Albert Aalbers

(Dialihkan dari Albert aalbers)

Albert Frederik Aalbers (13 Desember 1897 – 1961) dulu adalah seorang arsitek asal Belanda yang merancang sejumlah vila, hotel, dan kantor di Bandung, Indonesia selama masa pendudukan Belanda pada dekade 1930-an. Albert Aalbers bekerja di Belanda mulai tahun 1924 hingga 1930 dan kemudian pindah ke Hindia Belanda. Pada tahun 1942, ia kembali ke Belanda akibat pecahnya Perang Dunia II. Selama tinggal di Bandung, di saat kota tersebut dijuluki sebagai kota laboratorium arsitektur,[1] sejumlah bangunan rancangannya pun dianggap sebagai mahakarya arsitektur. Gaya Aalbers diinspirasi oleh ekspresionis Frank Lloyd Wright dan modernis Le Corbusier. Di Bandung, gedung Bank DENIS (kini menjadi gedung Bank Jabar) di Jalan Braga dan Savoy Homann Hotel (terakhir direnovasi oleh Aalbers) di Jalan Asia Afrika, pun masih memakai ornamen ombak laut rancangan Aalbers.

Gedung Bank DENIS yang dibangun pada tahun 1936 adalah karya Aalbers.

Kehidupan awal

sunting

Lahir pada tanggal 13 Desember 1897 di Rotterdam, Belanda, Albert Aalbers adalah putra bungsu dari Theo Aalbers dan Johanna Buis. Mulai tahun 1910 hingga 1918, Aalbers berkuliah arsitektur di Akademi Seni dan Teknik Visual Rotterdam. Pada saat itu, arsitektur Belanda sangat dipengaruhi oleh gerakan ekspresionis karena popularitas dari seniman ekspresionis, termasuk pelukis Willem de Kooning yang juga berkuliah di akademi yang sama.

Pada tahun 1923, Albert Aalbers dan saudaranya, Theo, mendirikan biro arsitek Gebroeder Aalbers di Rotterdam. Proyek yang mereka kerjakan bervariasi dari kantor hingga vila. Arsitek asal Amerika, Frank Lloyd Wright, menginspirasi karya mereka. Villa Dijkendam, yang dimiliki oleh keluarga calon mertua Albert Aalbers, adalah salah satu contoh bangunan yang terinspirasi dari karya Wright.[1]

Migrasi ke Hindia Belanda

sunting
 
Gaya ombak laut pada rancangan Savoy Homann Hotel.

Pada tahun 1926, Aalbers Bersaudara mengajukan kebangkrutan dan menutup biro arsitek mereka.[1] Theo lalu bermigrasi ke Hindia Belanda, sementara Albert kembali mendirikan biro arsitek di Hengelo. Pada tahun 1928, Albert menikahi Anna Marie Philipina Lieuwen dan bermigrasi ke Hindia Belanda. Pada awalnya, Albert Aalbers bekerja di perusahaan konstruksi milik J. Bennink di Sukabumi, Jawa Barat.

Pada tahun 1930, keluarga Aalbers pindah ke Bandung. Pada saat itu, pemerintah Hindia Belanda berencana memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia (kini Jakarta) ke Bandung. Rencana tersebut pada akhirnya gagal terlaksana, tetapi Bandung berhasil ditransformasi menjadi sebuah kota bernuansa Eropa. Sejumlah arsitek asal Belanda, seperti Thomas Karsten, Henri Maclaine Pont, J. Gerber, dan C.P.W. Schoemaker, pun terlibat aktif dalam merancang dan merenovasi bangunan di seantero Bandung. Aalbers lalu mulai bekerja sebagai arsitek lepas di Bandung. Bersama Rijk de Waal, Aalbers lalu mendirikan biro arsitek Aalbers en De Waal.

 
Villa Tiga Warna, sebelumnya "de Driekleur", sebuah vila modernis.
 
Grand Hotel Ngamplang di Garut
 
Interior Grand Hotel Lembang

Pada tahun 1935, Aalbers en De Waal mendapat kontrak untuk merancang sebuah gedung kantor untuk Bank De Eerste Nederlandsch-Indische Spaarkas (DENIS). Aalbers menggunakan bahan baja untuk struktur dan beton untuk lantai, tetapi ia merancang sisi horizontalnya dengan lekukan halus sehingga terlihat seperti terbuat dari plastik. Sebagai titik kontras visual, Aalbers menempatkan menara lift di tengah gedung, lebih tinggi daripada enam anjungan membulat. Titik pertemuan antara menara lift dan sisi horizontal pun memberikan kesan mengganggu elastisitas.[2]

Fasad membulat dengan elemen non-fungsional dekoratif mirip seperti gaya Amsterdam School, tetapi Aalbers merupakan penganut gaya Internasional atau modernis yang percaya bahwa bentuk harus mengikuti fungsi dan menghindari dekorasi semacam itu.[1] Salah satu pelopor dari arsitektur modernis, Le Corbusier, yang terkenal berkat rancangan fasadnya untuk ruang terbuka, menginspirasi Aalbers pada rancangannya untuk interior dari gedung Bank DENIS.[2] Lantai dasar dilengkapi dengan tangga berjendela kaca yang mengarah ke ruang bersama, sementara lantai dua digunakan sebagai kantor dengan teras besar menghadap ke Jalan Naripan.

Rancangan gedung Bank DENIS sangat diapresiasi, sehingga pada tahun 1936, Aalbers en De Waal mendapat kontrak untuk merancang ulang Savoy Homann Hotel di Bandung. Hotel tersebut dibangun pada tahun 1880 dan menjadi hotel bagi kalangan kaya. F. Van Es Jr., pemilik hotel tersebut, meminta Aalbers untuk merenovasi hotel tersebut dengan kesan elastis yang serupa seperti di gedung Bank DENIS. Fasad ombak laut dengan menara vertikal di tengah lalu ditambahkan di eksterior dari hotel tersebut, sementara gaya klasik kolonial tetap dipertahankan di interiornya. Hotel tersebut kemudian dibuka kembali pada tahun 1939 dan menjadi populer di seluruh dunia. Sejumlah seniman Hollywood lalu menginap di hotel tersebut, seperti Charlie Chaplin dan Mary Pickford.[3]

Atas rekomendasi dari Van Es Jr., Aalbers en De Waal pun dapat memperoleh kontrak dari hotel-hotel lain, antara lain merenovasi lobi dari Grand Hotel Lembang di Lembang, merancang Grand Hotel Ngamplang di Garut, dan merancang sebuah resort di tengah kebun teh Pangalengan.[1]

Selain merancang kantor dan hotel, Aalbers juga dikenal berkat keunikan rancangan vilanya. Pada tahun 1937, ia merancang tiga vila identik di Jalan Juanda, yang dikenal sebagai "de drie lokomotive", sebagai sarana promosi untuk kawasan perumahan baru di Bandung bagian utara. Karakter unik dari tiap vila tersebut adalah adanya ruang tangga sebagai pintu masuk ke dalam vila. Mulai tahun 1931 hingga 1942, Aalbers merancang 12 vila identik di Jalan Pager Gunung (1939), 14 rumah di Jalan Haji Hasan (1940), dan vila tiga warna (de driekleur) di Jalan Juanda sebagai tempat tinggal pribadinya.

Pendudukan Jepang dan kehidupan selanjutnya

sunting

Vila tiga warna merupakan karya terakhir Aalbers di Indonesia. Belanda kemudian kalah dalam Perang Dunia II, sehingga Hindia Belanda diduduki oleh Kekaisaran Jepang. Tentara Pendudukan Jepang lalu menahan Aalbers dan keluarganya di kamp interniran Belanda di Cimahi. Mereka lalu dipindahkan ke kamp di Jatinegara, Jakarta. Bahkan saat ditahan, Aalbers tetap menghasilkan rancangan, termasuk merancang mimpinya untuk memiliki vila di lingkungan tropis dengan gunung sebagai latar belakangnya.[4]

Pada tahun 1946, Aalbers, istrinya, dan dua putrinya pindah ke Amsterdam. Ia membuka biro arsitek baru dengan nama Aalbers en De Waal, Architecten, Amsterdam-Bandoeng. Ia memakai nama 'Bandoeng' sebagai harapan bahwa suatu saat ia dapat kembali ke Bandung. Namun, harapannya tidak pernah terlaksana, karena kondisi kesehatannya yang makin buruk dan kondisi politik Indonesia yang tidak stabil.

Albert F. Aalbers akhirnya meninggal pada tahun 1961. Sebagian besar karyanya masih berdiri kokoh di Bandung, seperti gedung Bank DENIS dan Savoy Homann Hotel. Sejumlah vila rancangannya hancur akibat perang dan sebagian lainnya telah direnovasi besar-besaran.

Referensi

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ a b c d e Martokusumo (2003)
  2. ^ a b "Denis Bank jl. Braga Bandung" (dalam bahasa Belanda). Stichting BONAS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-11-04. Diakses tanggal 2007-03-22. 
  3. ^ Segaar-Höweler and Boersma (2000).
  4. ^ "A. F. Aalbers (1897-1961)" (dalam bahasa Belanda). ArchiNed. 13 June 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2007. Diakses tanggal 2007-03-21. 

Pranala luar

sunting