lain. Selain itu, adik-adik biasanya mengidolakan si sulung, menjadikan dia sebagai pemimpin bagi anak-anak di keluarga.
Anak tengah memiliki sikap kompetitif. Salah satu motivasi anak tengah adalah karena biasanya mereka bukan anak yang paling diperhatiin. Si sulung selalu jadi anak yang pertama (pertama sekolah, pertama kuliah, pertama nikah), sementara si bungsu selalu jadi si kecil di dalam keluarga. Seringkali, anak tengah merasa bahwa dia nggak "eksis" di dalam keluarga. Dalam foto keluarga pun biasanya si tengah ini yang paling dikit. Anak tengah cenderung penyendiri dan paling rentan depresi.
Anak tengah dikenal sebagai penengah perselisihan. Mereka juga punya skill sosial yang bagus, tidak suka berkonflik, dan loyal dengan teman-teman terdekatnya. Anak tengah sering punya skill diplomasi yang bagus dan fleksibel terhadap hal baru, memungkinkan mereka lebih mudah menjadi entrepreneur.